Rasa semangat saya ikut menggelora saat membaca buku perjalanan pejuang Wanita Indonesia perkasa dan bersahaja "Supeni Wanita Utusan Negara" yang ditulis oleh Paul Tista. Apalagi di Halaman 77 yang membahas bahwa Ibu Supeni banyak diandalkan untuk dimintai pendapat oleh kepala negara lain terkait urusan negaranya. Salah satunya soal nasionalisasi Terusan Suez, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser mengundangnya secara khusus untuk diberi pandangan terkait masalah ini.
Banyak tokoh perempuan berprestasi dan punya kontribusi terhadap kepentingan bangsa di kancah internasional. Khususnya di saat Indonesia baru merdeka. Yang mengabarkan bahwa Indonesia itu ada ke negara lain dan siap membuka hubungan baik secara politik, ekonomi, sosial dan lain-lain.
Tanpa perjuangannya, Indonesia tak akan dikenal baik. Sungguh beruntung saya mendapat kabar dari Mba Shinta Bubu melaui Buku "Supeni Wanita Utusan Negara" bahwa dulu, sebelum era nya penugasan diplomat, atase dan lain-lain di luar negeri, ternyata ada duta besar keliling yang diemban oleh eyangnya. Jadi, tak bertugas ngantor di negara tersebut tapi secara pengerjaan tugas tetap sama. Beliau adalah Ibu Supeni. Salah satu tokoh Perempuan Indonesia yang berhasil dalam perjuangan diplomatisnya ke pihak luar negeri untuk kepentingan Indonesia.
Tak banyak yang mengangkat, jasa Perempuan kelahiran Tuban Jawa Timur pada 17 Agustus 1917 ini. Padahal yang mensukseskan kehadiran para delegasi di KTT Non Blok Asia Afrika dan KTT Beograd salah satunya berkat sikap diplomasi dan pendekatan Ibu Supeni secara langsung mengundang para kepala negara yang menjadi anggotanya. Kelembutan Ibu Supeni yang lebih mengedepankan sikap keibuan yang sabar namun rasional, mampu meredamkan suasana konferensi yang kadang diwarnai perdebatan sengit.
Bahkan di KTT Non Blok II di Kairo, Negara India yang diwakili keponakan Jawaharlal Nehru menyampaikan pesan dari pamannya bahwa tidak setuju untuk menerima Negara Aljazair yang belum merdeka penuh untuk diikutsertakan sebagai peserta KTT, mengakibatkan konferensi tertunda. Karena jika ada perwakilan negara yang tidak setuju, konferensi tidak dapat dilaksanakan walau hanya satu negara yang tidak setuju.
Lagi-lagi, Ibu Supenilah yang memberi solusi untuk komunikasi dengan Jawaharlal Nehru agar menyetujui Aljazair menjadi salah satu peserta KTT tersebut. Konferensi pun berjalan dengan lancar diketuai oleh Ibu Supeni yang seharusnya oleh Menteri Luar Negeri Mesir yang sedang berhalangan.
Perkasanya lagi, wanita Indonesia di kancah dunia, saat Ibu Supeni ditugaskan memimpin delegasi Indonesia ke Inter Parlementiary Union (IPU) pada 1957 di London. Beliau sangat memanfaatkan waktu yang hanya 15 menit untuk berbicara di podium. Sesuai pesan dari Indonesia, jangan sampai lupa untuk membahas soal Irian Barat yang belum juga terselesaikan karena masih diduduki Belanda.
Di tengah pidatonya, Ibu Supeni mendapat teriakan dari salah satu peserta yang duduk di tribun umum. Yang mengatakan "Indonesia sudah menjajah Maluku sekarang Irian Barat pula dijajahnya" namun teriakan itu tak dihiraukannya hingga beliau selesai pidato. Lalu Ibu Supeni memohon izin kepada ketua siding untuk menjawab teriakan tadi. Karena ketua siding tidak mengizinkan, Ibu Supeni memaksa karena bisa bahaya kalau opini semua delegasi di konferensi ini akan memandang buruk terhadap Indonesia. Karena banyak yang belum memahami masalahnya.
Karena perdebatan ini, hadirin mendukung Ibu Supeni dengan tepuk tangan gemuruh dari berbagai penjuru ruangan. Hal ini mengakibatkan perhatian pers dan beberapa delegasi. Hasilnya, permasalahan Irian Barat ini tersebar beritanya padahal sebelumnya semua negara Barat memihak Belanda dan black out semua berita tentang Irian Barat yang sumbernya dari Orang Indonesia. Tapi kali ini berita itu leluasa tersebar.
The Irian LadyÂ
Persoalan Irian Barat semakin menemukan titik temu, berkat dukungan peserta di KTT Non Blok Asia Afrika juga. Sampai utusan Filipina, Senator Emmanuel Pelaez mendatangi Ibu Supeni usai di Inter Parlementiary Union, Pelaez berjanji mau membantu mengangkat persoalan Irian Barat di Sidang Umum PBB. Tadinya Filipina tidak mendukung Indonesia.
Sampai pada klimaksnya perebutan Irian Barat, Ibu Supeni terus berkomunikasi dengan Pelaez karena Filipina dijadikan pangkalan udara militer Amerika  yang menjaga Irian untuk dukungannya terhadap Belanda. Berkat negosiasi ini, Filipina pun melunak. Jadi, persenjataan dan semua perlengkapan perang dapat sampai di Irian Barat tanpa  ada yang menghadang dari pasukan Amerika melalui pangkalan udara Filipina.
Irian Barat yang diperjuangkan sejak 1950 akhirnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi pada 1 Mei 1963 melalui pesetujuan dari Dewan Keamanan PBB yang ditandatangani pada 16 agustus 1962. Ibu Peni lega hati sebab walau merasa kecil namun andilnya sangat besar terutama saat gigih memperjuangkan Irian Barat di KTT Non Blok Asia Afrika pada 1955 dan perdebatannya melawan pengacau saat pidato mengangkat isu Irian Barat di London. Hingga Beliau dijuluki The Irian Lady.
Tahun 1960 Presiden Sukarno mengangkat Ibu Supeni menjadi Duta Besar RI untuk Amerika dan bertempat di Washington, menjelang keberangkatannya ada pembatalan justr dari Departemen Luar Negeri RI sendiri. Mencegat Ibu Supeni supaya tidak jadi. Padahal pihak Amerika sudah menyetujui. Akhirnya, Ibu Supeni ditugaskan menjadi Duta Besar Keliling oleh Presiden Sukarno karena kondisi untuk memperbaiki hubungan dengan beberapa negara khususnya Amerika sangat diperlukan cepat. Dan semakin berperannya percaturan politik Indonesia di mata dunia saat itu.
Peran besar Indonesia terhadap Politik Luar negerinya saat itu adalah menyelenggarakan berbagai konferensi tingkat tinggi Asia Afrika, seperti Gerakan Non Blok, Games Of The New Emerging Forces (Ganefo) dan masalah Irian Barat yang setiap tahun menjadi agenda pembicaraan di siding umum PBB.
Melihat hal ini, Ibu Supeni bersedia dan menjalankan tugasnya hingga 1966. Negara terakhir yang dikunjungi dalam memenuhi tugasnya sebagai Duta Besar Keliling adalah Filipina dan Kamboja.
Ikut Pergerakan Sejak Belia
Ibu Supeni terasah kecerdasan berpolitiknya ternyata sudah berpengalaman sejak usia 14 tahun. Â Sudah aktif menjadi Ketua Keputrian Indonesia Muda (KIM) di masa penjajahan Belanda, dilanjut di masa penjajahan Jepang pada organisasi Fujinkai diteruskan dengan PERWARI dan KOWANI setelah Indonesia merdeka. Â
Menarik bagi saya menuliskan sosok Ibu Supeni, takjub dengan kipah Wanita Indonesia di era penjajahan ada yang menyumbang banyak peran untuk mendapatkan kemerdekaan dan punya andil besar mengenalkan Indonesia ke dunia.
Selain mengikuti pergerakan dalam berbagai organisasi perempuan, Ibu Supeni juga aktif di Partan Nasional Indonesia dan cukup loyal. Ibu Supeni tutup usia pada 25 Juni 2004 di usianya yang ke-86 tahun.
Dari Buku ini, saya merasa terpacu juga untuk lebih berkontribusi terhadap bangsa walau bukan menjadi politisi atau duta besar keliling seperti Ibu Supeni tapi dengan apa yang saya bisa dan kapasitas yang saya mampu. Terima kasih Ibu Supeni sangat memberikan semangat dan inspirasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H