Mohon tunggu...
Boyke Pribadi
Boyke Pribadi Mohon Tunggu... Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten -

menulis berbagai hal dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kolom Agama di KTP, Terobosankah?

11 November 2014   14:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendagri akan menghapus kolom agama di KTP…..duarrrrrr ! bagai petir di siang bolong mendengar seorang kawan memberitahu informasi tersebut. Sungguh hal yang sangat mengagetkan dan langkah berbahaya bila ada yang memiliki ide menghapuskan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk, meskipun di beberapa negara memang tidak mencantumkan kolom agama pada kartu penduduknya, namun lain halnya bagi Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Karena sangat jelas bahwa sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang secara eksplisit dinyatakan bahwa negara mendasarkan dirinya terhadap prinsip Ketuhanan yang pada tahap implementasi bagi warga negaranya dinamakan AGAMA sebagai panduan hidup yang diturunkan oleh Sang Maha Pencipta. Itulah sebabnya agama menjadi salah satu ciri khas Indonesia.

Namun seiring berjalan waktu ternyata yang dimaksud mendagri adalah bukan menghapus kolom agama pada KTP, akan tetapi memperbolehkan kepada masyarakat untuk tidak mengisi status pada kolom tersebut. Dan hal ini diperkuat oleh menteri  terkait yang berkompeten dengan pembangunan bidang agama yaitu  Lukman Hakim Saifuddin yang memberi pernyataan bahwa pengosongan kolom agama tersebut berlaku bagi pemeluk keyakinan atau kepercayaan yang berada diluar 6 agama resmi yang diakui oleh negara, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghuchu.

Mendapat berita tentang pernyataan menteri agama tersebut, perasaan penulis menjadi agak tenang karena ternyata kabar adanya ide gila mendagri tersebut hanya berdasarkan kepada keriuhan status di media sosial yang seolah olah penghilangan kolom agaman tersebut merupakan bagian dari strategi kaum komunis dan atheis untuk menghancurkan Indonesia yang dihuni oleh mayoritas pemeluk Agama Islam. Dan penulis sebagai salah satu pemeluk agama Islam tentu merasa terpanggil untuk mencari tahu maksud dan tujuan dari kebijakan tersebut.

Namun setelah mendapatkan kabar yang agak pasti tersebut, ternyata banyak  sekali orang yang salah faham terhadap niat yang merupakan terobosan bagus itu. Disebut terobosan, karena selama ini masyarakat Indonesia ‘dipaksa’ untuk memilih salah satu dari 6 agama resmi yang ada. Dan menariknya, tidak sedikit yang memilih Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia. Meskipun sebetulnya yang bersangkutan memiliki keyakinan aliran kepercayaan yang sangat bertentangan dengan Islam karena menjalankan praktik praktik animisme atau meyakini kekuatan sebuah benda. Dan dalam kondisi seperti ini, tentunya posisi Agama Islam yang dirugikan karena seorang atheis sekalipun ketika mengisi KTP-nya dengan Agama Islam, maka berbagai aturan Islam tentang hubungan sosial berlaku terhadap yang bersangkutan, bahkan ketika si Atheis tersebut meninggal dunia, maka akan dilakukan tata cara pengurusan jenazah secara Islam. Padahal sangat tegas Allah SWT melarang kita untuk menshalatkan jenazah seseorang yang bukan muslim sebagaimana dalam firman-NYA :

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”. (QS. al-Taubah, ayat 84).

Pun demikian halnya dengan seseorang yang memeluk keyakinan sunda wiwitan sebagaimana yang banyak dianut oleh suku baduy, sehingga mereka enggan memiliki KTP hanya karena diharuskan memilih 6 agama resmi tersebut. Atau mungkin saudara kita yang ber-agama Ahamdiyah akan memilih mengosongkan kolom agama tersebut karena merasa bukan Islam. Dan hal ini sesuai dengan keinginan sebagian besar ulama yang mengatakan bahwa Ahmadiah silahkan menjalankan syariatnya, asal jangan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari Islam.

Bagian yang terpenting dari kebijakan kolom agama di KTP adalah bahwa, pemeluk salah satu dari 6 agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah DIHARUSKAN mengisi kolom agama tersebut. Sehingga yang mengosongkan dapat diartikan sebagai bagian yang berada diluar 6 agama resmi tersebut. Lalu bila ada yang mengatakan bahwa bila seseorang mengalami kecelakaan lalu meninggal dan kolom agama pada KTP-nya dikosongkan, maka itu bukan merupakan tanggung jawab dari pemeluk salah satu agama resmi yang diakui oleh pemerintah.  Sehingga dipersilahkan jenazahnya diurus sesuai aturan pengurusan jenazah dari keyakinan yang dianut oleh orang tersebut. Dan ummat muslim-pun terbebas dari kewajiban mengurus jenazahnya sesuai syariat Islam, karena dapat dipastikan bahwa pemilik KTP yang dikosongkan tersebut memang bukan dari penganut agama Islam. Sebab Islam itu harus di –ikrarkan sebagaimana sabda Rasul SAW pada surat yang dikirim kepada Heraklius yang berbunyi “persaksikanlah bahwa kami adalah Muslim”, sehingga bagi seorang muslim HARUS mencantumkan dalam KTP-nya bahwa dia beragama ISLAM.

Lalu ada seorang teman yang mengkhawatirkan kebijakan membolehkan pengosongan kolom agama tersebut akan dimanfaatkan oleh kaum atheis/komunis. Saya jawab justru akan memperjelas posisi seseorang dalam menganut agama, artinya, sekali lagi bahwa kalau mengosongkan kolom tersebut berarti bukan golongan yang sama dengan muslim, sehingga kita tentunnya akan mengambil sikap yang sedikit berbeda ketimbang berhubungan dengan saudara se-iman.

Lalu apakah pemerintah akan mengakui aliran atau agama di luar 6 agama yang resmi tersebut? Nah…ini persoalan lain yang harus dibahas bersama dengan golongan lintas agama, apakah perlu menambah daftar agama resmi yang diakui oleh negara. Sementara mengurus keharmonisan 6 agama yang ada saja bagaikan api dalam sekam, yang bila tidak berpikir jernih, bersikap dingin, dan mengutamakan kebersamaan maka akan mudah muncul sebagai sebuah bencana sosial bagi Indonesia. Namun dengan tetap berpegang teguh kepada kepentingan bersama/nasional maka NKRI tetap bersatu dalam perbedaan. Semoga….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun