Mohon tunggu...
Boyke Abdillah
Boyke Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya manusia biasa

sahabat bisa mengunjungi saya di: http://udaboyke.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pareidolia dan Simbol Keberagamaan Kita

7 November 2016   14:16 Diperbarui: 7 November 2016   14:21 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ada yang bisa lihat dewa kera di sini

Jujur saja, saya tidak mengikuti secara detail aksi damai umat Islam Jumat 4 November yang lalu. Saya hanya melihat sekilas di tivi, ataupun status dari teman-teman di medsos terutama di FB. Banyak sekali postingan-postingan yang bersileweran baik yang mendukung aksi ini ataupun yang kontra.

Satu hal yang paling menarik perhatian saya dari postingan tersebut adalah munculnya fenomena lafaz Allah di langit saat aksi damai terjadi. Sebelumnya juga munculnya lafaz Allah di jalan-jalan yang dipenuhi oleh aksi massa putih-putih kalau di lihat dari atas. Sayang, karena sudah beberapa hari susah bagi saya melacak gambarnya.

Tapi yang paling menarik, tak lain adalah lafaz Allah yang juga disertai dengan video orang-orang yang merekam kejadian tersebut. Berbagai komentar mengagungkan nama Allah pun bersileweran.

Satu hal yang menarik lagi adalah tanggal 4 November itu sendiri. Kalau bulannya ditulis dengan angka, maka akan berbentuk 411, yang bila diperhatikan lagi akan membentuk tulisan yang berlafazkan Allah dalam bahasa Arab. Saya tidak tahu pasti, apakah ini suatu kebetulan ataukah aksi ini memang sengaja dirancang tanggal 4 November biar mempunyai makna yang lebih berarti.

Saya pribadi hanya senyum-senyum sendiri membaca komentar-komentar itu. Kalau bisa dikatakan, hampir 100 persen mengatakan munculnya lafaz Allah yang dibentuk awan ataupun jalanan yang penuh massa itu tak lain adalah bentuk keajaiban bahwa Allah menunjukkan kuasa-Nya, atau setidak-tidaknya aksi ini diridhai Allah SWT.

Tapi ada satu hal yang terlupa. Sebenarnya, hampir semua kejadian atau fenomena bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan sekarang ini. Kecuali kejadian supernatural atau yang berhubungan dengan alam gaib. Tapi saya tidak membicarakan itu. Yang akan saya bicarakan adalah Pareidolia.

Apa itu Pareidolia?

Dari laman National Geographic Indonesia disebutkan, Pareidolia adalah sebuah fenomena ketika melihat pola dari objek-objek nan acak. Pareidolia menjadi penyebab seseorang atau sekelompok orang melihat atau juga mendengar dari gambaran kabur atau suara kurang jelas, seakan-akan menyerupai sesuatu yang signifikan.

Hal ini bukanlah suatu keistimewaan dan kerap terjadi dalam  masyarakat di berbagai tempat dan berbagai budaya dan agama. Contohnya saja, kita bisa melihat  gambaran lain dari suatu objek yang sebenarnya tak ada hubungannya sama sekali dari objek tersebut. Misalnya kita melihat gambaran kupu-kupu, atau kelinci dari gumpalan awan. Atau kita seakan melihat seorang nenek yang lagi menenun di permukaan bulan!

Dari zaman baheula sampai sekarang sudah banyak catatan-catatan mengenai fenomena pareidolia ini. Gambaran yang tercipta bisa saja beraneka macam mulai dari tokoh kartun, hewan, tokoh dunia semacam Hitler, ataupun simbol-simbol keagamaan semacam tulisan berlafazkan Allah atau rupa Jesus, Bunda Maria di objek-objek yang menurut saya nggak penting, ya, semacam di awan, pokok pohon, rembesan air di dinding, atau di makanan seperti roti bakar, buah-buahan, panci, dan lain sebagainya. Jadi di mana letak keistimewaannya? Yang cukup fenomenal adalah penemuan kain kafan di Turin (Shroud of Turin) beberapa tahun lalu, yang seperti wajah Jesus.

Yang paling menariknya nih, ada studi yang mengatakan orang-orang yang religius atau secara kuat meyakini kekuatan supranatural, lebih cenerung untuk melihat wajah di benda tak bernyawa dan lanskap. Sebagian ahli mengatakan, peridolia yang menghasilkan delusi yang melibatkan indra, dalam kebanyakan kasus adalah indra penglihatan, dan selalu ditentukan oleh dorongan psikologis. Nah, lho!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun