Mohon tunggu...
Bonardo Paruntungan
Bonardo Paruntungan Mohon Tunggu... -

Hanya saya saja!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi atas OTT KPK RI atas Oknum-Oknum Pemimpin Lembaga Negara Bentukan Reformasi

18 September 2016   14:24 Diperbarui: 18 September 2016   14:59 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam untuk semua...

Geger, gemas, heran, geram, tidak habis pikir dan segala macam perasaan terkait tidak percaya dan kekecewaan atas perilaku koruptif pemimpin lembaga tinggi di NKRI ini, sudah pasti menimbulkan polemik di masyarakat.

KPK masih membuktikan kegigihannya melawan korupsi, dengan secara menyakinkan dalam konferensi pers pada sabtu sore menetapkan seorang yang menduduki jabatan ketua dalam lembaga tinggi yang merupakan hasil pemikiran untuk pembaharuan sistem perwakilan dan bernegara di NKRI.

Secara singkat, KPK sebagai satu dari sekian lembaga buah dari reformasi telah beberapa kali mentersangkakan/ mendakwa/menuntut pejabat penting di lembaga yang lahir karena pembaharuan masa reformasi. Seingat kami, KPK pernah menangkap pejabat KPPU, Ketua MK, dan kemarin Ketua DPD karena dugaan suap. Meskipun, pejabat penting KPK juga dilanda dan ada yang menjadi terpidana bukan kasus korupsi. 

Sungguh, kenyataan ini mengherankan karena lembaga-lembaga itu dibentuk cukup baru dengan iklim baru dan harapan baru akan tetapi bukan masih ada tetapi bisa memberi peluang oknum pejabatnya berperilaku koruptif, apakah ada yang salah dari penciptaan sistem saling awasi di lembaga bentukan reformasi itu ?

Jadi, oknum-oknum yang berperilaku koruptif tersebut bisa dikatakan telah mengolok-olok harapan baru yang dilekatkan dalam hati rakyat pada saat awal reformasi, sehingga KPK sangat beralasan untuk sungguh-sungguh mendakwa/ menuntut oknum-oknum tersebut dengan ancaman hukuman yang tinggi. Keharusan ini didorong alasan bahwa lembaga-lembaga tersebut lahir dari pengorbanan dan rekonsiliasi seluruh rakyat Indonesia yang memimpikan akan memberi legacy yang membanggakan bagi generasi mendatang.

Hukuman terhadap perilaku koruptif bukan soal membuat efek jera akan tetapi memberi semangat dan harapan terus menerus bagi rakyat NKRI. Pengungkapan kasus-kasus korupsi terhadap oknum-oknum yang mungkin tidak pernah diperkirakan sekalipun adalah bentuk dari tanggung-jawab seorang manusia atas ketakwaannya kepada TYME. Saat semua orang bersumpah bahwa segala perbuataannya adalah urusan dan hanya antara dirinya dan TYME, maka saat dirinya terbelit kasus korupsi kiranya dapat dijadikan momentum reflektif atas kerendahan hati bukan nafsu untuk memunculkan polemik dan keresahan di masyarakat.

Pembelaan seorang pejabat penting dalam lembaga bentukan reformasi yang sedang menghadapi kasus korupsi sebaiknya menjalankan proses penegakan hukum secara efisien, dan bertanggung-jawab. Artinya, memunculkan isu-isu atau memberi kesempatan pihak lain dengan agenda sendiri atau membonceng kasus korupsi yang tengah dihadapinya adalah opsi yang harus disingkirkan.

Terlalu banyak preseden yang seharusnya direview secara cermat dan hati-hati. Selain itu, proses hukum bukanlah proses dikasihani dan mengasihani melainkan memberikan dan membuktikan fakta dan meluruskannya sehingga proses hukum itu sendiri tidak berkelebihan seolah-olah hanya hasil hukuman yang berat. Proses yang tidak solid namun outputnya nampak dahsyat hanyalah akan memberi alasan tidak pernah tercapainya efek jera yang reflektif dan korektif. 

Seperti terjadi sekarang ini yang sebenarnya terjadi juga setiap kali ada pengusutan kasus korupsi melibatkan politisi, seolah-olah KPK RI tebang pilih, membuang energi untuk urusan recehan dan segala macam argumen yang tidak konstruktif dan kondusif bagi eksistensi KPK RI. Argumen prematur yang ala kadarnya yang sangat disenangi kebanyakan orang karena tidak tertib menggali informasi dan tertutup untuk diskusi.

Tetap semangat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun