Salam untuk semua...
Polemik soal perbedaan tajam para ahli yang diajukan oleh JPU maupun Penasehat Hukum (PH) dalam sidang kasus kematian mirna, telah memunculkan pendapat bahwa Hakim dalam kasus ini perlu mendengar ahli lagi yang diminta oleh Hakim itu sendiri agar terbebas image seolah-seolah ahli berpihak ke JPU atau PH.
Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Hakim yang memperoleh begitu banyaknya pengetahuan khusus dari para ahli yang saling bertentangan tajam di muka persidangan, sebenarnya bisa saja memilih berpihak kepada pendapat ahli tertentu yang sudah diajukan untuk menguatkan pertimbangan hukumnya baik dalam memutus bersalah atau memutus bebas terdakwa Jessica. Bahkan Hakim harus mengingat saran MARI dalam suatu waktu bahwa Hakim mengadili perkara harus mampu bebas dari pengaruh opini publik sumber: Wakil-Ketua MA Bidang Non Yudisial Membuka Seminar Peran Media Opini Publik dan Independensi Yudisial dan sumber ini MA Jatuhkan Vonis Hakim Harus Bebas Opini Publik.
Dari, persidangan selama ini nampaknya soal ada atau tidaknya sianida dalam tubuh mirna adalah poin krusial yang masih memerlukan ketegasan pembuktian karena seperti diargumenkan oleh PH bahwa no sianida maka no case. Sedangkan JPU menyakini bahwa dalam Kopi yang dipesankan Terdakwa Jessica ada sianida yang tertelan ke dalam tubuh mirna.
Sebenarnya, dari dua argumen tersebut tidak saling membantah karena argumen PH berada dalam fase akibat masuknya sianida sedangkan JPU berada dalam fase sumber awal masuknya sianida. Hakim jelas harus memutus dengan memberi pertimbangan atas kedua argumen tersebut secara lengkap atau cukup pertimbangan hukumnya (voldoende gemotiveerd). Oleh karena itu, Hakim (mungkin) perlu mendengar ahli lain yakni kinetiys atau ahli menghitung reaksi atau proses kimia. Keperluan ahli kinetika kimia ini sebenarnya pernah terlontarkan oleh Ketua Majelis Hakim (beliau yang duduk ditengah dan memimpin sidang).
Scientists that study rates at which processes occur are called kinetists."(Sumber).
Apa dasar keperluan kinetika kimia itu, karena jelas sekali baik ahli JPU maupun ahli PH belum berhasil menguraikan perhitungan secara gamblang seluruh variabel sehingga timbul 0,2 mg sianida dalam sample lambung. Benar, ahli JPU DR. Nursamran ada menghitung soal itu, akan tetapi pada suatu wawancara beliau sendiri masih mempertimbangkan variabel embalming dan fase transportasi dari kerongkongan ke lambung serta fakta lain yang perlu. Benar juga, ahli DR Gatot dan DR. Djaja sudah berpendapat bahwa 0,2 mg dalam lambung adalah hasil post mortem akan tetapi karena faktor kematian mirna yang sudden tersebut setelah minum kopi harus memiliki argumen dalam Putusan Hakim nantinya maka spontanitas Ketua Majelis soal ahli menghitung bisa saja menjadi alasan perlu didengar ahli kinetika kimia.
Apa hasil yang akan didapat ? Hakim bisa mendapatkan keyakinan atas argumen fase awal JPU, fase akhir argumen PH dan mengisi kekosongan argumen atau minim argumen pada fase tengah atau transpotasi zat dari mulut ke lambung. apakah itu akan mencukupkan informasinya, mungkin bisa dilihat dari uraian sumber ini. Apabila ketepatan menghitung reaksi kimia tersebut dilakukan ahlinya, maka simulasi yang dilakukan selama ini akan terkonfirmasi secara keilmuan dan tidak perlu dikonfirmasi kembali kepada saksi fakta yang selama ini terjadi.
Setelah itu seorang ahli hukum pembuktian akan memberikan konfirmasi terhadap relevansi bukti-bukti terkait seluruh simulasi maupun metodologi yang dilakukan oleh ahli-ahli terkait kimia tentang benar atau tidak benar keberadaan sisaan sianida tersebut di dalam tubuh korban sebagai alat membunuh bukan akibat dari post mortem.
Itulah argumen keperluan didengar ahli kinetika kimia karena, ahli-ahli yang ada tidak pernah menghitung proses transportasi zat sianida dari kerongkongan. Seperti BPK/BPKP yang menghitung kerugian keuangan Negara dalam kasus korupsi.
Apakah perlu ahli digital forensik tambahan yang dirasa independen oleh Hakim ? Apabila cermat memperhatikan perdebatan antara ahli JPU dan ahli PH terkait kasus kematian mirna di kafe Olivier, isu utamanya untuk pembuktian masuknya racun bukanlah soal dugaan tempering atau dugaan frame-frame yang katanya kurang itu, melainkan CCTV tidak memberi visualiasi yang jelas dan terang mengenai kegiataan yang terjadi di sekitar meja no. 54 baik pada kurun waktu Jessica sendirian sampai dengan Mirna menyeruput dari sedotan kopi yang diduga sianida tersebut.
Semoga para ahli yang sudah didengar di Pengadilan telah memberi ilmu pengetahuan dan sekali lagi berpendapat di luar pengadilan adalah hak, namun sia-sia belaka dalam perkara ini.
Tetap semangat !
Bonardo Paruntungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H