Ini adalah kisah nyata, tentang hasrat, takdir dan terobosan yang menakjubkan. Hidup adalah kejutan, dimana takdir perlu dijemput dengan hasrat yang menggelora, menembus sekat-sekat kemapanan.
Film ini mengisahkan tentang Vivien Thomas (diperankan dengan memukau oleh Mos Def), seorang pria kulit hitam yang hidup di Amerika Serikat pada tahun 30an. Secara tak sengaja Vivien yang seorang teknisi biasa ini bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah laboratorium milik dr. Blalock (diperankan oleh Alan Rickman), seorang ahli bedah ternama di Universitas Johns Hopkins . Tak diduga, Vivien adalah seorang jenius. Hal ini membuat Blalock, mempekerjakannya sebagai asisten pribadinya di laboratorium.Â
Saat itu Blalock dihadapkan pada tantangan besar. Kasus blue baby syndrome belum diketahui terapinya, sehingga rata-rata pasien meninggal tanpa berhasil diterapi. Alhasil, melalui rangkaian percobaan yang menantang dengan seekor anjing sebagai kelinci percobaannya, Blalock dan Vivien berhasil membuat terobosan besar di dunia kedokteran. Mereka menemukan metode bedah yang disebut dengan Blalock Shunt. Upaya heroik mereka, akhurnya berhasil menyelamatkan bayi-bayi yang mengidap kelainan detak jantung kongenital Tetralogi Fallot, dan menjadi terobosan pertama di dunia bedah jantung.
Film yang dirilis oleh HBO pada tahun 2004 ini adalah kisah nyata. Ditulis oleh Peter Silverman dan disutradarai oleh Joseph Sargent, film berdurasi 110 menit ini adalah sebuah epik. Bukan hanya kisah perjuangan menemukan teknik bedah yang menakjubkan itu, tapi lebih jauh berkisah tentang kegigihan, hasrat dan pengorbanan. Tak mudah bagi Vivien Thomas, seorang petugas kebersihan berkulit hitam, yang hidup di tengah rasialisme, kemiskinan dan minim penghargaan. Vivien harus menghadapi hinaan atas dirinya yang tak memiliki latar pendidikan yang mumpuni. Ia juga harus berjuang dengan gaji kecil dan minimnya penghargaan yang diberikan kepadanya, bahkan dari Blalock sekalipun.
Toh sekalipun Vivien protes terhadap perlakuan tidak adil sistem saat itu, ia harus tunduk pada takdir. Meski ia sempat hengkang dari pekerjaannya beberapa kali sebagai bentuk protes kepada Blalock, ia akhirnya memutar halauan karirnya menjadi penjual obat, dan terdampar kembali pada kariernya semula. Ia dengan terpaksa menelan pil pahit bekerja kembali dengan Blalock, dengan upah yang kecil dan minimnya penghargaan.
Di akhir kisah yang happy ending ini, Vivien pada akhirnya mendapatkan gelar kehormatan dari Johns Hopkins, saat Blalock sudah tiada. Dalam usianya yang senja, ia menjadi satu-satunya orang yang mendapatkan gelar kehormatan, tanpa memiliki latar belakang pendidikan akademis apa pun di dunia kedokteran.
Kadang Tuhan berbicara melalui kisah-kisah mencengangkan seperti Vivien Thomas, yang menembus batas-batas kemapanan dan kewajaran. Sesekali Tuhan menampar kita dengan cinta, bahwa hidup harus berhasrat. Meski kadang takdir tak selamanya seperti yang kita harapkan, namun akhir kisahnya kadang indah tak terduga. Seperti kisah Vivien Thomas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H