Mohon tunggu...
Oyong Liza Piliang
Oyong Liza Piliang Mohon Tunggu... Wiraswasta, wartawan -

http://www.pariamantoday.com/ Praktisi media, pengamat politik, sosial dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Penemu Batu Pancawarna Edong itu Masih Hidup dan Pingin ke Tanah Suci

4 Mei 2015   23:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14307563921865075163

Beredarnya isu bahwa penemu batu akik pancawarna garut edong, yaitu Pak Edong (85) meninggal dunia di dunia maya dan beberapa orang membenarkannya pula, membuat Jasmin (45) mencari informasi atas kebenaran isu tersebut, baik dengan menelpon kawan-kawannya di Desa Caringin Garut, maupun kepada kenalan lainnya untuk data pembanding.

Setelah dapat informasi akurat yang menyatakan bahwa Pak Edong masih hidup dan sehat walafiat, Jasmin lalu menuju ke rumah Pak Edong di Desa Sukarame, Caringin, Garut, Jawa Barat, Minggu (3/5). Jasmin ditemani oleh Abdul Qodar (56) mantan bosnya dulu di era 90an yang sekarang jatuh bangkrut, untuk memastikan dan melihat dengan mata kepala sendiri sosok Pak Edong yang sudah 15 Tahun tidak bersua dengannya itu.

Batu Garut Pancawarna Edong, ditemukan Pak Edong di ladangnya di Gunung Kencana, Caringin pada tahun 1994. Batu yang ditemukannya itu sangatlah masyur yang konon kabarnya melekat di jari Pangeran Charles dan Keluarga Kerajaan Abudhabi.

Menurut Pak Edong, ketika ditemui di rumahnya, batu dari lahan galiannya dikenal luas dan dikenal sebagai batu pancawarna terbaik tiada tanding di Indonesia dan dunia. Batu akik miliknya unggul dari beberapa sisi seperti corak warna yang mencolok, hitam tak mengandung besi (fe), merah cabe, kuning telur kepiting, hijau mencolok, putih, dan warna lainnya yang semuanya kontras dan mengkristal. Namun batu tersebut sudah habis ditambang di lahannya. Harga Pancawarna Edong yang sekarang masih beredar adalah galian lama yang harganya sudah menembus ratusan juta untuk kualitas super.

Menurut Pak Edong, di lahan tambangnya dulu era 1994 dan 1995 sekali keluar jumlahnya ton-an. Batu Pancawarna Garut yang beredar sekarang ini hanya sekedar memakai namanya saja untuk mengangkat harga oleh para pedagang. Meskipun masih tersisa hanya dia koleksi untuk kenangan dan diberikan sebagai cendramata kepada kerabat.

"Awal Akik Edong dikenal. Dulu batu saya dibeli oleh Pak Lurah (sapaan Abdul Qodar yang dulunya bos besar di bidang perbatuan se Garut) dan dipasarkan oleh Jasmin. Jasmin sebelum terjun ke Batu Bacan dulunya memproduksi batu dari galian garut termasuk batu dari saya. Dialah yang mengenalkannya ke seluruh Indonesia sehingga Batu Akik Edong dikenal luas di seluruh Indonesia dan Dunia," kata Pak Edong yang memiliki 11 anak dari Rahim almarhum istri pertamanya bernama Aseh (75) ini didampingi istri keduanya Iyah (54).

Meskipun namanya masyur, kata Pak Edong, dari sisi ekonomi dia tidak seperti yang dibayangkan orang. Dia hanya hidup pas-pasan di rumah yang terbilang sederhana.

"Meski saya terkenal di internet, televisi, hingga ke luarnegeri keadaan saya seperti ini. Saya malu, takut ada yang nyangka saya punya uang," ungkapnya lugu.

Harapan Pak Edong hanya ingin ke Tanah Suci Mekah. Perhatian pemerintah daerah kepadanya hampir tidak ada meskipun dia telah mengharumkan nama Garut hingga ke mancanegara.

Mendengar curahan hati Pak Edong, Jasmin tersentuh hatinya. Jasmin berjanji akan membawa Pak Edong ke tanah suci untuk menjalankan ibadah umrah setelah beberapa urusannya selesai dikerjakan yaitu membuka tambang yang dia beli di Desa Kalhi dan Ciputat, Bungbulang.

"Saya ingin bawa beliau Umroh ke Mekah bersama Pak Lurah, ibu saya, selesai membuka tambang. Tambang tersebut saya dedikasikan buat mantan bos saya Pak Lurah yang sekarang sudah jatuh miskin. Kasihan saya melihat nasib Pak Edong, benar-benar tidak menyangka beliau kondisinya sekarang seperti ini," ungkap Jasmin.

Oyong Liza Piliang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun