[caption caption="Dallas Fort-Worth International Airports"][/caption]
Gara gara mengomentari artikelnya pak Tjip di sini, aku diminta oleh Sayeed dan pak Tjip untuk menuliskan pengalamanku dikurung di bandara Dallas Fort Worth, Texas.
Awal cerita
Ini semua berawal dari nasib mujur (bejo) ku bisa menjadi TKI di negara nya Neymar pada awal tahun 2001. Disamping senang dan bersyukur, aku juga sedikit kuatir, karena sangat sedikit informasi yg bisa aku dapat tentang bagaimana hidup di Brazil yg secara geografis terletak sangat jauh dari Indonesia. Belum lagi katanya mayoritas orang Brazil cuma bisa berbahasa Portugis dan sedikit sekali yg bisa berbahasa Inggris. Namun sebagai bonek, walaupun palsu, tetap nekad berangkat demi segepok dollar :D.
Out of topic sebentar, salah satu sebab aku tertarik jadi TKI disana adalah gaji ku yg dibayar dalam US dollar dan dikirim langsung oleh agenku (dari Inggris) ke account kita di Indonesia. Makanya kita diharuskan untuk memiliki account dollar di salah bank di Indonesia. Awalnya aku ke Citi Bank-Dago, mBandung. Eh ditolak gara2 setoran awal yg aku mampu saat itu tidak cukup kata CS Citi banknya :(. Dengan motor bebekku yg agak butut, aku menuju ke HSBC yang ada di Wisma Bumiputra prapatan lima Asia-Afrika mBandung. Akhirnya aku bisa punya account USD di HSBC berkat bantuan mbak CS yg cantik dan sangat grapyak (ramah). Siapa ya nama nya? Terus apa sih untungnya gaji dikirim langsung ke offshore account? Bebas pajak bro! Pemerintah Brazil tidak bisa menarik pajak atas gaji ku karena dikirim langsung dari Inggris. Tapi untuk hidup sehari2 di Brazil kita harus punya ATM yg connect dg account di luar Brazil. Aturan bebas pajak ini kemudian hari berubah. Cerita detail tentang ini dan gimana korupnya aparat Brazil mungkin bisa aku tuliskan dalam artikel lain.....kalau tidak males :P
Beli Tiket Jakarta-Osaka-Dallas-Sao Paulo PP
Tiket dengan rute panjang ini aku beli atas saran seorang agen travel di jalan Lengkong Kecil mBandung, karena saat itu harganya paling murah, kalau tidak salah sekitar $1500 an. Ketika aku bertanya tentang bagaimana aku bisa masuk ke US tanpa visa (Visa kerja di US ku sdh expired), dijawab oleh sang agen bahwa aku masuk ke US lewat pakai proses TWOV (Transit Without Visa). Ya wes berangkat!
Setelah transit sekitar 5 jam di bandara Kansai Osaka (rasanya ini adalah bandara tercantik dan termahal pada saat itu karena dibuat dari tanah urukan ditengah2 laut di Osaka Bay), kita boarding ke pesawat 777 nya American Airlines (AA). Aku diminta minggir oleh petugas bandara dan memeriksa tiket dan passport ku lebih detail. Kemudian sang petugas meminta aku memakai gelang warna ungu mencolok dengan tulisan TWOV dan tas bawaan ku diberi tag warna ungu dan tulisan yg sama.
Dikurung di Bandara
Begitu kita landing di Fort Worth Dallas, para pemakai gelang TWOV diminta untuk turun duluan oleh seorang crew dan sudah ditunggu didepan pintu pesawat oleh seorang ground crew nya AA. Kalau penumpang lain menuju pintu pemeriksaan Imigrasi, aku dan satu orang lagi di belok kan kearah lain. Sampai kedepan sebuah pintu yg kelihatan sangat kokoh, sang petugas membuka pintu dengan kunci dan minta aku dan seseorang itu untuk masuk kedalam dan mengatakan bahwa dia akan menjemput kita 6 jam kemudian, saat pesawat Dallas-Sao Paulo siap boarding. Halah ... dikurung rek! Sepintas ruang tunggu itu seperti ruang tunggu biasa, dan jumlah kursi nya kira2 untuk 50+ orang dengan 3 TV lumayan besar, WC, vending machine untuk minuman soda dan kopi, vending machine untuk snack, dan telpon berbayar koin/kartu kredit. Total ada sekitar 10 an orang yg ada didalam ruangan itu (termasuk 2 dr Osaka, bareng dg aku) dan rata rata berwajah hispanik dengan tujuan penerbangan ke Amerika Latin dan Asia. 6 Jam didalam ruangan yg relative sempit menjadi terasa lama dan membosankan. TV isinya berita local, olah raga dan satu lagi telenovela. Mau jalan2 ya mentok ke jendela, WC atau kembali ke kursi.
Karena cuma ada kira2 10 orang, maka banyak kursi yg dipakai buat tidur2an atau tidur beneran. Tidak perlu kuatir ketiduran, karena pasti ada petugas yg membuka pintu dan teriak2 untuk penumpang yg harus segera boarding. Saat pesawat ku siap boarding, pintu dibuka dan disambut oleh ground crew AA, passport dan tiketku dicek dan digiring menuju pesawat. Seperti saat turun, maka saat boarding pun para TWOV-er ini naik pesawat duluan, pintu boarding untuk penumpang lain belum dibuka.
Setekah 3 bulan macul di Brazil, aku harus pulang sebentar ke Indonesia untuk mengurus Visa kerja Brazil ( dari awal soal Visa di Brazil ini terasa aneh dan layak diceritakan dalam artikel sendiri) aku kembali harus pulang ke Indonesia via Dallas pakai proses TWOV dan dikurung lagi dalam ruangan yg sama selama 10 jam! Tapi ada kejadian lucu. Jumlah orang yg terkurung kira2 kurang dari 10 orang. Di sudut yg agak jauh dari kursi dimana aku duduk, ada seorang pemuda gondrong, berjaket kulit, berkulit gelap sepintas seperti orang Indonesia atau orang Amerika Latin, badan tegap dan agak sedikit lebih tinggi/lebih besar dari aku. Dia duduk bersama seorang cewek bule yg lumayan cakep, mungkin pacarnya batin ku. Yg bikin aku sedikit grogi, koq rasanya dari awal aku masuk pemuda itu koq sering menatap aku terus …. Wah ada apa ya? Suatu ketika aku harus buang air kecil ke WC dan saat itu didalam ruangan cuma ada 4-5 orang termasuk pasangan pemuda gondrong-bule itu. Begitu aku berdiri berjalan ke WC, sigondrong juga ikut jalan kearahku dan juga ikut masuk WC…. Wah mana sedang tidak ada orang lain di WC, cuma ada kita berdua. Setelah kencing aku membasuh tangan di wastafel dan sipemuda gondrong mendekati ku. Waduh bakalan di begal nih aku :D …. Nggak tau nya sipemuda menyapaku pakai bahasa Indonesia …
“mas dari Indonesia ya?”
“Ya” jawabku kaget dan lega :D
“Kenalin mas, nama saya Asep dari Bandung, dari Cicaheum” katanya lagi ….
Ah ..... urang Bandung rupanya, sama dong sama aku! Ha ha ha ha …
Cerita punya cerita, si Asep bekerja sebagai staff lokal di KBRI Jerman yang barusan liburan di Meksiko, dan sekarang sdg transit akan kembali ke Berlin bersama pacarnya. Pacarnya, orang Jerman, harusnya bisa masuk ke US tanpa Visa, tapi berhubung dia travel berbarengan dg si Asep, maka si pacar dg suka rela ikut masuk dalam kurungan di bandara Dallas ….
Gara-gara 9/11, TWOV dicabut
Pertengahan 2001 aku harus pulang menjemput keluarga lewat jalur sama (aku beli tiket PP), aku tidak tahu kalau TVOW sudah dicabut. Dari SP aku tidak dikasi gelang TWOV lagi dan saat di Dallas tidak ada yg menjemput .... waduh piye iki? ya udah ikutan antri di imigrasi. Petugas membolak balik passportku dan melihat Visa kerja US ku yg sdh expired Juli 1999, terus tanya koq tidak punya Visa US? Lha memang tujuan ku tidak ke US dan sebelumnya aku pakai TWOV. Terus petugas tanya lagi koq nggak apply US Visa? Aku jawab susah dapatnya .... Setelah itu dia bertanya profesiku dan dimana aku bekerja, dan dimana aku bekerja ketika aku di US. Jawaban ku nampaknya memuaskan petugas, aku boleh keluar lewat imigrasi tapi harus segera masuk lagi :D, jadi selama 10 jam aku menunggu di ruang tunggu biasa dg ribuan penumpangh lain .....
Selanjutnya untuk ke Jakarta-Sao Paulo, aku pakai jalur Eropa dan minta transit Visa di Jerman dan Belanda .... tidak sulit ternyata untuk mendapatkan Visanya.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H