Dengan penuh optimis, tahun ini akan bisa menempuh perjalanan empat jam ke Bandung melalui Cipularang. Lalu seperti biasa, satu rombongan sirkus keluarga besar akan mendatangi rumah-rumah kerabat secara bergilir dan menyantap ketupat dengan menu sayur sop kacang merah bumbu kari buatan Tanteku lalu pulangnya dibekali tape ketan hitam satu toples. Ternyata semua ini harus saya relakan untuk kembali di-skip. Karena semakin hari, covid-19 ini bukannya mereda. Malah semakin menjadi.
Walau hati pedih dan menahan rindu keluarga hingga ubun-ubun, saya kembali menampung gelembung-gelembung logis dari pikiran kalut. Setidaknya setelah dikumpulkan, menjadi penguat hati dan keterbukaan pikiran menyikapi kondisi lebaran tanpa keluarga besar untuk kedua kalinya.
New normal bukan berarti semua kembali normal woi! Tapi ini artinya adalah kenormalan baru yang menjalankannya dengan cara berbeda. Dengan tujuan untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan tentunya. Namun masih bisa happy bersama keluarga dan tidak mengurangi makna kebersamaan seperti biasanya.
Berikut Lebaran New Normal yang sudah saya jalani tahun lalu dan akan saya jalani pada lebaran besok.
Ritual Pagi Lebaran
Tetap menjalani shalat Idul fitri walau di rumah bersama keluarga kecil. Makan bersama sambil menikmati setiap sudut rumah yang telah dibersihkan dan dirapikan sebelum lebaran tiba. Bisa juga memanfaatkan halaman rumah untuk mendapat suasana berbeda menikmati lebaran di rumah.
Nonton film keluarga atau melihat berita-berita seputar lebaran bersama sambil mengudap hidangan lebaran. Ini paling nikmat.
Silaturahmi Online Bersama Keluarga BesarÂ
Usahakan organize sebelum hari H lebaran bersama sepupu, keponakan dan kerabat lainnya untuk membuat rundown keseruan acara lebaran. Tentukan konsep acara meliputi dress code, tema, ice breaking, testimony dan berbagi pengalaman hingga door prize. Untuk door prize bisa patungan dan cari donator dari anggota keluarga yang mau menyumbang.
Seperti biasa, di acara lebaran tradisi sungkeman juga wajib ada walau secara online. Tanpa mengurangi kedalaman maknanya seperti sungkeman langsung, caranya adalah memperkuat narasi secara verbal dan gunakan bahasa tubuh ketika sungkem. Kalau mau nangis ya nangis saja. Mau puitis boleh, mau drama juga gak masalah. Yang penting semua ungkapan dari hati tersampaikan.
Setelah sungkeman, makan bareng walau di tempat masing-masing. Setelahnya acara bebas sambil main games atau kuis-kuisan. Jangan lupa untuk berbagi cerita dan pengalaman seru. Pasti aka nada cerita gentian yang akan saling mewarnai jalannya silaturahmi online ini.
Hantaran Untuk Keluarga
Pandemi memudahkan sebenarnya, dengan sistem semua serba online, kiriman makanan, sembako, uang dan bingkisan lebaran masih bisa sampai ke orang tua atau kerabat. Begitu banyak marketplace yang menyediakan keperluan lebaran yang bisa dikirim sesuai lokasi yang kita inginkan dan dengan menjentikkan jari di smartphone saja, kita sudah bisa mengirimkan uang juga untuk orang-orang yang kita kasihi dan sayangi. Banyak cara untuk mewakili kehadiran kita kepada orang-orang tersayang nun jauh di sana.
Tak kalah seru, tak kalah memuaskan dan tak kalah memberikan kebahagiaan walau jarak jauh dan dengan cara yang berbeda. Yang penting kita selamat dan keluarga juga selamat dari paparan covid-19 yang siapa tahu kita yang membawanya karena tanpa gejala.
Memaknai Lebaran Dengan Ridho Allah SWT
Senang sekali saya berkesempatan mengisi acara "Kata Netizen" di KompasTV pada 6 Mei 2021 bersama Bapak Mohammad Ramdhan Pomanto, Wali Kota Makassar dan Pendakwah Habib Husein Jaffar Al-Hadar dalam satu jam perbincangan yang dipandu oleh host yang asyik dan interaktif membuat satu jam tidak cukup untuk berdiskusi.
Tema obrolan tentang Lebaran Tiba Pandemi Masih Ada ini membuat isi hati kami bertiga tersampaikan karena gemas melihat realita masyarakat kebanyakan yang belum menyadari pentingnya menjaga protokol kesehatan terutama menjelang lebaran ini banyak masyarakat yang memadati pusat perbelanjaan. Seperti yang viral baru-baru ini di Tanah Abang dan salah satu mall besar di Makassar. Tentu saja ini akan menjadi cluster-cluster baru pemicu ledakan covid-19 yang entah kapan akan berakhir. Karena ulah sebagian masyarakat yang tidak peduli dan tidak mau tahu kalau covid-19 itu ada.
Menarik soal ini, Habib Husein menjelaskan bahwa saat lebaran itu bukan soal beli baju baru, makan makanan lezat lalu berkumpul. Sebelum pandemi pun ada baiknya apa adanya saja jika tidak mampu. Pada saat lebaran pakai baju bersih, tetap terhubung dengan keluarga dan saling memberi dengan kasih saying. Tanpa baju baru, tak akan mengurangi keimanan walau kata Habib, soal baju baru disunahkan. Tapi kembali lagi kepada keadaan yang harus disikapi dengan bijak.
Habib membahas soal makna lebaran yang harus membawa rahmat dan berkah bukan bencana. Karena menurutnya, jika kita memaksakan mudik dengan tujuan menuntaskan rasa rindu dan menunjukkan bakti pada orang tua, alih-alih tercapai semua niat baik itu, malahan membawa bencana karena virus yang dibawanya dari perjalanan atau bawaan sejak dari rumah, malah menularkan. Habib juga menekankan bahwa memaksakan diri mudik ada potensi menjadi pembunuh secara tidak langsung. Karena selama ini kita merasa baik-baik saja. Namun di balik semua itu, kita justru yang berpotensi menularkan.
Perlu kita ketahui juga bahwa kekuatan imun setiap orang berbeda, tidak patut dibandingkan bagi yang kuat dan tidak. Yang pasti, semua pihak harus mempunyai acuan untuk lebih mawas diri.
Habib memberikan pencerahan masalah protokol kesehatan yang wajib dijalankan saat ini sebagai salah satu poin diterimanya keimanan seseorang. Karena jika kita memaksakan ego dengan tetap berbelanja di kerumunan, berkumpul tanpa menjaga jarak, ini berarti kita sudah berpotensi mengganggu kesehatan orang lain. Padahal kita harus saling menjaga. Ketika kita tidak menjalankan protokol kesehatan, artinya kita tidak memedulikan keselamatan orang lain.
Terkait pandemi, Habib mengingatkan kita pada zaman Sayyidina Umar Bin Khattab sahabat Rasulullah SAW saat memasuki Kota Syam atau sekarang Suriah di mana di sana sedang terjadi pandemi. Sayyidina Umar memutuskan untuk kembali dan tidak jadi memasuki kota tersebut serta menarik pasukannya. Artinya, sekalipun Sayyidina Umar pemberani tetapi ketika ada pandemi beliau menghindarinya demi keselamatan dirinya dan banyak orang. Iman Sayyidina Umar tidak diragukan lagi dan diprediksi masuk surga oleh Rasulullah SAW. Dari kejadian ini kita dapat pesan moral bahwa sekuat dan sepintar apapun kita, jika ada sesuatu yang berpotensi merugikan banyak orang, mencelakakan orang bahkan dirinya, sebaiknya dihindari sebagai upaya menghindari banyak penularan.
Dalam kesempatan ini juga Bapak Mohammad Ramdhan Pomanto, memberikan arahan untuk warga di mana pun untuk selalu aware dengan kemanan diri dan mengajak juga untuk semua pemangku kepentingan unuk tidak bosan sosialisasikan protokol kesehatan agar kesadaran masyarakat meningkat dan rantai penyebaran virus covid-19 ini dapat diputuskan.
Kesimpulannya, besok lebaran kita bikin happy di rumah masing-masing. Jika masih ada yang kurang-kurang bisa dibeli melalui online dan kita bisa memanfaatkan teknologi untuk menjalani lebaran tanpa mengurangi makna yang utamanya. Dengan kebiasaan baru dan cara yang baru. Demi kebaikan bersama. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H