Apa yang menarik tentang kuliner daerah kita? Bukan sekedar citarasa namun memuat ruang dan waktu sejarah kita, dahulu. Menguak kisah-kisah kenangan yang terbawa rasa dan suasana. Bagaimana mencicipi gudeg ala Jogjakarta tanpa mengingat masa lalu, 9 tahun bermukim di sana? Bagaimana nikmatnya menu sate lilit Pulau Dewata, saat dulu teman kuliah asal Bali mengajak menikmatinya di warung kuliner asalnya itu.
Mengingatkan kembali kuliner daerah yang sebenarnya. Mengenal lebih dalam tentang kuliner daerah nusantara juga menanamkan pengetahuan tentang kuliner budaya negeri sendiri. Kuliner yang tumbuh dan berkembang dari ragam suku yang hidup lestari di tanah negeri kita. Kuliner nusantara sudah menjadi industry berbasis budaya yang berkembang seiring pelaku UKM yang berkembang.
Ajang berbasis budaya yang digelar oleh Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2017, sejak 7 April – 7 Mei 2017 di Summarecon Kelapa Gading sesuai misinya mengangkat citra, harkat dan martabat bangsa Indonesia melalui industry berbasis budaya. Dukungan terhadap UKM dan pengrajin local yang menghasilkan produk-produk kreatif dalam negeri melalui industry mode dan kuliner. 14 kali penyelenggaraan JFFF adalah menunjukkan bahwa ajang JFFF diterima oleh khalayak dan takj heran menjadi agenda tahunan Summarecon Kelapa Gading.
Dan tentu saja aku tak melewatkan ajang kuliner yang keren ini, bertema “Kampung Tempoe Doeloe” (KTD) 2017. Kecuali bisa berwisata kuliner, juga semakin menambah khasanah pengetahuan tentang kuliner nusantara. Mengenal dari rasa, budayanya bahkan asal-usul dan kisah-kisah dibaliknya. Senang bisa mengobrol dengan para pelaku UKM yang turut melestarikan budaya kuliner nusantara. Dan sebagai penikmat kuliner, seyogyanya mengetahui kuliner nusantara tersebut.
Beruntung di ajang JFFF 2017, Kampung Tempoe Doeloe, aku berkesempatan bertemu dengan Bli Romi Chandra, chef menu kuliner Bali di salah sau stand. Jadi tau tentang cerita kuliner Bali. Cerita bagaimana mengenal lebih jauh tentang kuliner Bali yang sudah cukup populer. Namun mungkin kurang kita pahami dengan benar.
Ada sate lilit, menu yang kala disebut langsung benak terbawa ke pulau yang lebih dikenal dunia luar daripada nama Indonesia sendiri itu. Sate yang juga sering kita temui di ajang festival maupun di warung, resto yang menyuguhkan menu Bali. Sate yang kujajal saat di ajang Festival Kuliner Kampoieng Tempoe Doeloe beberapa waktu silam itu, seperti umumnya sate. Bertusuk bambu, dan bukan batang sere. Dan aku baru tahu kalau sate lilit dengan tusukan bambu itulah yang asli disebut sate lilit. Meski dalam perkembangannya banyak kreasinya.
“Jadi gak sekadar dikepal-kepal saja. Ada cara khusus,” kata Bli Romi yang sebenarnya asli Jawa Pekalongan itu, ketika berbincang dengan Penulis dan kawan Blogger.
Nah sate lilit itu salah satu komponen dari nasi campur komplit khas Bali. Komponen lainnya terdiri dari Tum Siap (TUM Ayam), telur bulat, lawar kacang panjang khas Denpasar, Be Siap Pelalah Mesitsit, Sate lilit, sambel MBE, bawang putih goreng, bawang merah goreng, tumisan cabe rawit dicincang kasar. Ada taburan kacang tanahnya juga lhooo.