Mohon tunggu...
Bonita WidyaArtanti
Bonita WidyaArtanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

halo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Regional Berperan pada Sektor Unggulan untuk Menaikkan Perekonomian

31 Oktober 2022   08:55 Diperbarui: 31 Oktober 2022   08:59 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi suatu wilayah dengan cara mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Pembangunan selalu menimbulkan dampak positif maupun negatif, karena hal ini perlu adanya indikator sebagai tolak ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan. Paradigma mengenai pembangunan cenderung mengidentifikasi keberhasilan pertumbuhan ekonomi mencapai nilai yang tinggi di wilayah tersebut dengan syarat pemerintah dan masyarakatnya ikut serta dalam mencapai tujuan dari pembangunan ekonomi yang semakin besar agar bisa menjalankan roda perekonomian pada masyarakat untuk mencapai pembangunan yang diinginkan.

Sektor unggulan sebagai sektor yang cukup penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah, tidak hanya mengacu pada lokasi secara geografis melainkan pada sektor yang tersebar di berbagai saluran ekonomi. Sehingga mampu menggerakkan seluruh sektor ekonomi. Sektor unggulan adalah sektor yang bisa mendorong pertumbuhan dan perkembangan bagi sektor yang lainnya. Sektor unggulan merupakan sektor ekonomi yang bisa memberikan kontribusi cukup besar dalam PDRB dan mempunyai pengaruh positif jika sektor unggulan dikembangkan dengan baik, maka perekonomian daerah secara umum akan meningkat dari daerah-daerah lainnya (Widodo, 2006).

Pada penghujung tahun 2018 muncul isu perihal melemahnya mata uang rupiah yang diakibatkan oleh dampak dari sanksi Amerika Serikat terhadap Cina. Sanksi tersebut berawal dari keputusan negara china yang mengenakkan tarif impor senilai U$ 50 miliar atau sekitar Rp. 705 triliun.

Ketegangan hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China telah menimbulkan kekhawatiran banyak pihak karena berpotensi mengancam negara-negara lain yang tidak terlibat di dalamnya. Hampir setiap saat kedua negara saling melontarkan tuduhan untuk memperlihatkan keunggulan system politik masing-masing

Dampaknya terhadap Indonesia

Ketegangan yang terjadi antara AS dan china akan membawa dampak signifikan pada kerja sama multirateral dimana Indonesia mengandalkan kerja sama multilateral untuk mencapai tujuannya yang akan pasti terpengaruh sebab dari China dan AS mengandalkan kerja sama bilateral.

Pemerintah menilai perang dagang yang dibunyikan Amerika Serikat dan China membawa dampak yang beragam, baik negative maupun positif, bagi Indonesia. Dari sisi konsumen kemungkinan barang impor konsumsi china yang dilarang masuk AS akan menyerbu Indonesia, sehingga harga barang menjadi lebih cukup murah. Namun, dilihat dari sisi produsen arus barang impor tentu membuat produsen dalam negeri ketar-ketir karena khawatir daya saingnya berkurang.

Melihat fenomena ini sebetulnnya tidak selalu membawa dampak buruk bagi bangsa Indonesia, justru dengan adanya hal tersebut bisa menjadi peluang bagi bangsa Indonesia untuk meraup keuntungan dan membawa dampak baik bagi ekonomi di Indonesia.

Hal tersebut bisa tereleasi dengan naiknya peringkat ekonomi Indonesia dimata dunia  yang ditunjukan oleh data statistic GDP (PDB). Produk Domestik Bruto atau yang biasa diketauhi sebagai istilah Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai dan jasa akhir yang dihasilkan dari berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu setahun. Indonesia berada pada peringkat 7 dunia. Sementara peringkat 1 hingga 6 ditempat oleh China, Amerika Serikat, India, Jepang, Jerman, dan Rusia secara berurutan.

Data ini berasal dari proyeksi data statistik oleh Dana Moneter Internasional (IMF) outlook pada April 2018 untuk tahun 2018 dan 2023, dalam keseimbangan kemampuan berbelanja atau Purchasing Power Parity (PPP), peringkatnya berbeda dengan peringkat berdasar PDB, 10 negara teratas pada Purchasing Power Parity adalah China, Amerika Serikat, India, Jepang, Jerman, Rusia, Indonesia, Brazil, Inggris dan perancis.

Indonesia dapat memanfaatkan peluang perang dagang ini karena dengan kondisi tersebut kedua negara yang sedang perang dagang yakni Amerika Serikat dengan China tidak akan diam saja apabila ekspor produknya terganggu. Mereka pasti akan mencari pasar baru untuk menjual komditasnya, yang terhambat penjualannya karena kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat dan China. Namun kondisi ini juga bisa berdampak pada defisit neraca perdagangan pada indonesia, contohnya saja pada sektor ekspor kelapa sawit yan merupakan produk unggulan. Pada kuartal pertama produk ekspor kelapa sawit turun 17 persen dibandingkan dengan periode tahun 2017. Hal tersebut terjadi akibat negara lain atau beberapa negara pelaku pembeli kelapa sawit memilih kebijakan yang mementingkan sektor dalam negeri. Misalnya dengan menaikkan biaya produk tersebut ataupun dengan melarang penjualan keluar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun