Mohon tunggu...
Boy Anugerah
Boy Anugerah Mohon Tunggu... Administrasi - Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Pendiri dan Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspada "Brain Drain", Bukan Curiga!

28 Maret 2018   11:55 Diperbarui: 28 Maret 2018   20:09 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebenarnya permasalahan brain-drain ini masih menjadi perdebatan apakah menjadi sebuah keuntungan atau kerugian bagi negara-negara berkembang. Mereka yang menganggap brain-drain bukanlah permasalahan mengedepankan argumentasi bahwa dengan banyaknya sumber daya manusia negara berkembang ke negara maju akan berdampak positif bagi alih teknologi dan ilmu pengetahuan. 

Bukankah infrastruktur pendidikan di negara maju jauh lebih modern dan qualified dibanding negara berkembang? Jikalau pada akhirnya mereka memutuskan untuk menetap dan bekerja di negara tempat mereka belajar, mereka tetap dapat memberikan manfaat bagi negara asal dengan membuka jaringan bagi adik-adik mereka di tanah air. Mereka juga dapat menjalankan diplomasi horizontal melalui bidang pendidikan demi kepentingan bangsa dan negaranya.

Berbeda dengan pendapat pertama, kalangan yang menganggap bahwa brain-drain merupakan ancaman mengemukakan argumentasi bahwa brain-drain tak lebih dari imperialisme gaya baru negara-negara maju. Melalui brain-drain, negara maju menciptakan semacam pemiskinan struktural terhadap negara-negara berkembang. Semakin banyak kalangan terdidik-terpelajar meninggalkan negara asalnya, semakin negara tersebut kekurangan sumber daya dalam menggerakkan roda pembangunan.

Ditilik dari studi Hubungan Internasional, apa yang terjadi di negara-negara berkembang merupakan bentuk dependensi atau ketergantungan yang diciptakan oleh negara-negara maju. Semakin besar ketergantungan negara-negara berkembang, semakin mudah negara maju mencapai kepentingan nasionalnya. Menguasai suatu negara dewasa ini tak perlu lagi menggunakan bom atau peluru dum-dum, melainkan penguasaan atas cara berfikir warganya. Inilah yang patut diwaspadai.

Terlepas dari perdebatan tentang sisi positif dan sisi negatif brain-drain, pemerintah Indonesia sudah sepatutnya memberi perhatian khusus terhadap masalah ini. Dibutuhkan suatu studi dan analisa komprehensif untuk selanjutnya dituangkan dalam kebijakan pendidikan. Segala sisi positif dari brain-drain bisa kita ambil, akan tetapi untuk sisi negatif dibutuhkan filter atau saringan. Kita tentu berharap putra-putri terbaik bangsa dapat memberikan kontribusinya bagi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun