Pendeta Batseba Reyna Tuasela mengungkapkan jika suara pemuka agama lebih masuk dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Ketika pemerintah tidak mampu menerobos prinsip masyarakat setempat, pemuka agama akan maju dalam memberikan pemahaman. Pendeta Batseba juga menjelaskan bahwa ada tiga tungku yang menjadi acuan dalam membuat keputusan. Di antaranya pemerintah, adat dan gereja. Ketika salah satu unsur kurang memberikan solusi maka unsur yang lainnya melakukan pendekatan satu sama lain agar selaras.
Yulince Zonggonau, sebagai pendamping masyarakat Teluk Arguni Kaimana sedang menuju pemberdayaan pola tanaman hortikultura dan musiman agar seimbang hasilnya. Selain untuk kepentingan konsumsi pribadi juga bisa menjadi komoditi untuk dijual sehingga nilai ekonomi yang didapat value nya bertambah. Yuline mengungkapkan jika saat ini sedang berjalan upaya budidaya tanaman kopi dan pala.
Sementara Pendeta Batseba sangat terbantu oleh EcoNusa dalam mengoptimalkan potensi alam atas melimpahnya Ikan Gastor, Kakap dan Mujair yang diolah menjadi abon di wilayah Waan, Pachas dan Tanas. Dengan pengolahan ketiga jenis ikan ini, membuat masyarakat produktif dan hasilnya ada nilai ekonominya.Â
Menurut Pendeta Batseba, EcoNusa dalam hal ini membantu dalam pengadaan sumber daya manusia berupa pelatih, peneliti dan pendampingannya.
Perempuan lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ini mengungkapkan kesulitan pemahaman masyarakat dalam menjalankan program-program yang disampaikan. Yulince sangat berharap banyak pihak ikut membantu dalam edukasi yang lebih massif dan berkelanjutan. Karena menurutnya, untuk memberikan edukasi yang mudah diserap oleh masyarakat setempat, perlu dilakukan berulang-ulang dengan penjelasan sangat detail.
Melibatkan Organisasi dan Pemuda PapuaÂ
Kerja keras dalam mewujudkan sesuatu yang diharapkan memerlukan peran pihak lain juga terutama para pemuda karena jika dikerjakan oleh banyak pihak, akan lebih efektif dan sasaran yang dituju merata. EcoNusa berinisiatif mendirikan School of Eco Diplomacy (SED) yang melibatkan anak muda terpilih berusia 16-35 tahun yang mendalami isu krisis iklim, ekologi dan praktik berdiplomasi lingkungan. Dalam hal ini, para pemuda memiliki leadership yang akan mampu mengatasi masalah-masalah lingkungan yang belum terpecahkan hingga saat ini.
Untuk memperkaya Rasa Timur dalam bidang kuliner juga sangat menjadi concern karena masyarakat Papua mayoritas tinggal di kampong-kampung dengan mengandalkan pangan dari hutan. Dalam hal ini EcoNusa juga mendukung keragaman pangan hutan yang semakin terkikis karena hilangnya sebagian besar hutan. Dengan menggandeng Papua Jungle Chef School dalam upaya memperkaya ragam pangan Papua yang bahan-bahannya diperoleh dari alam raya tanpa mengubah cita rasa timur sebagai identitas budayanya.
Peran besar EcoNusa tentu memberikan dampak dalam upaya memberdayakan masyarakat lokal Indonesia Timur dan aksi ini patut menjadi inspirasi bagi semua pihak untuk bersama menjaga dan melestarikan paru-paru bumi. Karena dengan terjaganya luas penutupan hutan di Indonesia Timur akan menyumbang pada ketersediaan oksigen dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H