Sehubungan telah disahkannyaRUU Pilkada, yang merupakan bahsawanya pengangkatan kepala daerah ditunjuk langsung oleh anggota DPR yang disahkan pada tanggal 25 september 2014 berdasarkan hasil vouting pada rapat paripurna anggota DPR yang dimana hasil vouting ini dapat dikatakan dimenangkan oleh pihak pendukung pilkada yang kepala daerah ditunjuk langsung oleh anggota DPR yakni koalisi merah putih dan dapat dikatakan pihak yang kalah adalah koalisi indonesia hebat. Hal ini terjadi karena terbagi duanya pihak politisi di Indonesia pada saat ini, yang merupakan kelanjutan dari pemilihan Pilpres.
RUU Pilkada ini sampai saat ini masih menimbulkan pro dan kontra di negara ini, meskipun telah disahkan oleh DPR akan keberadaan undang-undang ini. RUU Pilkada yang telah disahkan ini pun telah digugat dan akan diuji materi oleh pihak yang tidak menyutujui RUU Pilkada ini yang menganggap bahwa RUU Pilkada ini menghapuskan hak pilih rakyat dalam memilih calon kepalda daerahnya masing-masing. Akan tetapi gugatan ini ditolak mentah-mentah oleh Mahkamah Konstitusi yang sebagai penguji undang-undang di Indonesia ini, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa RUU Pilkada ini dapat diberlakukan di Indonesia.
Walaupun demikian rakyat masih tidak terima dan masih berjuang untuk mendapatkan kembali haknya untuk memilih kepala daerahnya masing-masing. Maka dari itu banyaklah terjadinya demontrasi yang dilakukan para pihak yang kontra terhadap RUU Pilkada ini yang meminta presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membatalkannya RUU Pilkada ini, karena seusai dengan UUD 1945 pasal 20 butir 2 yang menyatakan bahwa : “setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Dan juga pasal 20 butir 3 yang menyatakan bahwa : “jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu”. Berlandasan UUD 1945 inilah rakyat dan para pihak politisi yang kontra terhadap RUU Pilkada ini memohon kepada Presiden untuk dapat menggunakan haknya dalam membatalkan RUU Pilkada ini yang dianggap telah merampas hak pilih rakyat dalam menetukan kepala daerahnya.
Akan tetapi, RUU Pilkada ini telah disahkan menjadi undang-undang di negara ini, yang secara tidak langsung dapat dikatakan bahwasanya Presiden juga menyutujui RUU Pilkada ini, karena pada dasarnya dalam pembentukan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR harus mendapatkan persetujuan bersama, sesuai dengan UUD 1945. Sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga merupakan ketua umum partai Demokrat pada awalnya menyatakan bahwa setuju dengan pilkada langsung yang merupakan demokrasi yang telah berjalan selama 9 tahun di negara ini. Akan tetapi bagaimana dengan pengesahan RUU Pilkada ini?.
Hal yang baru muncul yang mengembirakan rakyat kembali hadir pada tanggal 2 oktober 2014 yang dimana Presiden mengesahkan peraturan pemerintah (perpu) yang menyetujui dan sekaligus memperbaiki kekurangan pilkada langsung. Perpu ini dapat dikatakan bahwasanya Presiden menjawab permintaan rakyat untuk Presiden menggunakan haknya dalam meluapkan aspirasi rakyat untuk memperoleh kembali hak demokrasi rakyat yang telah dirampas oleh RUU Pilkada. Dari hal ini muncul pertanyaan jika memang Presiden tetap akan memertahankan pilkada langsung mengapa RUU Pilkada kemaren ini disahkan?, bukankah dengan dinyatakannya saja bahwa Presiden tidak menyetujui RUU Pilkada itu dapat dibatalkan demi hukum?, dan mengapa harus mempersulit keadaan dengan mengeluarkan kembali perpu yang membuat keadaan semakin rumit?, karena KMP tidak akan langsung menerima secara mudah atas perpu yang disahkan Presiden ini, yang akan menibulkan pro dan kontra kembali masalah perpu ini. Seperti dikutip detikcom 3 oktober 2014, Partai gerindra masih akan mempelajari isi Perpu tersebut. “Akan dievaluasi oleh DPR akan menerima atau menolak. Saya harus mendalami dan mempelajari isi Perpunya,” ujar anggota Dewan Pembina Gerindra Martin Hutabarat saat dihubungi detikcom, jumat 3 oktober 2014. Pernyataan ini dapat digambarkan bahwa akan adanya pro dan kontra yang akan terjadi kembali di dunia politik di negara ini.
Perpu yang baru disahkan Presiden ini juga menimbulkan pertanyaan. Apakah Perpu dapat menggantikan undang-undang? Sedangkan pada dasarnya menurut UUD 1945 pasal 5 butir 2 yang menyatakan bahwa : “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”. Berdasarkan landasan UUD 1945 ini dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Perpu ini dibuat dan diberlakukan untuk menjalankan undang-undang yang ada, maka dari itu tibul pertanyaan, undang-undang mana yang akan dijalankan berdasrkan Perpu ini? Dan jawabannya sudah pasti undang-undang pilkada langsung, akan tetapi mau dikemanakan undang-undang pilkada yang kepala daerah dipilih langsung oleh anggota DPR? Dan juga benarkah Perpu yang baru saja dikeluarkan Presiden pada tnggal 2 oktober 2014 ini dapat mencabut RUU Pilkada yang baru saja disahkan anggota DPR pada tanggal 25 oktober 2014 sesusai vouting pada rapat paripurna kemarin? .
Kemudian, sampai kapan keputusan yang bersifat finalnya akan diumumkan yang ditunggu-tunggu oleh rakyat sebagai hasil dari pengesahan Perpu ini? Sedangkan sampai saat ini Perpu ini belum juga dibahas padang sidang DPR, dan apabila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan digantikan sebentar lagi oleh presiden terpilih Joko Widodo telah digantikan dikarenakan masa jabatannya telah habis dan Perpu yang baru dibuatnya tidak juga disahkan oleh DPR, maka bagaimana kelanjutan dengan Pilkada?
Maka dari itu harapan rakyat kepada Presiden dan juga kepada para wakil rakyat tolonglah jawab semua kebingunan ini secepatnya, dan berhentilah membodoh-bodohi rakyat dengan permainan politik para penguasa di bangku kepemimpinan yang merupakan utusan rakyat sendirin dalam penyampaian aspirasi rakyat. Dengarkanlah keinginan rakyat itu sendiri yang dimana rakyat telah mempercayakan hidup dan kehidupannya kepada para pemimpin negri ini dalam mengurus hidupnya dan negara ini. Apa kurang cukup menyiksa rakyat dengan kebodohan-kebodohan yang selama ini dideritanya?.
Boy Brima Rahmat mahasiswa fakultas hukum universitas andalas, padang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H