Mohon tunggu...
Boy Anugerah
Boy Anugerah Mohon Tunggu... Administrasi - Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Pendiri dan Direktur Eksekutif Literasi Unggul School of Research (LUSOR)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ekses Pilkada dan Persatuan Bangsa

14 Desember 2017   13:19 Diperbarui: 14 Desember 2017   15:01 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terus terang saya kurang tahu dan kurang paham apakah benar aksi-aksi unjuk rasa di pengadilan tinggi, aksi kirim bunga papan, serta aksi tebar seribu lilin pasca putusan Ahok memang benar dilakukan oleh mereka yang bersimpati kepada Ahok.

Saya punya pandangan seperti ini. Pertama, mungkin saja benar yang melakukan aksi-aksi tersebut murni dilakukan oleh para pendukung Ahok (maksudnya pendukung non-partai). Sentimen kesukuan dan keagamaan bermain di sini karena mereka sebagai minoritas dalam hal suku atau agama merasa disakiti, terlepas dari benar salahnya Ahok. Kedua, bisa saja aksi-aksi tersebut digerakkan oleh partai pendukung Ahok untuk motif-motif politik.

Motif menggiring opini rakyat untuk mendapatkan simpati atau setidak-tidaknya memunculkan keraguan atas hasil pilkada. Ini saya sampaikan tidak dalam konteks menuduh, hanya berbicara kemungkinan. Apapun bisa terjadi dalam politik.

Jika benar ada pihak yang bermain dalam berbagai unjuk rasa pasca putusan Ahok, saya sebagai warga negara Indonesia yang peduli pada persatuan Indonesia hanya menyarankan, berhentilah dari sekarang! Berhenti memainkan perasaan kalangan minoritas yang melakukan unjuk rasa.

Jelaskan kepada mereka bahwa ini bukan soal dominasi mayoritas atau tirani minoritas, ini murni penegakan hukum. Indonesia adalah rechstaat bukan machstaat. Berhenti memantik konflik karena Indonesia menjadi negatif dalam sorotan dunia internasional.

Citra Indonesia sebagai negara penganut Islam moderat dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Tanhana Dharmma Mangrva menjadi ternoda.

Menyikapi kondisi ini, dibutuhkan kesadaran serta kearifan banyak pihak. Pemerintah sudah seharusnya melakukan tindakan-tindakan sesuai koridor hukum yang berlaku. Melalui instrumen KPU dan Bawaslu, jelaskan proses Pilkada dari A sampai Z dengan tuntas sehingga tidak ada tanda tanya di masyakarat.

Melalui instrumen TNI dan Polri, ciptakan stabilitas keamanan pasca Pilkada. Pemerintah sudah seharusnya tidak "masuk angin" atau ikut berkepentingan dalam hasil Pilkada. Para pendukung Ahok, khususnya kaum minoritas, hendaknya berfikir dengan kepala dingin.

Belajarlah untuk berempati dan berkontemplasi terhadap duduk perkara sebenarnya. Jangan mau dikomodifikasi untuk kepentingan politik. Sekali lagi, ini bukan perkara dominasi mayoritas! Konstitusi dan dasar negara tegas menyebutkan bahwa Indonesia bukan negara agama.

Di republik ini, apapun agamanya dan sukunya, semua memiliki hak yang sama, dijamin harkat, derajat, martabat, bahkan nyawanya.

Dalam tataran diplomasi, untuk meredam sentimen-sentimen negatif terhadap Indonesia, para diplomat Indonesia sudah seharusnya bertanggung jawab melakukan langkah-langkah untuk melindungi nama baik negara, entah itu melalui diskusi dan seminar, kontra opini di media massa negara lain, dan masih banyak lagi mekanisme diplomatik lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun