Akhirnya saya memaksakan diri untuk membuat tulisan di Kompasiana, setelah sekian lama kerjaannya hanya komen-komen saja. Mungkin ada baiknya saya ceritakan dulu asal-muasal saya membuat tulisan ini.
Saya adalah salah satu follower akun twitter Karni Ilyas, beberapa hari yang lalu saya lihat posting Karni Ilyas menjawab pertanyaan salah satu followernya untuk topik Indonesian Lawyer Club (ILC) pada tanggal 25 May 2014, yang isinya adalah: Masih alternatif antara Menag tersangka atau Bus TransJakarta. Twit tersebut menjawab pertanyaan salah satu follower-nya yang bertanya tentang topik yang akan dibahas pada acara ILC pada tanggal 27 May 2014. Dan seperti yang kita ketahui judul acaranya adalah "Menteri Agama pun Tersangka Korupsi".
Pada awalnya, saya tidak terlalu mengikuti jalannya acara tersebut, hanya mendengarkan penuturan dari M Yasin dan Anggito Abimanyu. Setelah itu acara tersebut saya tinggalkan, dan baru kembali lagi pada saat seorang yang bernama Muzzakir, yang namanya baru saya dapat tadi, seorang pakar hukum pidana. Kata-kata beliau terpaksa saya dengarkan, karena saya memang tidak bisa mengganti channel. Dari kata-katanya sih seperti biasa menyalahkan KPK.
Kata-kata Muzzakir ternyata terpendam dalam otak saya, maka begitu tadi pagi lagi iseng browsing youtube, menemukan rekaman acara tersebut, dan saya tonton lagi, ternyata ada bagian perkataannya yang secara sengaja atau tidak, juga menjelaskan hubungan antara Jokowi dengan kasus TransJakarta, khususnya bagi saya yang awam ini.
Rekaman youtube-nya dapat dilihat disini:
http://www.youtube.com/watch?v=y_kLVoaE4oE
Perhatikan pada waktu: 12:03 - 12:30, berikut cuplikan kata-katanya:
"Dalam konteks kementrian atau organisasi kementrian seperti itu tadi sudah dibedakan antara KPA dengan mentri dan lain-lain sebagainya. Dalam hukum pidana, itu batas pertanggungjawaban dalam organisasi itu, kalau KPA bertanggung jawab adalah terhadap dana yang digunakan untuk itu dan dia lah kalau terjadi pindak pidana, pimpinan KPA bertanggung jawab sepenuhnya. Itu prinsip ya, jadi tidak bisa dialihkan kepada yang atas yang atas yang atas."
Perhatikan juga pada waktu: 12:30 - 12:56, berikut cuplikan kata-katanya:
"Demikian juga masing-masing harus punya pertanggungjawaban karena adalah sudah dijadikan KPA, dia adalah punya otoritas otonom, yang dia tidak boleh diintervensi dan dia bertanggungjawab penuh terhadap suatu perbuatan yang dilakukan pertanggungjawaban. Kalau dia menerima intervensi oleh pihak lain maka pihak yang intervensi dan terutama yang bersangkutan dia harus bertanggungjawab menerima intervensi dari pihak yang lain."
Bagi yang ingin mengetahui penjelasan tentang KPA, Anggito Abimanyu menjelaskannya pada rekaman youtube yang ini:
http://www.youtube.com/watch?v=JPVT0vDHgKQ
Perhatikan pada waktu 10:18.
Nah hubungannya dengan Jokowi dan Kasus TransJakarta bisa dilihat disini:
http://www.jpnn.com/read/2014/05/27/236808/Jokowi-Menjerumuskan-Udar-di-Kasus-Bus-Transjakarta-
Cuplikannya: " Pengadaan bus TransJakarta merupakan ide Jokowi yang dijalankan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur No. 2082/2012 tentang Penetapan Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan Jasa dan Kuasa Penggguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang dan Jasa Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah tahun Anggaran 2013. Posisi Pristono sebagai Kadishub sebagai Pengguna Anggaran, sementara Kuasa Pengguna Anggaran adalah Sekretaris Dishub Drajat Adyhaksa."
Jadi dapat dilihat dengan terang benderang, bahkan bagi saya yang awam hukum dan birokrasi, hanya modal nonton tv dan baca website saja bisa mengerti, kalau tidak ada bukti Jokowi melakukan intervensi terhadap Udar, maka : "pimpinan KPA bertanggung jawab sepenuhnya. Itu prinsip ya, jadi tidak bisa dialihkan kepada yang atas yang atas yang atas." kata Pak Muzzakir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H