Sebagai pedagang tentu mereka harus pintar-pintar mengatur keuangan supaya mereka bisa sukses di perantauan atau paling tidak, bisa bertahan hidup. Uang yang mereka kumpulkan apakah untuk mereka sendiri?
Tidak! Para perantau Padang (Minang) terkenal dengan kedermawananya. Mereka sering membantu membangun kampung halamannya. Tidak sedikit nagari di Sumatera Barat dibangun oleh jasa para perantau, mereka membangun masjid, jalan dan sebagainya. Bahkan setiap bulan, miliaran rupiah mengalir dari orang Minang di perantauan untuk membantu sanak saudaranya di kampung halaman.
Di kampung-kampung saya lihat sendiri dan saya rasakan setiap orang menyumbang ke masjid lebih banyak ingin disebut sebagai hamba Allah dari pada namanya dituliskan di daftar para penyumbang. Dan tiap kali lebaran banyak para perantau yang pulang kampung berbagi dengan sanak saudaranya. Tidak ada tuh yang pelit.
Ingat yang adanya gebu Minang?  Itu  merupakan gerakan pioner di Indonesia yang dilakukan orang Minang perantauan untuk membantu pembangunan di kampung halamannya. Walau gerakan ini merupakan ide alm Pak Harto, tapi disambut baik waktu itu oleh perantau Minang dan akhirnya  gerakan  banyak ditiru oleh daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Sebagai orang Padang, sekali saya tegaskan, bahwa orang Padang itu tidak pelit. Kalau mereka hemat atau perhitungan di daerah rantau bisa dimaklumi karena mereka sebagian besar adalah pedagang. Pedagang itu harus cermat hitung-hitungan uangnya. Kemana mau dibelanjakan, apa manfaatnya?
Kalau maksud si Adhiyasa ini orang Padang tidak gampang diporotin, akan saya tegaskan di sini kalau banyak orang Padang itu punya pandangan dalam hidupnya seperti ini: Alun takilek lah takalam, malayang ikan di dalam aie lah tau jantan jo batinonya.
Jadi jangan pernah menilai suatu etnis/ suku  bila menjumpai beberapa oknum orang padang yang pelit.  Yang jelas Mapping is not territory...
Saya sarankan buat si Adhiyasa ini, banyak-banyaklah bersosialisasi dengan berbagai kalangan di dunia nyata. Jangan hanya berkeliaran di kebun sawit sembari nyari sinyal internet. Dan satu lagi, jangan kebanyakan nonton sinetron!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H