Mohon tunggu...
Bonny Dwifriansyah
Bonny Dwifriansyah Mohon Tunggu... profesional -

Just a man who love to walk on foot

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Iklan Capres, Apakah Kita Telah ‘Mencernanya’ dengan Baik?

15 September 2014   07:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:40 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2013 yang lalu, ada iklan politik Aburizal Bakrie tentang ayahnya yang diputar di TV One. Dalam iklan tersebut, diceritakan bahwa Achmad Bakrie (1916 – 1988) adalah seorang pengusaha Indonesia yang dulunya hanya anak petani dan hanya tamatan SR (Sekolah Rakyat yang setingkat SD).

Meski hanya tamatan SD, Achmad Bakrie bisa menciptakan lapangan kerja untuk puluhan ribu orang. Lalu, ARB megatakan bahwakalau hanya anak petani dan tamatan SD saja bisa sesukses seperti itu, begitu juga lulusan SMK (dan bukan anak petani) yang ada saat ini. Apakah Anda setuju dengan pernyataan ARB tadi?

Menurut data sejarah, Achmad Bakrie, bersekolah di Hollandsche Inlandsche School (HIS). Ini sekolah pada zaman penjajahan Belanda, pertama kali didirikan di Indonesia pada tahun 1914. Sekolah ini ada pada jenjang Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat dengan pendidikan dasar sekarang, namun dengan bahasa pengantar bahasa Belanda (Westersch Lager Onderwijs). Bedakan dengan Inlandsche School yang menggunakan bahasa daerah.


Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta seperti Taman Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan Islam ada pendidikan yang diselenggrakan oleh Muhamadiyah, Pondok Pesantren, dan lai-lain.


HIS diperuntukan bagi golongan penduduk keturunan Indonesia asli (maka disebut juga Sekolah Bumiputera Belanda). Pada umumnya disediakan untuk anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh-tokoh terkemuka, atau pegawai negeri. Lama pendidikan 7 tahun.

Pada sisi ini sudah jelas bahwa posisi sosial Achmad Bakrie berbeda dengan rakyat jelata yang kemungkinan dan aksesnya lebih kecil. Achmad Bakrie mempunyai previlege dalam akses pendidikan karena status sosial orangtua, yang tidak semua anak mendapatkan. Benarkah AB anak petani? Kalau pun benar, bisa dipastikan bukan "petani" sembarangan. Bisa jadi tuan tanah, atau kaum modal.


Bisa bersekolah di HIS, jika dibaca dalam konteks masa itu, tentu posisi yang hebat. Jika membandingkan dengan lulusan SMKN jaman sekarang, jangan dalam pengertian membandingkan lulusan SD (sekarang) dengan lulusan SMKN (sekarang). Jangankan lulusan SMKN, bahkan lulusan Perguruan Tinggi sekarang pun, yang mampu menciptakan lapangan kerja tidak lebih 5% dari total lulusan perguruan tinggi.


Tulisan ini hanya bermaksud menumbuhkan semangat kritis yang mengedepankan logika dalam mencerna sebuah iklan, terlebih iklan politik berwujud iklan capres. Jangan mudah percaya dan terlena terhadap sosok terkenal dan jargon-jargon yang mengiringinya.

Seperti yang kita lihat sejak beberapa bulan lalu, sebelum Pilpres 2014 digelar, setiap hari layar kaca televisi kita disinggahi oleh iklan-iklan capres. Iklan-iklan tersebut tampil sangat sering dan tak pandang waktu.

Berdasarkan temuan SatuDunia yang dipublikasikan melalui website www.iklancapres.org, kita bisa melihat bahwa kubu Prabowo-Hatta sangat banyak memasang iklan capresnya di TV One.Sementara Jokowi-Hatta memasang iklan politiknya di Metro TV.

Menurut data yang dilansir oleh SatuDunia.net, jumlah iklan capres di Metro TV yang dihitung sejak 22 Mei - 22 Juni 2014 saja telah mencapai 67 spot. Dan dari 67 iklan capres yang ada di Metro TV, seluruhnya merupakan iklan Jokowi-JK. Sementara jumlah tayangan iklan capres di TVOne mencapai 152 spot. Sekitar 64 persennya merupakan iklan Prabowo-Hatta.

Apakah masyarakat umum mampu mencerna dan memilah mana saja iklan-iklan capres yang benar, masuk akal, dan dapat dipercaya masuk akal, serta mana saja iklan-iklan capres yang semata-mata hanya “jebakan”.

Sumber foto:http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/05/1338442565437707879.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun