Selama empat bulan terakhir ini, pemirsa televisi Indonesia disuguhkan sebuah reality show menarik bergenre supranatural di stasiun televisi ANTV. Acara ini bernama Karma, ditayangkan secara reguler setiap hari mulai pukul 22.15 WIB hingga selesai, dipandu oleh host tampan Robby Purba dan seorang pria indigo bernama Roy Kiyoshi.
Acara ini bisa dikatakan sukses karena berhasil mencuri perhatian semua kalangan masyarakat. Akun instagram dunia_tv misalnya, yang merilis daftar rating acara-acara televisi populer, pada awal Maret lalu menyebutkan bahwa Karma sukses bertengger di posisi puncak dengan angka rating 4,2 persen dan share 25,8%, mengalahkan sinetron-sinetron unggulan yang ditayangkan oleh stasiun televisi lainnya.
Karma sejatinya tak orisinal ide anak negeri. Acara ini bisa dikatakan "mencontek" program televisi Thailand berjudul Secret of Numbers yang diproduksi oleh Workpoint Entertainment. Namun terlepas dari hal tersebut, Karma yang rutin mengunjungi pemirsa televisi setiap malam ini memang menghadirkan sebuah gaya penyajian yang berbeda.
Jika kita, mungkin, sudah merasa muak dengan acara-acara kerasukan makhluk halus, uji nyali, kunjungan ke tempat-tempat wingit dan sejenisnya yang disajikan bak kacang goreng di beberapa stasiun televisi swasta, Karma menghentak dengan gaya yang berbeda.
Coba Anda saksikan sendiri, para peserta dijejerkan berdasarkan tanggal lahir, eksistensi seorang pria indigo yang memiliki kemampuan melihat masa lalu dan masa depan berdasarkan angka, lokasi syuting dengan interior yang "murung" untuk menambah kesan magis acara, plus host dan artis pendukung yang memiliki wajah yang elok, sebagai penyeimbang suasana kelam yang diusung acara ini. Sebuah kombinasi yang klop, menghadirkan hiburan dan sensasi tersendiri.
Tulisan ini tak hendak menjadi ajang promosi gratis atau endorse untuk acara Karma. Saya hakul yakin, tanpa endorse dari saya, Karma sudah beken dengan sendirinya.
Bagaimana jika politisi yang didatangkan ke acara Karma?
Saya hanya tergelitik dan sedikit bermain dengan imajinasi liar saya, bagaimana jadinya apabila "fitur-fitur menarik" dari acara ini saya kaitkan dengan konteks politik nasional akhir-akhir ini, seperti maraknya komentar kontroversial dari dosen-dosen keblinger, gelar sastrawi bertajuk puisi yang sukses memproduksi kemarahan publik, sumbu politik yang meningkat terkait calon-calon presiden untuk 2019, hingga gelaran pilkada serentak yang tinggal beberapa bulan lagi.
Yang menarik dari acara ini, pertama adalah sosok Roy Kiyoshi. Sosok indigo ini mengingatkan kita pada sosok terkenal lainnya, Mama Lauren yang wafat pada 2010 silam. Pada masa hidupnya, Mama Lauren kerap dimanfaatkan jasanya untuk meramalkan situasi dan kondisi tanah air, mulai dari bencana, tokoh-tokoh penting hingga situasi politik. Salah satu ramalannya yang jitu adalah prediksi mengenai Tsunami di Aceh dan hadirnya sosok pemimpin muda baru sebagai presiden pada 2014.
Seperti halnya Mama Lauren, Roy Kiyoshi juga demikian. Sebelum terkenal, ia pernah meramal akan terjadi bom besar di Bali, hilangnya pesawat di Perairan Majene, hingga letusan Gunung Sinabung dan Kelud. Tak selamanya akurat, Roy pernah keliru memprediksi siapa yang menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017 yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Anies dan Sandi. Sesuatu yang bisa dimafhumi, karena Roy adalah manusia biasa, sama seperti kita.
Rakyat Indonesia, yang mungkin alergi dengan politik, butuh "fakta telanjang" tentang siapa sosok jujur yang harus mereka pilih pada Pilkada serentak nanti, siapa wakil rakyat yang benar-benar amanah menjalankan tugasnya atau sekedar bualan dan omong kosong di sidang parlemen, serta siapa yang benar-benar memiliki rekam jejak bersih, keberanian yang kuat, serta komitmen melayani segenap rakyat Indonesia pada Pilpres 2019 nanti.
Menarik untuk melihat bagaimana Roy Kiyoshi membaca mereka, memancing mereka berbicara jujur, atau menyentil mereka bila berani berdusta. Ide ini saya pikir gila dan menarik, bahkan jauh lebih menarik dari sekedar berbicara mengenai pengabdi setan, pelaku ritual gaib, korban guna-guna, pelakor, pebinor dan sejenisnya.