Mohon tunggu...
Boyke Pribadi
Boyke Pribadi Mohon Tunggu... Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten -

menulis berbagai hal dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rakyat Berdaulat

25 Februari 2014   12:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:29 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari minggu tanggal 23 Februari 2014 kemarin, penulis diundang salah seorang tokoh pemuda Pontirta yang merupakan aktivis Ikatan Cedekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kabupaten Serang propinsi banten bernama Lutfi. Kehadiran penulis di Kampung Begog Desa Singarajan tersebut untuk berdiskusi bersama sekitar 25 orang anggota masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dinamika persoalan yang sedang hangat terjadi.

Pada saat sebelum diskusi dimulai, didapat informasi bahwa di  kawasan tersebut memang telah terbentuk kelompok pemuda yang memang ingin berkiprah nyata di tengah –tengah masyarakat melalui berbagai aktifitas yang dipandang berguna dan bermanfaat bagi orang banyak, sebut saja kegiatan bersih bersih kali yang telah mengalami pendangkalan sehingga cukup menyulitkan penduduk sekitarnya untuk memanfaatkan kali tersebut secara optimal. Bahkan rencananya, dalam beberapa minggu kedepan, komunitas tersebut akan melaksanakan bersih bersih kali asin yang mmbentang melewati beberapa kecamatan dan memiliki peran vital bagi masyarakat di alur yang dilaluinya.

Selain kegiatan bersih-bersih, komunitas tersebut pernah juga memfasilitasi pertemuan antara masyarakat umum dengan anggota legislatif yang berasal dari dapil tersebut, dan patut disyukuri pata pertemuan pertama dihadiri oleh 9 orang dari 10 anggota DPRD Kabupaten Serang asal dapil tersebut. Namun entah mengapa setelah pertemuan pertama yang dihadiri 9 orang tersebut, nampaknya antusias anggota DPRD berkurang untuk mengikuti pertemuan berikutnya dengan alasan mereka menghindari forum yang interaktif, apalagi diikuti oleh orang orang yang vokal. Jadi kesimpulannya, sebagian besar anggota DPRD merasa tidak nyaman berhadapan dengan masyarakat yang kritis.

Pada saat diskusi dimulai, penulis menyampaikan sedikit sejarah mengapa kondisi kehidupan demokrasi pada hari ini terasa lebih dinamis dengan berbagai persoalan yang dirasakan oleh masyarakat semakin jauh dari harapn untuk meraih kehidupan sejahtera dan berkeadilan. Kasus kasus korupsi, wakil rakyat yang semakin abai, pelayanan dasar yang selalu bermasalah, hingga urusan aspirasi atau keinginan masyarakat yang kunjung belum terpenuhi.

Salah satu penyebab karut marutnya kondisi itu adalah disebabkan dominannya dua jenis mahluk yang menguasai percaturan kehidupan kepemerintahan saat ini, yaitu Rent Seeking burearucracy dan Power Seeking Politician, atau birokrasi pengejar rente dan politisi pengejar kekuasaan.  Birokrasi yang seharusnya melayani masyarakat sesuai wewenangnya, namun berubah bentuk menjadi mesin pencari keuntungan untuk sang birokrat itu sendiri. Sehingga tidaklah mengherankan bila pada hari ini semua aparat negara lebih meributkan remunerasi yang diterima ketimbang fokus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Demikian hal-nya dengan politisi, bila pada masa lalu aktifitas politik merupakan kegiatan ideologis untuk memperjuangkan gagasan politiknya, namun hari ini aktifitas politik lebih diarahkan untuk merekbut kekuasaan dan kekuatan di tengah tengah masyarakat.

Pada sessi diskusi terungkap betapa frustasinya anggota masyarakat terhadap kehidupan demokrasi yang ada. Bahkan salah seorang panitia penyelenggara pemilu-pun mengatakan bahwa dia akan golput karena tidak percaya dengan perubahan yang dijanjikan oleh hampir semua caleg. Adapula warga yang mengeluhkan perilaku legislatif yang mempengaruhi kepala desa untuk meng-intervensi pemilihan ketua RW. Hmmmm….itulah dahsyatnya kehidupan demokrasi yang berlangsung tanpa kontrol dan kesadaran semua pihak.

Pada saat ada peserta diskusi yang menanyakan tentang apa yang harus diperbuat untuk ikut memperbaiki kehidupan demokrasi dalam kurun waktu kurang dari 50 hari menjelang pesta demokrasi dilaksanakan dan bagaimana kelak mengingatkan agar para anggota legislatif kelak mau memenuhi janji yang telah diberikan kepada masyarakat??. Penulis menjawab bahwa dalam kurun waktu yang sangat mepet tersebut, paling tidak masyarakat harus menyatukan suara untuk mendukung satu orang yang terpilih berdasarkan rekam jejak bahwa dia termasuk orang yang amanah sehingga patut didukung. Namun itupun belum tentu berhasil karena antusiame masyarakat untuk mendukung caleg yang baik akan berhadapan dengan kekuatan uang atau materi yang dimiliki oleh caleg transaksional yang hanya mengandalkan jual beli suara untuk memenangkan pemilu kali ini. Jika demikian keadaanya, lalu bagai mana cara agar masyarakat bisa memegang kendali sekalipun kelak yang terpilih adalah caleg buruk hasil demokrasi transaksional tersebut?

Ada sebuah cara yang bisa digunakan untuk ‘memaksa’ caleg buruk yang  memenangkan dan terpilih sebagai anggota legislatif pada pemilu. Cara tersebut adalah dengan memanfaatkan pemahaman bahwa mereka adalah wakil rakyat dari konstituen yang berada di dapilnya, artinya sudah menjadi kewajiban anggota legislatif untuk bertanggung  jawab mengurus berbagai persoalan kepemerintahan dan permasalahan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat. Komunitas tersebut bisa saja mencetak poster atau leaflet yang berisi foto serta nomor telepon dan alamat anggota legislatif dari dapil yang bersangkutan. Dalam poster tersebut ditulis penjelasan “Apabila ada aspirasi dan permasalahan pembangunan di daerah saudara, dapat menghubungi nomor ini”. Dan poster atau leaflet tersebut disebarkan seluas mungkin di tengah tengah masyarakat sesuai dapilnya.

Melalui penyebaran poster tersebut diharapkan masyarakat memiliki keberanian untuk selau berhubungan dengan wakilnya di legislatif guna menyampaikan aspirasi dan mengeluhkan pembangunan atau pelayanan publik yang diterimanya. Tidak ada alasan bagi anggota legislatif tersebut untuk menolak nomor kontaknya disebarkan, karena dalam negara demokrasi, mereka merupakan pengeja wantahan dari kekuasaan rakyat untuk ikut menentukan arah pembangunan daerah/ negara.

Disamping cara tersebut dilakukan , masyarakat juga harus mulai memberanikan untuk menghadiri kegiatan kegiatan musyawarah desa sebagai bagian dari kegiatan perencanaan partisipatif yang berjenjang sejak dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten hingga propinsi dan pusat. Kelas menengah terdidik di masyarakat harus proaktif mengawal aspirasi dan usulan pembangunan yang di hasilkan dari musyawarah pembangunan di tingkat desa hingga pada akhirnya dibahas pada rakorbang atau musrenbang di tingkat kabupaten. Pengawalan tersebut sangat diperlukan hingga aspirasi masyarakat dapat muncul dalam RAPBD kabupaten/kota. Meskipun pada prakteknya tidak mungkin semua aspirasi dari masyarakat dapat ditampung dalam APBD tahun berjalan, akan tetapi paling tidak terjadi pemerataan pembangunan di semua kawasan perdesaan yang ada.

Dapat dibayangkan, jika setiap desa atau kecamatan memiliki komunitas seperti di desa singarajan tersebut yang bahkan komunitas tersebut memiliki perwakilan dari 3 kecamatan di wilayah pesisir pantai utara Kabupaten Serang, yaitu Kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan Tanara. Maka arah perkembangan demokrasi yang hari ini nampak menambah kesengsaraan di tengah masyarakat akan dapat terjaga kembali ke arah kehidupan yang lebih baik. Karena pada intinya, mengutip wikipedia, demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Jadi, demokrasi bukanlah sebuah tujuan, tapi dia merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bersama masyarakat, sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia ini adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Dalam bahasa yang lebih lugas bahwa demokrasi adalah alat untuk mewujudkan kedulatan rakyat guna mencapai kesejahteraan masyarakat dan memberdayakan kehidupan masyarakatnya bukan memperdayakan masyarakat untuk kepentingan segelintir pelaku kepemerintahan….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun