Secara eksplisit saya hendak menganalogikan ikan salmon ini sebagai generasi baby boomers atau X yang ada di lembaga negara. Agar mereka tidak koruptif dan selalu memeluk perubahan, mereka butuh eksistensi anak-anak hiu di "kolam" mereka.Â
Keberadaan anak-anak hiu tidak saja menstimulus agar mereka terus bergerak, tapi juga bisa menggigit dan mematikan mereka apabila lancung menyalahi tugas dan tanggung jawabnya. Tentu akan sangat sarkastis apabila generasi baby boomers dan X ini dipotong atau dengan istilah lain mengalami potong generasi. Walau bagaimanapun, ada sisi baik dari mereka, yakni pengalaman. Hal-hal buruknya yang dibuang.
Dalam kehidupan riil, ikan-ikan hiu ini adalah generasi muda, mereka yang disebut sebagai generasi milenial. Ada yang terkategori sebagai generasi Y, mereka yang lahir pada periode 1981-2000, generasi Z dan Alpha yang terlahir dalam rentang waktu 2001 ke atas. Mereka yang terkelompok dalam generasi-generasi ini memiliki karakteristik yang lebih relevan dengan tuntutan zaman. Kelebihan utamanya terletak pada ide-ide kreatif dan inovatif, serta mengutamakan logika dan nalar kritis dalam bertindak. Mereka juga sangat menguasai teknologi komunikasi dan informasi yang menjadi anak kandung globalisasi.
Dalam konteks reformasi birokrasi, mereka yang masuk pada kategori mahasiswa tingkat akhir adalah kelompok yang paling pas untuk menghadirkan perubahan. Tentu saja apabila mereka terpanggil untuk menjadi abdi negara. Namun tentu saja tantangannya tak mudah. Saat ini, anak-anak muda, meskipun saya singgung memiliki beragam kelebihan yang sangat menunjang, tapi lebih banyak berfikir pragmatis dan kalkulatif. Gaji kecil menjadi faktor keengganan mereka bergabung untuk menjadi abdi negara.
Selain itu, para mahasiswa tingkat akhir yang memiliki kemauan dan keinginan untuk menjadi abdi negara disarankan memiliki karakter dan kualifikasi yang baik. Mereka yang terbiasa berorganisasi selama di kampus, mencerap ilmu dan pengetahuan tanpa henti, akan lebih tahan banting dibandingkan dengan mahasiswa ber-IPK tinggi tapi miskin pengalaman organisasi.Â
Mereka yang mengenyam pengalaman organisasi selama di kampus, terlebih lagi organisasi pergerakan akan lebih mudah menghadapi ragam situasi, ragam kondisi, dan tentu saja ragam persona. Hal ini penting karena ketika terjun berlaga dan mengabdi di birokrasi, mereka akan menghadapi lintas generasi, terutama generasi X dan baby boomers yang konservatif.
Akhir kata dan sebagai penutup, saya hendak mengetuk hati adik-adik mahasiswa untuk menjadi abdi negara, entah itu sebagai ASN/TNI/Polri. Kondisi hari ini sungguh mencemaskan. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sungguh akut. Jika dulu saya memutuskan untuk pensiun dini sebagai ASN, keputusan itu sungguh saya sesali.Â
Meskipun saya kini berjuang di jalur saya sendiri untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara, tidak seharusnya saya cepat menyerah pada sistem. Untuk itu saya mengajak adik-adik mahasiswa, untuk menjadi hiu-hiu muda yang mampu mendorong dan mendobrak agar birokrasi kembali kepada khittahnya, sebagai mesin pelayan masyarakat. Tentunya dengan segala konsekuensi dan risikonya. Adakah kalian tergugah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H