Mohon tunggu...
Ani Berta
Ani Berta Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger

Blogger, Communication Practitioner, Content Writer, Accounting, Jazz and coffee lover, And also a mother who crazy in love to read and write.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Buzzer Politik Sebaiknya Bersikap Elegan!

5 Februari 2019   13:55 Diperbarui: 7 Februari 2019   13:52 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Anggota Legislatif, serta Pemilihan Presiden, sekarang eranya sosial media. Pengguna gadget dan internet di Indonesia pada 2017 saja sudah mencapai 143 Juta orang (Menurut data Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia per 2018).

Artinya, hampir setengahnya dari total penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet. Sangat wajar menjelang pilkada, pileg, dan pilpres semua tim sukses pasangan calon berlomba-lomba syiarkan program-program unggulannya melalui sosial media (Blog, Facebook, Twitter, Instagram, dan lain sebagainya).

Ditambah dengan bantuan para simpatisan sukarela (sukarelawan) dan pasukan buzzer (pengguna sosial media aktif yang membantu menyuarakan atau kampanyekan sesuatu melalui akun pribadinya yang dikoordinir oleh pemberi job) membuat keriuhan semakin menjadi.

Antarkubu saling sahut, saling lawan, saling bela, dan saling menanggapi apa yang dibagikan. Kadang, artikel dan status posting tak seseru komentar-komentarnya. Banyak akhirnya komentar provokatif menjadi sumber keributan.

Pekerjaan buzzer politik jika sesuai fungsinya, tentu sangat baik karena buzzer politik membantu pemerintah menjadi corong informasi bagi masyarakat terkait berbagai program yang tercantum dalam visi misi, kegiatan positif bersama masyarakat dan mengajak berperan aktif untuk mendukung pilihannya.

Biasanya, buzzer politik ini ada koordinator atau PIC yang memimpinnya serta mempunyai beberapa tim untuk memberikan briefing kepada buzzer terkait materi kampanye yang akan disebarkan.

Koordinator akan memberikan arahan do's and dont saat berkampanye di sosial media. Bertujuan agar pekerjaan buzzer terarah dengan baik, tidak melenceng dari ketentuan dan tidak berbuat sesuatu yang akan menjadi boomerang.

Banyaknya buzzer yang terlibat, dengan berbagai latar belakang, berbagai prinsip dan pemikiran, beda sudut pandang, beda penguasaan emosi, dan beda idealisme membuat buzzer susah diarahkan dalam satu persepsi. Ada yang sesuai di koridornya, untuk berkampanye putih dan fokus pada program, ada juga yang mengedepankan emosi serta di luar kontrol.

Sikap buzzer yang berlebihan dan di luar kontrol inilah yang berpotensi menjadi boomerang  bagi pihak yang diusungnya. Bukannya mendulang simpati masyarakat namun malah sebaliknya. Masyarakat kini sudah lebih cerdas. Bisa menganalisis dan tahu mana yang benar-benar punya komitmen.

Keriuhan ini sedang terjadi sekarang. Jika teman-teman membuka twitter, coba lihat di kolom trending topic. Setiap hari pasti ada hashtag-hashtag bertema politik yang ada di urutan atas.

Bisa disaksikan bagaimana keseruannya antarwarganet bersahutan bahkan saling caci dan menjelekkan lawan masing-masing. Yang riuh tersebut campuran antara masyarakat yang murni mendukung dan yang hanya ikut-ikutan saja dengan beberapa pertimbangan.

Dalam hal ini, semestinya buzzer politik berfungsi sebagai pelurus dari keriuhan yang disebabkan pemberian informasi yang salah. Buzzer bisa membantu tim sukses untuk memberikan klarifikasi berdasarkan data yang valid. Bukan ikut merusuh dengan menjadi kompor.

Saya yakin, pihak pemberi job dan koordinator masing-masing kubu tak ada yang memberikan brief "harus menjelekkan lawan". Kemungkinan jika ada yang menjelekkan lawan, itu biasanya di luar pengawasan koordinator.

Saya pernah menjadi buzzer politik sejak 2012 saat pilgub DKI dan 2014 saat Pilpres. Namun untuk tahun ini, saya tidak mengambil pekerjaan menjadi buzzer politik. Alasannya banyak pertimbangan yang tak bisa saya ceritakan.

Namun saya ingin berbagi tips menjadi buzzer politik yang elegan dari pengalaman saya, sebagai berikut:

Taat pada Brief
Saya yakin, setiap pemberi job tak akan ada yang memberikan briefing bahwa di buzzer harus kasar dan memojokkan lawan. Kecuali utuk adu program dan mengungkap fakta lawan sesuai data yang kuat dan valid, masih oke. Sekali lagi, harus sesuai data yang kuat.

Fokus pada Program dan Kegiatan Paslon
Menebarkan hal-hal positif yang dipunyai masing-masing paslon, seperti kegiatan, program, visi misi dan sikap kolaboratif paslon dengan semua pihak yang kita sampaikan di sosmed akan lebih ngefek mendulang simpati masyarakat dibanding dengan menyuarakan keburukan lawan.  

Tahu, Paham, Menguasai Materi yang Dibicarakan
Banyak buzzer yang banyak-banyakan nge-tweet atau berbicara di semua lini akun sosial media, tapi hanya menuliskan sesuai informasi dari "katanya-katanya" yang digoreng sendiri tanpa konfirmasi data atau fakta. Bahkan ada yang tak memahami apa yang dia bicarakan.

Jadi, menjadi buzzer politik juga musti banyak baca, ngobrol dengan narasumber kompeten, terjun ke lapangan untuk mengais informasi aktual dan belajar politik walau cuma dasarnya. Jadi, tidak asbun.

Mau Memberi Masukan pada Koordinator
Jika materi yang menjadi bahan ada keganjilan atau sesuatu yang tak sesuai dengan norma, jangan takut untuk memberi masukan membangun pada koordinator. Koordinator malah akan senang jika masukan tersebut disertai alasan kuat. Jangan lupa, untuk saling mengingatkan juga ke sesama buzzer.

Meluruskan, Bukan Memutarbalikan Fakta
Jika ada kesalahan di pihak paslon yang kita dukung, sebaiknya diluruskan dengan menginformasikan langkah perbaikan yang sudah dilakukan, jangan sesekali memutarbalikkan fakta yang tidak rasional dengan maksud ingin membela.

Sebaiknya bela dengan bantu meluruskan sesuai data juga. Jika tak mendapat informasi terkait jawaban yang dibutuhkan, silakan koordinasi dengan PIC atau meminta bahan dan data yang lebih kuat lagi.

Tidak Mencela pada yang Berbeda Pendapat
Jika ada yang berbeda pendapat, tak perlu juga buzzer memaksakan pendapatnya yag harus diterima orang lain, mengusung demokrasi berarti menghormati pendapat orang lain dalam konteks dan porsi yang wajar.

Tetap Santun dan Mampu Mengendalikan Emosi
Saat menjawab pertanyaan yang kurang berkenan sekalipun, jika belum apa-apa sudah emosi, pihak lawan akan kesenangan dan terus memojokkan. Jika sudah keterlaluan walau sudah dijawab, cuekin saja. Karena kalau ditanggap sama saja dengan ngasih panggung buatnya.

Semangat dan berapi-api boleh, mengunggulkan program harus, membanggakan masing-masing paslon juga oke, yang perlu diingat adalah tetap white campaign. Karena setiap buzzer, apalagi jika buzzer ini adalah seorang blogger, akan punya portfolio dan jejak digital jangka panjangnya.

Era sekarang jejak digital bisa berfungsi sebagai rujukan Riwayat Hidup, penunjang Surat Keterangan Berkelakuan Baik dan menjadi pertimbangan-pertimbangan lainnya dalam suatu urusan kelak.

Membela yang kita anggap baik harus dengan cara baik pula, bukan? Selamat berpesta demokrasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun