Mohon tunggu...
Ani Berta
Ani Berta Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger

Blogger, Communication Practitioner, Content Writer, Accounting, Jazz and coffee lover, And also a mother who crazy in love to read and write.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikmati Rasa Timur Indonesia Tanpa Merampas Hak Warga Lokalnya

15 Februari 2022   13:01 Diperbarui: 15 Februari 2022   13:16 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendeta Batseba Reyna Tuasela (Foto: Pribadi)

Tanah Papua, Maluku dan Indonesia bagian timur lainnya mempunyai landscape memesona dan siapapun bermimpi untuk bisa berkunjung ke sana dalam seumur hidupnya. Pun bagi yang pernah ke sana pasti selalu ingin balik dan balik lagi. Tentu saja Rasa Timur itu menjadi candu. 

Tak hanya soal sight seeing yang ngangeni, potensi sumber daya alamnya dari permukaan hingga dalam-dalamnya menjadi harta karun incaran para pengusaha dan investor berbasis lahan. Seperti pertambangan, perkebunan tanpa izin dan penebangan kayu illegal. Membuat hak-hak masyarakat lokal terampas banyak.

Satu kasus lagi, Maluku yang ditetapkan sebagai Lumbung Ikan Nasional, tidak mampu memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya yang mayoritas tingggal di pesisir dan bermata pencaharian sebagai nelayan. Karena berdatangan kapal-kapal besar para pengusaha yang mengambil ikan dan sumber daya laut lainnya dalam jumlah besar menggunakan teknologi. Membuat nelayan tradisional terpinggirkan dan tak kebagian hasil yang selayaknya. 

Harusnya masyarakat di sana sejahtera namun mendapati kenyataan bahwa Maluku tercatat di Badan Pusat Statistik sebagai Provinsi termiskin ke-4 di Indonesia.

Sangat ironis melihat contoh kasus di atas. Alamnya dinikmati wisatawan dan mereka mencemari kawasan tersebut dengan bawaan kemasan plastik bekal makanan dan minuman, sumber daya alam pun dikeruk sedalam-dalamnya oleh para pengusaha tamak.

Hal miris tersebut perlu diredakan oleh pihak-pihak yang peduli. Mereka yang bersedia menjadi pundak untuk masyarakat di kawasan Indonesia timur agar segala keluhan dan aspirasinya tersampaikan kepada pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Solusi didapatkan dengan hadirnya EcoNusa Foundation (Yayasan Ekosistim Nusantara Berkelanjutan) sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia dengan memberikan penguatan inisiatif lokal dengan memberikan edukasi, advokasi dan menjembatani dengan pihak-pihak berkepentingan untuk mendukung eksistensi lokal agar survive. Karena Indonesia Timur adalah Kita!

EcoNusa yang mempunyai wilayah kerja di Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara serta Jakarta sebagai kantor pusat koordinasi ini mempunyai berbagai program pendampingan terhadap masyarakat lokal untuk mengoptimalisasikan sumber daya alam dan tata kelola yang sesuai.

Salah satu program yang sedang disosialisasikan adalah #DefendingParadise bertujuan untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai pelestarian hutan hujan tropis, ekosistem laut, perlindungan hak masyarakat adat dan pesisir di tanah Papua dan Kepulauan Makulu.

Econusa Outlook 2022 ki-ka( Bustar Maitar, Johny Kamuru, Pdt Batseba, Yuliance Zonngonau (Foto: Pribadi)
Econusa Outlook 2022 ki-ka( Bustar Maitar, Johny Kamuru, Pdt Batseba, Yuliance Zonngonau (Foto: Pribadi)

EcoNusa Foundation

Peran EcoNusa bekerja sama dengan masyarakat lokal Papua dan Kepulauan Maluku untuk melakukan pemetaan potensi sumber daya alam yang harus dipertahankan dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat setempat. Banyak hal yang membuat saya berdecak kaum dan berpikir "Apa dong peran saya agar dapat membantu saudara-saudara di Indonesia Timur dengan kapasitas saya atas masalah-masalah pelik terutama soal lahan yang terusik?"

Maka saat hadir di EcoNusa Outlook 2022 pada 10 februari 2022 di Sari Pacific Jakarta, saya tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyerap inspirasi dan mengetahui lebih dalam kegiatan EcoNusa dan masyarakat Papua dan Kepulauan Maluku di wilayah kerjanya. Jadi, saya dapat mengambil peran sebagai pembagi informasi dalam sosial media. Agar pesan penting dapat dibaca oleh semua pihak.

Selain tim EcoNusa, Bustar Maitar, CEO EcoNusa Foundation,  hadir Dr. Johny Kamuru, S.H., M.Si., Bupati Kabupaten Sorong, Pendeta Batseba Reyna Tuasela dari Gereja Protestan Indonesia di Papua dan Yulince Zonggonau, Pendamping Masyarakat Teluk Arguni, Kaimana, Provinsi Papua Barat juga hadir Bapak Sjamsul Hadi dari Kemendikbud.

Masing-masing Narasumber memberikan insight terkait isu di timur Indonesia ini dengan sudut pandang beragam. Diskusi pun terasa hidup dan memberi gambaran nyata permasalahan yangmenuntut solusi cepat.

Penguatan Sumber Daya Alam Melalui Kearifan Lokal

Paparan semua narasumber membuka mata bahwa kolaborasi sangat penting dalam mewujudkan berbagai tujuan untuk mempertahankan hutan, melestarikan sumber daya alam untuk dikelola untuk kepentingan masyarakat. Terutama dalam pengendalian perizinan pembukaan lahan perkebunan pengusaha yang berpotensi mengurangi sumber pendapatan masyarakat setempat. Karena masyarakat Papua bergantung pada hutan dan rawa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Hal ini dinyatakan langsung oleh Dr. Johny Kamuru bahwa pihaknya sudah mulai tegas dalam mengendalikan perizinan pembukaan lahan perkebunan illegal yang tidak sesuai. 

Tentu saja ini salah satu langkah kemajuan Papua dalam memperjuangkan haknya dari ketidak adilan. Dalam hal ini, EcoNusa mendukung dalam memberikan advokasi dalam menghadapi gugatan-gugatan para pengusaha yang izin usahanya dicabut di wilayah tersebut. Bahkan, EcoNusa membantu dalam penyusunan PERDA Provinsi Papua Barat No.9 Tahun 2019.

Pendeta Batseba Reyna Tuasela (Foto: Pribadi)
Pendeta Batseba Reyna Tuasela (Foto: Pribadi)

Peran pemuka agama juga sangat penting keterlibatannya dalam memengaruhi pola pikir masyarakat dalam memahami apa saja yang perlu dilakukan dalam menjaga kelestarian alam yang menjadi tumpan hidupnya agar tetap ada, subur dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Aspek-aspek pendalaman rohani yang dihubungkan dengan etika terhadap alam yang dianggap sebagai "ibu" oleh masyarakat Papua.

Pendeta Batseba Reyna Tuasela mengungkapkan jika suara pemuka agama lebih masuk dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Ketika pemerintah tidak mampu menerobos prinsip masyarakat setempat, pemuka agama akan maju dalam memberikan pemahaman. Pendeta Batseba juga menjelaskan bahwa ada tiga tungku yang menjadi acuan dalam membuat keputusan. Di antaranya pemerintah, adat dan gereja. Ketika salah satu unsur kurang memberikan solusi maka unsur yang lainnya melakukan pendekatan satu sama lain agar selaras.

Yuliance Zonggonau (Foto: Pribadi)
Yuliance Zonggonau (Foto: Pribadi)

Yulince Zonggonau, sebagai pendamping masyarakat Teluk Arguni Kaimana sedang menuju pemberdayaan pola tanaman hortikultura dan musiman agar seimbang hasilnya. Selain untuk kepentingan konsumsi pribadi juga bisa menjadi komoditi untuk dijual sehingga nilai ekonomi yang didapat value nya bertambah. Yuline mengungkapkan jika saat ini sedang berjalan upaya budidaya tanaman kopi dan pala.

Sementara Pendeta Batseba sangat terbantu oleh EcoNusa dalam mengoptimalkan potensi alam atas melimpahnya Ikan Gastor, Kakap dan Mujair yang diolah menjadi abon di wilayah Waan, Pachas dan Tanas. Dengan pengolahan ketiga jenis ikan ini, membuat masyarakat produktif dan hasilnya ada nilai ekonominya. 

Menurut Pendeta Batseba, EcoNusa dalam hal ini membantu dalam pengadaan sumber daya manusia berupa pelatih, peneliti dan pendampingannya.

Perempuan lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ini mengungkapkan kesulitan pemahaman masyarakat dalam menjalankan program-program yang disampaikan. Yulince sangat berharap banyak pihak ikut membantu dalam edukasi yang lebih massif dan berkelanjutan. Karena menurutnya, untuk memberikan edukasi yang mudah diserap oleh masyarakat setempat, perlu dilakukan berulang-ulang dengan penjelasan sangat detail.

Melibatkan Organisasi dan Pemuda Papua 

Kerja keras dalam mewujudkan sesuatu yang diharapkan memerlukan peran pihak lain juga terutama para pemuda karena jika dikerjakan oleh banyak pihak, akan lebih efektif dan sasaran yang dituju merata. EcoNusa berinisiatif mendirikan School of Eco Diplomacy (SED) yang melibatkan anak muda terpilih berusia 16-35 tahun yang mendalami isu krisis iklim, ekologi dan praktik berdiplomasi lingkungan. Dalam hal ini, para pemuda memiliki leadership yang akan mampu mengatasi masalah-masalah lingkungan yang belum terpecahkan hingga saat ini.

Untuk memperkaya Rasa Timur dalam bidang kuliner juga sangat menjadi concern karena masyarakat Papua mayoritas tinggal di kampong-kampung dengan mengandalkan pangan dari hutan. Dalam hal ini EcoNusa juga mendukung keragaman pangan hutan yang semakin terkikis karena hilangnya sebagian besar hutan. Dengan menggandeng Papua Jungle Chef School dalam upaya memperkaya ragam pangan Papua yang bahan-bahannya diperoleh dari alam raya tanpa mengubah cita rasa timur sebagai identitas budayanya.

Peran besar EcoNusa tentu memberikan dampak dalam upaya memberdayakan masyarakat lokal Indonesia Timur dan aksi ini patut menjadi inspirasi bagi semua pihak untuk bersama menjaga dan melestarikan paru-paru bumi. Karena dengan terjaganya luas penutupan hutan di Indonesia Timur akan menyumbang pada ketersediaan oksigen dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun