Mohon tunggu...
Boyke Reza
Boyke Reza Mohon Tunggu... lainnya -

Berusaha menjadi seorang pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kemanakah Lagu Anak-anak kita?

31 Maret 2015   12:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:45 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saatini dunia dewasa telah merasuki anak-anak, mulai menyanyikan lagu orang dewasa, perkataan, hingga gaya. Kebiasaan anak-anak yang dulu memiliki ciri khas kini mulai luntur. Kerap kata-kata yang diucapkan pun layaknya tidak patut ditiru anak-anak. Sejak 10  tahun terakhir, lagu anak-anak sudah menjadi barang langka, malah sangat sulit ditemui. Jika adapun harus memesan terlebih dahulu, karena penyanyi anak-anak yang ada adalah penyanyi jaman dulu.

Anak-anak sekarang diyakini lebih hafal menyanyikan lagu-lagu yang sedang hits, terutama yang sering ditayangkan di televisi swasta dan menjadi deretan lagu terbaik. Berbeda jika harus menyanyikan lagu-lagu kebangsaan atau lagu anak-anak yang dulu sering dinyanyikan di bangku TK atau SD. Apakah yang kira-kira diketahui oleh anak soal “perselingkuhan”, “cinta”, dan “hubungan orang dewasa”? seperti lagu-lagu populer, D’massive, Kangen Band, The Rock juga tak kalah populer di kalangan anak.

Belum hilang juga dari ingatan beberapa tahun lalu, lagu Cucak Rowo yang penuh muatan nilai dan persepsi orang dewasa ramai dinyanyikan anak-anak. Ini baru soal isi, belum lagi soal gaya bernyanyi penyanyinya yang “ngebor”. Ditambah lagi saat ini sedang hits lagu-lagu Korea ala Indonesia, yang dinyanyikan sekumpulan anak-anak muda, seperti 7 Icon dan Cherrybelle, yang utamanya tentang cinta. Namun anak-anak dengan fasih meniru gayanya.

Tidak hanya lagu-lagu hits, sinetron pun mereka hampir tahu kata-kata yang kerap muncul, malah yang seharusnya tidak pantas diungkapkan, karena dianggap kasar dan menyinggung masalah seksual. Anak-anak punya dunianya sendiri, begitu pula dengan orang dewasa. Persoalan anak-anak dan orang dewasa tidak bisa dicampur adukkan. Namun persoalannya saat ini, waktu anak-anak lebih banyak dihabiskan bersama dengan orang dewasa. Ada suatu ruang dimana orang tua dan anak bisa bersama, yaitu kasih sayang, perhatian, harmonisasi, kebersamaan, toleransi. Ruang-ruang ini bisa dimasuki oleh semua pihak, Bukan berarti anak-anak harus memahami keperluan orang dewasa atau orang tuanya. Dilema yang ada saat ini, menjadikan anak-anak sangat mudah terpengaruh. Jika tidak disikapi secara dini maka akan berdampak pada kemajuan anak tersebut ke depan. Tentunya akan berdampak sangat signifikan, baik secara negatif maupun positif.

Diharapkan orang tua dan keluarga mampu memahami apa yang diperlukan si anak. Karena selama ini, anak-anak terlanjur dibiarkan untuk menonton televisi tanpa arahan dan bimbingan. Sehingga mereka pun leluasa dengan keinginannya masing-masing. Media Audio-visual diduga adalah media yang paling mudah memengaruhi penerima pesannya. Penerima pesan menjadi semacam manusia pasif yang menonton, mendengar dan menyerap.

Masyarakat tontonan bukanlah masyarakat yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melainkan berdasarkan pertimbangan ekonomi media. Bayangkan saja jika anak-anak tiba-tiba bernyanyi lagu Cucak Rowo yang bermuatan seksual eksplisit. Apakah yang akan mereka pikirkan selanjutnya? Filter internal apakah yang akan bekerja pada anak untuk betul-betul menempatkan konsep sesual secara tepat? Mungkin inilah yang perlu dijawab bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun