Mohon tunggu...
Braja Santika
Braja Santika Mohon Tunggu... Guru - Fasilitator

Alam dan Matematika

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menyusuri Sungai Cikapundung Menuju Titik 0 Bandung

25 September 2024   00:28 Diperbarui: 25 September 2024   00:50 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berfoto Bersama di Titik 0 KM v

25 September 1810, 214 tahun lalu, H.W. Daendels menancapkan kayu sebagai penanda Titik 0 KM Bandung. Dilansir dari Kompaspedia, saat pembuatan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) dari Anyer hingga ke Panarukan yang melintasi Bandung, Wiranatakusumah II memindahkan ibu kota Bandung dari Krapyak, ke tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos yang kini menjadi pusat Kota Bandung. 

Bupati R.A. Wiranatakusumah II  sebagai founding father Kota Bandung konon legendanya saat itu sering memakai kendaraan air untuk menyusuri Sungai Citarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten baru, agar bisa menggantikan ibukota lama, Dayeuhkolot. Bentuk kendaraan airnya berupa dua perahu yang diikat secara bersamaan, namanya adalah perahu Bandung. 

Bersama adik-adik Pramuka 13, saya mencoba menyusuri Sungai Cikapundung dari Jalan Buahbatu hingga Jalan Asia Afrika.

Perjalanan dimulai dari Jalan Mutiara lalu belok ke Jalan Buahbatu. Saat ini Jalan Buahbatu sudah menjadi pusat pertokoan, dulu waktu saya masih bersekolah di SMPN 13 Bandung, di sini masih ada sawah-sawah.

Tidak lama kami berbelok sedikit ke Jalan Kancra lalu masuk ke Jalan Cilentah. Di sana kami beristirahat sejenak di Taman Bobotoh, dan kami bisa melihat Sungai Cikapundung di sisi sebelah timur.

Taman Bobotoh Jalan Cilentah (dokpri)
Taman Bobotoh Jalan Cilentah (dokpri)

Kondisi Sungai Cikapundung kini keruh dan banyak sampah. Airnya pun mulai susut. Sulit dibayangkan dulu sungai ini bisa dilalui perahu.

Dari Taman Bobotoh kami melanjutkan perjalanan ke arah utara menyeberang Jalan Karapitan. Kami tidak menyusuri Jalan Karapitan tapi masuk lewat gang di samping UNLA (Universitas Langlangbuana).

Tepi Sungai Cikapundung di samping UNLA (dokpri)
Tepi Sungai Cikapundung di samping UNLA (dokpri)

Gang tersebut tembus ke Jalan Melong Kidul. Dari sana kami menyeberang ke Jalan Lengkong Dalam, masuk ke parkiran Kampus UNPAS, lalu lanjut ke Jalan Lengkong Tengah. Di situ juga, tepatnya di persimpangan Jalan Lengkong Tengah dan Jalan Lengkong Dalam berdiri Stilasi Bandung Lautan Api No. 7, dan di Jembatan Baru Stilasi No. 8. Sayang kondisinya kurang terawat, patung bunga patrakomala yang ada di atas stilasi tersebut sudah hilang.

Stilasi Bandung Lautan Api No. 7 (dokpri)
Stilasi Bandung Lautan Api No. 7 (dokpri)

Dari sana masuklah kami ke Jalan 1.000 punten, yaitu Gang Sasakgantung. Wilayah padat penduduk di sisi Sungai Cikapundung. Benar-benar harus terus-terusan berkata punten, karena padatnya perumahan di sana. :)

Lanjut kami masuk ke Jalan Pangarang. Perjalanan sudah hampir berakhir. Langsung berasa masuk ke pusat kota, dengan banyaknya bangunan hotel di sisi kiri-kanan jalan. Tak lama dari situ, kami menyeberang ke Jalan Homan, dan langsung sampai di Jalan Asia Afrika.

Sebelum ke Titik 0, kami memutuskan untuk beristirahat di pinggir sungai yang sekarang jadi Taman Cikapundung Riverspot, yang berada di belakang Gedung PLN. Kemungkinan dahulu Bupati R.A Wiranatakusumah II menambatkan perahunya di sini. Setelah cukup istirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju titik terakhir kami, yaitu Titik 0 KM Bandung yang berada di seberang Hotel Homan. 

Kisah Penancapan Tongkat Kayu Penanda Titik 0 KM (dokpri)
Kisah Penancapan Tongkat Kayu Penanda Titik 0 KM (dokpri)

Berfoto Bersama di Titik 0 KM v
Berfoto Bersama di Titik 0 KM v

Perjalanan yang menarik, karena saya bisa melihat bagaimana perubahan Bandung dari tahun saya masih usia SMP hingga kini sudah bukan anak sekolahan lagi. :)

Semoga adik-adik kelak bisa terus menjaga Kota Bandung, Paris van Java. 

Sumber sejarah: https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-kota-bandung-dari-masa-kolonial-hingga-awal-kemerdekaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun