Mohon tunggu...
Inovasi

Sudah Adilkah Permainan Pemerintah dan Pers?

26 Februari 2018   12:49 Diperbarui: 26 Februari 2018   12:57 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia semakin hari semakin maju dan mengalami erkembangan yang cukup nyata. Wajar saja, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih terus berjuang untuk mengembangkan diri. Dengan berbagai pembangunan, revisi undang-undang, perombakan sistem, dan sebagainya. Akan tetapi, berbagai upaya pengembangan Indonesia ini rupanya masih tetap janggal dalam beberapa aspek. Akhirnya, muncul berbagai kasus yang cukup lucu atau bisa juga dibilang tidak masuk akal.

Salah satu kasus yang saat ini masih panas adalah pengusiran wartawan BBC di Asmat, Papua. Kita semua tahu apa yang terjadi di Asma, Papua. Isu ini diangkat oleh BEM UI dengan memberikan kartu kuning kepada presiden kita bapak Joko Widodo. Kasus pengusiran wartawan BBC menjadi panas karena menyangkut apa yang biasa disebut dengan kebebasan pers. Kebebasan pers sendiri sebenarnya sudah dilindungi oleh hukum. Dimunculkan UU No.40 Th 1999 tentang kode etik pers juga menjadi batasan tersendiri bagi pers agar pers juga tidak bisa seenaknya bertindak. Akan tetapi, ketakutan pemerintah rupanya melebihi batasan yang telah dibuat itu.

Secara singkat, kasus ini membuat Rebecca Alice Henschke, Kepala Biro BBC Indonesia, di kembalikan ke Jakarta karena cuitannya di Twitter. Rebecca memposting 2 foto pada hari yang sama. Foto pertama ia ambil di pelabuhan dimana terdapat berbagai sumbangan makanan dan kepertuan bagi rakyat Asmat. Menjadi masalah dikarenakan caption-nya yang menyatakan bahwa bantuan ini tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Foto kedua berisi dua tentara dari TNI bersama burung-burung. Alhasil Rebecca ditangkap dan diinteogasi serta diperiksa oleh berbagai pihak keamanan. 3 Februari 2018 akhirnya Rebecca di kembalikan ke Jakarta.

Sebenarnya memang kebebasan pers ini diakui oleh undang-undang kita. Akan tetapi, pers luar negri memang belum jelas posisinya. Ketika ditanya jawabnya tetap boleh boleh saja asal sudah mengikuti prosedur yang ada. Masalah malah mucul disini. Mekanisme sistem clearing house menjadi sulit. Sudah sulit, lama, berlapis-lapis, lalu wartawan masih diawasi gerakannya. Disini masalah kebebasan pers dipertanyakan. Ketika kebebasan pers dipertanyakan, pemerintah tutup telinga, pihak keamanan mengelak, dan tidak ada yang tahu kejelasannya. Alasan yang muncul akhirnya adalah 'melindungi negara'. Lalu, sebenarnya dengan cara ini apakah benar negara yang dilindungi? Atau kepentingan negara? Atau mungkin takut jika 'rahasia' terbongkar.

Jika memang pemerintah dan berbagai pihak ingin negaranya berkembang, maka pers harusnya diberi kebebasan dalam berbagai aspek yang sudah diatur. Dalam bahasa olahraga permainan antar pers dan pemerintah masih belum fair. Padahal dengan adanya kebebasan pers, pemerintah bisa mengetahui kesalahannya sehingga bisa membuat keputusan yang lebih baik. Maka suaya fair, pemerintah perlu memberikan kebebasan kepada pers manapun dengan sistem yang ketat namun tidak mempersulit. Begitupun dengan para jurnalis, mereka juga harus membawa kode etik mereka dengan sungguh-sungguh agar tidak merugikan pihak mana pun.

Sumber:

1 2 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun