Mohon tunggu...
BPOM RI
BPOM RI Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

RCA (Read-Confirmation-Action), Langkah Bijak Hadapi Hoaks

17 Agustus 2018   17:02 Diperbarui: 17 Agustus 2018   17:06 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hoaks (hoax) menurut KBBI berarti berita bohong, sementara Wikipedia mencantumkan definisi hoaks sebagai pemberitaan palsu yakni informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya, dan hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, maupun April Mop, atau juga bilang sayang tapi ga segera dihalalin.

Penelitian tahun 2017 yang dilakukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) terhadap 1000 berita hoaks yang beredar sejak Februari 2016 -- Februari 2017, 27%-nya adalah hoaks yang berkaitan dengan kesehatan, disusul dengan berita politik dan hiburan. Penyebaran hoaks saat ini juga difasilitasi oleh keberadaan platform media sosial (Twitter, Facebook, Instagram, dll) dan juga grup pesan daring, seperti Whatsapp Group (WAG), Telegram, dan semacamnya. 

Umumnya berita hoaks diawali dengan kalimat, 'meneruskan dari grup sebelah (ga pernah tau sebelah mana atau sebelah siapa)' dan semacamnya. Tak lupa juga kadang diakhiri dengan salam kalimat, 'sebarkan ya, jangan berhenti di kamu'. 

Dan di beberapa grup juga ada penambahan petuah bijak, 'menyebarkan berita ini sama dengan menyebarkan kebaikan' atau 'bayangkan berapa banyak orang terselamatkan dengan tersebarnya berita ini'. Ironis ya..ketika seharusnya yang disebarkan adalah pesan kebaikan, ini malah pesan kebohongan..

Berita bohong tentang obat dan makanan juga tidak kalah serunya. Cara mudah menghitung jumlah tema hoaks adalah dengan menghitung jumlah klarifikasi yang tayang di website BPOM. Karena kolom klarifikasi Badan POM di website bertujuan untuk mengcounter hoaks seputar komoditi yang diawasi BPOM. 

Sejak Januari sampai dengan Juli 2018, ada 17 klarifikasi BPOM yang tayang, berarti setiap bulan rata-rata 2-3 hoaks yang diperangi. Luar biasa!! Untuk menerbitkan 1 klarifikasi saja, pastinya melewati proses yang tidak mudah kan? Bukan sekedar bilang, 'ah, itu hoaks' atau 'wah, gabener itu', tapi ada proses cek ricek, reviu, koordinasi dan seterusnya. 

Nah, masalahnya, netizen -yang pinter dan tidak pernah salah itu- umumnya lebih percaya isu yang viral tanpa perlu repot-repot mencari kebenaran beritanya. Contohnya, ketika hoaks tentang obat bebas yang masih beredar meski ijin edarnya sudah dicabut.

dokpri
dokpri
Bulan lalu, saya mendapat pertanyaan di WAG orang tua murid sebuah SD di Bekasi, tentang isu seperti gambar di atas itu. Bagi orang yang paham bahwa Kepala BPOM saat ini (tanpa mengurangi rasa hormat) sudah bukan lagi Bapak Sampurno, maka mudah untuk tau bahwa info itu hoaks. Begitu pula ketika kabar tentang bahayanya air kemasan yang ditinggal di dalam mobil, karena menyebabkan kanker.

dokpri
dokpri
Untuk menambah dahsyat efek hoaks, dalam isunya dilengkapi dengan penjelasan hasil riset dari sebuah lembaga penelitian internasional seperti tercantum dalam berita di Tribunnews tanggal 5 Mei 2016. Meskipun BPOM telah melakukan klarifikasi melalui website dan akun media sosial resminya, namun isu tersebut tidak serta merta akan hilang sama sekali. Jadi upaya menangkal hoaks ini perlu strategi jangka panjang dan berkesinambungan (tsaaahhh..)

Sebagai masyarakat yang mudah terpapar hoaks, maka yang bisa kita lakukan adalah bersikap bijak dalam menerima setiap isu yang sedang viral. Menurut saya, bijak dalam hadapi hoaks dapat dilakukan dengan metode RCA (Read-Confirm-Action), apa itu? Berikut penjelasannya :

1. Read

Dalam agama Islam, ayat Al Quran yang turun pertama adalah 'Iqra', bacalah!

Pada konteks hoaks, ada saran untuk tidak membaca hoaks, tapi biasanya kalau dilarang justru reaksi yang muncul adalah penasaran. Jadi, hoaks yang beredar justru harus dibaca, tapi dengan tenang, teliti dan waspada. Umumnya hoaks memancing efek spontan, sehingga ilustrasi yang digunakan juga bombastis. Maka penting sekali untuk membaca hoaks dengan tenang, rileks, kalau perlu sambil ngopi..

2. Confirm

Setelah membaca, tidak perlu langsung bereaksi impulsif dan emosional, apalagi jika kita tau bahwa itu hoaks, tidak usah marah, kesal, atau bahkan banting hape..jangan!!! Yang perlu dilakukan adalah lakukan konfirmasi atau tabayyun, bahkan Menkominfo juga menyarankan kita untuk biasakan melakukan tabayyun dalam menyikapi hoaks.  

Langkah yang bisa dilakukan misalnya dengan cek ricek isi berita dengan situs yang kredibel untuk tema sejenis. Misalnya, isu obat atau makanan, ya cek di website BPOM. Jika perlu, hubungi pelayanan publik yang terkait dengan pengaduan atau layanan konsumen yang tersedia. Langkah mudah lainnya adalah dengan menjadi follower akun resmi pemerintah atau lembaga terkait.

3. Action

Langkah berikutnya adalah aksi, bukan dengan ikut menyebarkan isu hoaks karena pengen tenar dan masuk surga, tapi justru dengan menghentikan penyebaran berita itu. Aksi lain juga bisa dengan menumbuhkan kebiasaan membaca hingga tuntas dan membaca dari beberapa sumber ilmiah dan terpercaya. Oh iya, belakangan juga ada grup anti hoaks lho, bisa juga diikuti dan dijadikan rujukan untuk memilah informasi yang sedang viral.

Strategi melawan hoaks yang bersifat jangka panjang dan berkesinambungan ini sebaiknya juga berlaku dua arah, so, perlu juga ada peningkatan dari sisi BPOM sebagai regulator. 

Upaya BPOM dalam beberapa waktu terakhir layak mendapat apresiasi, seperti website yang lebih user-friendly dan medsos yang informatif. Namun, setidaknya ada 2 poin yang perlu dilakukan juga untuk meminimalisir efek hoaks, saya pakai istilah BranKas (Branding dan Kompak Selalu), begini uraiannya :

1. Branding

Menurut saya, BPOM perlu terus meningkatkan upaya untuk branding, terkait capaian kinerja, dan juga visi misinya. Hal ini berguna untuk mengikis opini bahwa BPOM tidak bekerja. Selain itu dengan branding, akan membantu peningkatan literasi informasi masyarakat. Untuk mengukur cakupan informasi, simpelnya bisa pakai indikator jumlah follower dan follower engagement. 

Follower akun Instagram @bpom_ri saat ini adalah 41.1 k, sedangkan akun twitter @BPOM_RI sebanyak 22.5 k, dan interaksi dengan follower belum begitu aktif. Maka perlu dilakukan langkah yang lebih efektif untuk meningkatkan jumlah follower, utamanya yang aktif sehingga penyampaian informasi bisa lebih luas dampaknya.

2. Kompak Selalu

Langkah kedua yang juga krusial adalah kekompakan dari BPOM, mulai dari pimpinan hingga ke jajaran terbawah. Kompak disini maksudnya kompak dalam melawan hoaks. 

Mungkin bisa dibentuk  pasukan khusus anti hoaks, yang secara proaktif merespon isu hoaks yang sedang viral. 

Dan ketika sudah siap materi klarifikasi hoaks, pasukan ini yang memberi komando bagi semua jajaran BPOM untuk ikut menyebarkan klarifikasi itu di semua medsos yang dipunya. Jadi, dalam era viralisasi (halah) sekarang ini, isu viral dibalas dengan viral juga. Begitulah kira-kira.

Jadi, mari menjadi smart people dalam era yang serba smart sekarang ini. HOAKS? Kardusin aja!!!

Retty D Handayani - BBPOM di Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun