BLUSUKAN MENGAPA HARUS DIHUJAT?
BLUSUKAN ITU UNTUK Â MELIHAT Â KEADAAN Â YANG SEBENARNYA Â DAN Â SEKALIGUS Â SEBAGAI SHOCK THERAPY BAGI BAWAHAN ATAU WILAYAH KERJA YANG TERKAIT.
Mengamati para pengamat Jokowi, terasa aneh, para pengamat tersebut seperti orang sakit jiwa. Sebagai contoh Nurul Arifin. Seperti yang ditulis Tempo, Politikus Partai Golkar Nurul Arifin mengatakan gayablusukanMenteri di pemerintahan Presiden Joko Widodo tak mesti berkorelasi dengan produktivitas kerja. Nurul menegaskanblusukanatau turun ke bawah bisa juga dimaknai sebagai pencitraan. "Saya ingin muntah lihat pejabat yang seringblusukan," kata Nurul di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 November 2014.
Pernyataan Nurul ini, seperti mencari gara-gara. Menteri Jokowi kan tidak menyuruh si Nurul untuk melihat blusukannya, mengapa si Nurul itu melihatnya dan mengkomentarinya, itu namanya cari gara-gara. Nurul mengawasi individu para Menteri atau mengawasi kerja para Menteri? Â Komentar Nurul ini seperti adanya ketidaksenangan secara pribadi kepada Jokowi dan Pembantunya.
Kalau semua politikus  seperti Nurul ini, kacau dunia perpolitikan Indonesia. Semua suka-suka mengkomentari walau bukan kaplingnya.
emudian Din Syamsuddin Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah juga mengatakan Menteri Tak Usah Banyak Blusukan, Apalagi Lompat Pagar. Lebih lanjut dikatakan  Din Syamsuddin, "Kabinet ini benar-benar hebat, langsung bekerja, langsung  blusukan. Tapi kalau boleh saran, nggak usah blusukan terlalu banyak,""Nggak usah over acting, apalagi sampai lompat pagar. Kalau di luar negeri, itu melanggar aturan. Jangan mempertontonkan perilaku yang tak baik. Yang terpenting adalah bekerja, nggak usah terlalu banyak blusukan."
Contoh Kerja Menteri Tidak Blusukan
Mengapa Menteri blusukan dihujat? Menteri itu seharusnya lebih banyak mengadakan blusukan, daripada bekerja di belakang meja. Kalau blusukan dia akan mengetahui masalah yang sebenarnya dengan demikian dia bisa mengambil keputusan yang tepat. Kalau bekerja di belakang meja dia tidak bisa mengetahui kondisi yang sebenarnya, kalau ada laporan kepadanya, bisa saja laporan itu dibuat oleh bawahannya laporan asal bapak senang. Kalau diambil keputusan berdasarkan laporan asal bapak senang ini, keputusan yang diambil lebih banyak salahnya dari pada benarnya.
Contoh Menteri yang tidak pernah blusukan ini adalah pengkaplingan hutan oleh Menteri Kehutanan yang lalu (MS.Kaban). Mereka hanya mengkapling-kapling hutan Indonesia dari belakang mejanya.  Contohnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK 44/Menhut-II/2005 Tentang penunjukan kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara.SK Menhut nomor 44 tahun 2005 membuat program pembangunan mandeg, terutama soal tanah yang awalnya tidak bermasalah menjadi bermasalah setelah terbitnya SK Menhut ini.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan ini mengakibatkan banyak desa, banyak tanah ulayat (adat) di Sumatera Utara  dimasukkan ke dalam hutan lindung. Padahal desa dan tanah ulayat itu, sudah ada, sudah ditempati dan sudah diusahai sebelum negara Indonesia terbentuk, Sebagai contoh berdasarkan SK Menhut ini, menyebabkan 75 dari 262 desa yang tersebar di Kabupaten Karo berada di kawasan hutan lindung dengan luas areal 128.820 ha. Belum lagi di daerah lain seperti Kabupaten Samosir dan daerah lainnya.
Setelah diuji materilkan ke Mahkamah Agung akhirnya melalui keputusan Mahkamah Agung nomor 47/P/HUM/2011 tanggal 23 Desember 2013 membatalkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK 44/Menhut-II/2005
Demikian juga pemberian izin perkebunan, luas lahan yang diberikan ditentukan dari belakang meja, akibatnya banyak rumah penduduk dan tanah penduduk dikapling oleh perusahaan perkebunan. Akhirnya terjadilah konflik antara penduduk dengan persuhaan perkebunan yang ada.
Keputusan Menteri seharusnya menjadi soslusi bagi masalah pertanahan, ternyata keputusan Menteri menjadi bagian dari masalah.
Maka membuat  keputusan dari belakang meja jelas tidak benar. Beginilah kalau Menteri tidak turun kelapangan meninjau (bluusukan) dan hanya memetakan masalah dari belakang mejanya berdasarkan laporan asal bapak senang saja.
Kemudian  blusukan itu sebagai shock therapy kepada bawahan atau intansi  yang terkait dalam wilayah bidang kerjanya, agar  lembaga yang terkait dengan bidang kerja  menjadi  benar. Jadi melarang atau menghujat  Menteri blusukan, adalah tindakan yang tidak benar. Boleh jadi orang yang menghujat Menteri blusukan itu punya tujuan lain, misalnya punya  usaha di bidang kerja Menteri dari yang blusukan tersebut, mereka yang menghujat  Menteri blusukan takut kerja usahanya yang tidak benar, ketahuan. Atau takut populer karena di Pileg berikutnya bisa terpilih jadi anggota legsilatif sementara orang yang mengkritiknya merasa tersaingin pada pileg berikutnya.
Maka seharusnya seperempat atau sepertiga masa kerja Menteri setiap tahun digunakan untuk blusukan.
Cara Berpikir Penghujat Yang Aneh
Jadi mengapa Presiden atau Para Pembantunya (Menteri) dihujat ketika blusukan? Aneh saya lihat cara berpikir dari orang yang menghujat Presiden atau Para Pembantunya (Menteri) blusukan. Mereka menderita sakit jiwa atau berpikir atau mengkritik tanpa mempertimbangkan baik buruk dari yang dia kritik atau asbun (asal bunyi) saja?. Pokoknya citraan pekerjaan seseorang di dekonstruksi saja, walau pekerjaan seseorang itu baik dan benar. Maka aneh bila blusukan dihujat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H