25 September 1810, 214 tahun lalu, H.W. Daendels menancapkan kayu sebagai penanda Titik 0 KM Bandung. Dilansir dari Kompaspedia, saat pembuatan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) dari Anyer hingga ke Panarukan yang melintasi Bandung, Wiranatakusumah II memindahkan ibu kota Bandung dari Krapyak, ke tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos yang kini menjadi pusat Kota Bandung.Â
Bupati R.A. Wiranatakusumah II Â sebagai founding father Kota Bandung konon legendanya saat itu sering memakai kendaraan air untuk menyusuri Sungai Citarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten baru, agar bisa menggantikan ibukota lama, Dayeuhkolot. Bentuk kendaraan airnya berupa dua perahu yang diikat secara bersamaan, namanya adalah perahu Bandung.Â
Bersama adik-adik Pramuka 13, saya mencoba menyusuri Sungai Cikapundung dari Jalan Buahbatu hingga Jalan Asia Afrika.
Perjalanan dimulai dari Jalan Mutiara lalu belok ke Jalan Buahbatu. Saat ini Jalan Buahbatu sudah menjadi pusat pertokoan, dulu waktu saya masih bersekolah di SMPN 13 Bandung, di sini masih ada sawah-sawah.
Tidak lama kami berbelok sedikit ke Jalan Kancra lalu masuk ke Jalan Cilentah. Di sana kami beristirahat sejenak di Taman Bobotoh, dan kami bisa melihat Sungai Cikapundung di sisi sebelah timur.
Kondisi Sungai Cikapundung kini keruh dan banyak sampah. Airnya pun mulai susut. Sulit dibayangkan dulu sungai ini bisa dilalui perahu.
Dari Taman Bobotoh kami melanjutkan perjalanan ke arah utara menyeberang Jalan Karapitan. Kami tidak menyusuri Jalan Karapitan tapi masuk lewat gang di samping UNLA (Universitas Langlangbuana).
Gang tersebut tembus ke Jalan Melong Kidul. Dari sana kami menyeberang ke Jalan Lengkong Dalam, masuk ke parkiran Kampus UNPAS, lalu lanjut ke Jalan Lengkong Tengah. Di situ juga, tepatnya di persimpangan Jalan Lengkong Tengah dan Jalan Lengkong Dalam berdiri Stilasi Bandung Lautan Api No. 7, dan di Jembatan Baru Stilasi No. 8. Sayang kondisinya kurang terawat, patung bunga patrakomala yang ada di atas stilasi tersebut sudah hilang.