Wi-Fi dapat didefinisikan sebagai sistem perangkat penghubung nirkabel yang menggunakan gelombang radio, yang menghubungkan koneksi antar perangkat tanpa kabel yang praktis atau tanpa perlu menghadapkan satu sama lain.Â
Perkembangan masif Wi-Fi ini berlangsung hingga saat ini. Hal ini dikarenakan Wi-Fi merupakan media atau fasilitas terhubungnya perangkat elektronik ke internet. Hampir setiap rumah di dapat dipastikan mempunyai layanan jaringan Wi-Fi dari beragam provider Wi-Fi di Indonesia.Â
Didukung dengan data dari We Are Social, pengguna internet di Indonesia tahun 2023 mencapai 213 juta pengguna atau 77% dari warga Indonesia telah aktif menggunakan internet.
Hadirnya Wi-Fi dalam tatanan kehidupan masyarakat membawa berbagai dampak positif hingga negatif. Salah satu dampak negatif yang timbul adalah terjadinya tindak pidana yang kaitannya dengan Wi-Fi.Â
Sebagai salah satu bagian dari tekologi informasi, memungkinkan bagi Wi-Fi menjadi objek atau sarana yang digunakan oleh oknum-oknum untuk melancarkan mens rea atau niat jahatnya. Peritiwa yang sering terjadi adalah pencurian Wi-Fi atau penggunaan Wi-Fi tanpa izin dari pemilik Wi-Fi itu sendiri.Â
Tidak seperti pencurian terhadap benda berwujud seperti uang atau kendaraan, pencurian Wi-Fi ini diwujudkan dengan penggunaan layanan internet milik orang lain tanpa izin
Modus operandi dalam pencurian Wi-Fi ini umumnya menggunakan software atau aplikasi tertentu yang dapat menerobos proteksi password dari Wi-Fi ini. Tingkat keberhasilannya disesuaikan dengan kondisi lainnya, seperti jarak router Wi-Fi dan tingkat keamanan Wi-Fi yang dipengaruhi oleh kualitas dari router-nya.Â
Pencurian Wi-Fi ini sejatinya telah memenuhi unsur Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Bunyi pasal ini:''Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan'' . Â Dapat dikenakan Pasal 30 ayat (3) UU ITE yang mempunyai ancaman pidana penjara maksimal 8 tahun dan/atau denda maksimal Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (3) UU ITE.
Namun pada nyatanya, praktik semacam ini telah menggunakan ranah hukum dalam penyelesaiannya karena menimbulkan kerugian bagi pihak lain sehingga hukum pidana mulai berperan menjalankan fungsinya dalam masyarakat.
Ditulis Oleh : Syafa Kamila Aurelia Dyska, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember
Diedit Oleh : Divanty Nur Yuli Prashinta, Paralegal BPBH FH UNEJ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H