Mohon tunggu...
Boneka Lilin
Boneka Lilin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Produk gagal dalam proses daur ulang | www.bonekalilin.com | @BoLiiin_ | https://www.facebook.com/BonekaLilin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ada yang Berminat Tawuran? Honornya 1 Juta, loh!

27 September 2012   16:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_214990" align="aligncenter" width="360" caption="republika.co.id"][/caption] Ini bukan berita fitnah, sekadar isapan jempol, atau suatu tindakan yang bermaksud untuk memperkeruh suasana yang sudah memanas untuk kian mengepulkan bara api dendam permusuhan. Tapi ini FAKTA yang saya tau sendiri langsung (meski lewat info di jejaring sosial facebook), bahwa ternyata, para siswa yang terlibat aksi tawuran itu tidak dengan bodohnya mendaftarkan diri untuk unjuk gigi dalam aksi, tanpa "keuntungan" apa pun! Ya, berdasarkan hasil interview langsung seorang guru menulisku, yakni penulis kondang Pipiet Senja, ternyata muncul pengakuan yang cukup mencengangkan dari beberapa siswa yang terlibat aksi brutal hingga berakibat meregangnya nyawa putra-putra harapan bangsa secara sia-sia itu, mereka dibayar! Bandrol seharga Rp1.000.000,- per anak saja rupanya sudah lebih dari cukup untuk mereka (para remaja labil tersebut) rela menggadaikan akidahnya. Menyakiti sesama saudara, dan bahkan menentang hukum yang bukan hanya dibuat oleh manusia, tapi juga Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja fakta ini cukup "mencekik" banyak kalangan yang, jika seandainya mereka telah mengetahui, punya andil besar dalam penyelesaian masalah yang sebenarnya, menurut Bunda Pipiet Senja, sudah mulai kedaluarsa alias tidak diminati lagi selama hampir 3 tahun terakhir ini, namun nyatanya malah kembali berhembus di musim-musim pemilu kada. Tangan siapa yang berada di balik insiden "pentarifan" tawuran ini? Wallahu'alam bisshowaab... Fakta yang sangat mencengangkan, ketika mayoritas kalangan menggembor-gemborkan bahwa penyebab dari rusaknya moral para pelajar itu, dalam menggeluti "profesi" sebagai preman jalanan berseragam pendidikan, dikarenakan kurangnya perhatian dari para jajaran dewan guru dan orangtua, atau karena sekadar sebagai ajang gaya-gayaan, atau juga sebagai wujud pelampiasan atas stress-nya para pelajar mengikuti rutinitas pendidikan yang monoton dan terkesan ketat, atau pendapat pakar psikologi yang tadi siang sempat saya mencuri dengar pernyataannya dalam siaran di sebuah stasiun televisi, bahwa mayoritas anak-anak itu terlibat aksi tawuran karena ancaman dari para seniornya. Barang siapa yang menolak untuk turut serta "meramaikan" aksi tawuran, dia akan menerima "pelajaran" yang setimpal, sementara bila bersedia, ia akan di-elu-elu-kan layaknya pahlawan yang membela nama baik, harkat, dan martabat sekolah. Mungkin bisa jadi juga berbagai aspek kemungkinan di atas itu tergabung, hingga menjadi satu alasan kuat bagi si pelajar untuk berani gagah-gagahan dengan pentungan dan celurit di tangan, melupakan bagaimana tubuh ringkih orangtua mereka memeras keringat dan bertarung dengan terik matahari, demi keberlayakan hidup mereka, anak-anak harapan yang justru dengan teganya mengkhianati kepercayaan orangtua. Para pelajar yang cenderung masih berjiwa labil, lebih mengedepankan emosi ketimbang logika, tidak akan berpikir terlalu panjang (bahkan hingga pada dampak kemungkinan terburuk sekalipun) tentang resiko apa yang siap menjadi ganjarannya di dunia apalagi akhirat. Dengan hanya ditakuti-takuti untuk dikeroyok atau di-bully bila menolak ajakan, bahkan ditambah iming-iming mendapatkan honor lumayan fantastis untuk ukuran kantong mereka yang harus selalu merasa cukup dengan uang jajan pas-pasan, anggukkan untuk melakukan tindakan bejat itu pun terjadi juga. Dan lihatlah sekarang bagaimana buktinya. Seorang pelajar SMK yang baru-baru ini terlibat tawuran, setelah sebelumnya pelajar dari SMA 6 dan 70, dia tak sedikitpun menunjukkan rasa bersalah telah menghilangkan nyawa sesamanya dengan sabetan sebilah celurit.

antarafoto.com

"Bagaimana, setelah anak itu tewas, puas kamu?!" tanya pihak berwajib. Tanpa mimik ragu dan penyesalan sedikitpun, dengan lantangnya anak remaja tanggung itu menjawab. "Ya, aku puas!" Innalillahi...! Saya yakin, bukan hanya orangtua korban yang akan histeris mendengar jawaban tanpa rasa empati sedikitpun dari mulut seorang bocah yang nyata-nyata telah melakukan salah satu dosa besar tersebut, tapi orangtua dari si bocah tersangka itu pun pasti menjerit kecewa.

antaranews.com

Allah, Rahman, Rahim, selamatkan generasi penerus bangsa ini dari pencucian otak dari kalangan yang ingin Indonesia tercerai berai. Allahumma Aamiin... Wallahu'alam. PS. Komentar yang cerdas, ya. Jangan sangar, menghujat, dll. Artikel ini hanya sebagai bahan perenungan dan pelajaran bagi kita semua. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun