Mohon tunggu...
Bonny Bulang
Bonny Bulang Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis ekonomi kerakyatan (Credit Union), sedang belajar dan mendalami Adat dan Budaya dan Tradisi Dayak Kalimantan. Kunjungi juga website saya http://www.ceritadayak.com/ dan http://benuadayak.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Camar Bulan di Caplok atau "Men-caplok-kan" Diri

6 November 2011   09:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:00 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencaplokan wilayah sudah sering terjadi yang konon katanya dilakukan oleh Malaysia. Tapi kita tidak bisa memvonis sepiak dan menyalahkan Malaysia dalam hal ini. Jika kita melihat polemic yang ada dengan bijak dan menyorotinya dari sisi kemanusian maka akan terlihat jelas kenapa bisa terjadi seperti ini.

Sudah menjadi berita lama dan tidak asing di telinga kita bahwa banyak daerah perbatasan khusunya yang di Kalimantan Barat sudah sekian lama ini bahkan mulai dari Indonesia belum merdeka sudah “ketergantungan” dengan Malaysia. Bukan hanya sembako yang di datangkan dari Malaysia tapi hasil pertanian dari wilayah Indonesia juga di jual ke Malaysia. Serta uang sebagai alat tukar juga warga perbatasan lebih sering menggunakan Ringgit Malaysia.

Ini terjadi karena akses menuju hampir semua daerah perbatasan tidak layak dilewati. Kalaupun di lewati pasti memerlukan waktu yang biaya sangat banyak untuk bisa mencapai pusat kota dari Indonesia di bandingkan dengan ke pusat kota di Malaysia. “Masyarakat mengetahui pemerintah Malaysia melakukan pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia. Program ini disambut warga Indonesia di sana sebab selama ini mereka lebih merasa diperhatikan oleh Malaysia dari pada Indonesia” kata Akil Mohtar di kutib dari Republika.com (12/10.2011).

Seharusmya pemerintah sudah bisa membaca hal ini, sebab dari semua adalah tidak meratanya pembangunan. Perbatasan dianak tirikan di Indonesia sehingga tidak heran masayarakat lebih cinta produk Malaysia dari pada Indonesia.

Kalau berbicara rasa NASIONALISME mungkin sudah bosan masyarakat disana mendengar kata itu. Mereka hormat bendera merah putih sudah 66 tahun tapi tidak ada balasan dari semua itu. Kita ingat kejadian bulan agustus lalu ketika salah seorang kepala desa menyatakan ingin mengibarkan bendera Malaysia pada tanggal 17 Agustus 2011. Kalau menurut saya itu wajar-wajar saja karena selama ini mereka lebih kenal Malaysia di banding Indonesia yang sejarahnya mereka pelajari sejak Sekolah Dasar (SD). Bahkan akhir-akhir ini sering didengaungkan kalau Borneo akan merdeka dari NKRI

Intinya adalah “NASIONALISME TIDAK BISA KASI MEREKA MAKAN” karena ini berbicara masalah perut. Haruskan demi rasa nasionalisme mereka mengeluarkan uang berjuta-juta demi membeli satu karung beras yang harganya cuma Rp.150.000,- ke pusat kota di Indonnesia. Sedangkan mereka mendapatkan uang itu dengan susah payah dan hanya itu yang mereka miliki.

Disisi lain banyak warga Indonesia yang memiliki dua KTP baik Indonesia maupun Malaysia. Ini mereka lakukankan karena jika mereka memiliki KTP Malaysia maka mereka akan dengan mudah berbelanja kesana serta mendapatkan jaminan kesehatan.

Ironis sekali karen mereka hanya akan diingat kalau ada perusaan yang mau mengembangkan wilayah kerja ke daerah mereka. Mereka hanya di ingat biala ada pencaplokan wilayah seperti ini. Semua angkat bicara dari TV ke TV dari Koran ke Koran tapi setelah semuanya redupa maka pelan-pelang menghilang seakan pertbatasan itu tidak pernah ada. Entah kita sadari atau tidak rupanya selama ini system “sapi perah” masih berlaku di negri yang konon katanya menjunjung keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Permasalahannya hanya di pemnbagunan, karna pembangunan perbatasan yang tidak di utamaknlah maka ini bisa terjadi. Coba kalau pembangunan di perbatasan di Indonesia disamakan dengan di Malaysia maka sudah di pastikan ini tidak akan terjadi. Pemerintah harus cepat tanggap dan menjadikan pembangunan perbatasan sebagai target utama dalam pembagunan nasional karena kalau tidak akan banyak warga dan wilayah Indonesia akan pindah kesana. Jangan sampai menunggu Borneo lepas dari NKRI. Salam putra Borneo.*BB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun