Mohon tunggu...
Bondan Wibisono
Bondan Wibisono Mohon Tunggu... -

"I'm just a story teller who try to form a formula for extracting meaning from chaos, just like a handful of water we scoop up to recall an ocean"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Tertinggal: Hari Guru Buruh Bergerak

1 Desember 2011   12:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:57 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada pertanyaan kritis di benak saya ketika berbicara kondisi perburuhan di Indonesia, mengapa gerakan buruh di Indonesia tidak sekuat gerakan buruh di Eropa, Amerika Latin, Jepang, atau Korea?

Reformasi telah berjalan dan gerakan buruh memiliki ruang secara bebas untuk mengekspresikan perjuangannya. Pertanyaannya mengapa potensi besar buruh Indonesia tidak menjadikan mereka kekuatan yang diperhitungkan?

Mengenal orang lain adalah kebijaksanaan, mengenal diri sendiri adalah pencerahan


Sudah berapa lama kita bekerja?

Apa saja yang telah kita dapatkan?

Seberapa besar pekerjaan kita memberi makna bagi diri, keluarga, dan lingkungan?

Apakah kita puas dengan pekerjaan kita sekarang?

Ataukah, jangan-jangan, tidak ada makna lagi dalam pekerjaan kita?

Sebab pekerjaan itu sendiri? Ataukah kita sedang disorientasi?

Apakah kita menyadari siapakah diri kita?

Mari tinggalkan sejenak pertanyaan-pertanyaan itu. Sebab lazim diungkapkan oleh kita yang merasakan kesenjangan antara penghasilan, kebutuhan hidup, dan gaya hidup yang ingin dicapai. Aha, ukuran kebutuhan hidup layaklah yang menjadi biang kerok kerusuhan berdarah demo buruh di Batam, akan menarik untuk dilihat agak bergeser memikir dan menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi. Yang pasti, peristiwa itu dipicu oleh suatu sikap pengabaian pejabat pemerintah terhadap tangung jawab moral terhadap rakyatnya, yaitu mensejahterakan. Sejahtera berarti aman sentausa dan makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan).

Ketika banyak pejabat publik menjadi penipu dan pencuri uang negara bernilai miliaran, buruh menuntut revisi penghitungan nilai Kebutuhan Hidup Layak. Mereka merasa pemerintah yang diwakili pejabatnya telah salah memperkirakan kebutuhan layak para buruh yang dianggap tidak sebanding dengan tingginya tiap individu mengkonsumsi gaji. Secara teknis, penentuan Kebutuhan Hidup Layak memang dilakukan oleh pejabat mewakili kekuasaan negara, kemudian perwakilan buruh sebagai end user, dan organisasi pengusaha yang nantinya wajib membayar nominal minimal dari Upah Minimal yang ditetapkan. Besaran upah inilah yang dianggap layak oleh pemerintah dan dianggap tidak layak oleh buruh.

Mari sinis. Masuk akal jika angka yang ditentukan konsorsium tiga kepentingan tersbut kemudian diprotes oleh buruh yang menghitung kebutuhan hidup layak mereka dengan cara yang berbeda. Pejabat pemerintah sebagai regulator yang melegitimasi upah buruh menggunakan rasio matematis dari hasi survey sehingga tidak klop dengan kondisi nyata di masyarakat. Rasanya hampir (?) tidak ada pejabat negara yang tidak hidup makmur. Itulah makanya kepekaan terhadap kebutuhan kebutuhan dasar hidup dalam masyarakat biasa menjadi tumpul. Intinya, orang kaya tidak tahu dan tidak ingin tahu bagaimana rasanya menjadi orang miskin, sedangkan orang miskinpun tidak akan sanggup menyentuh angka angka ongkos yang dihabiskan untuk kebutuhan hidup layak bagi golongan kaya.

Tidak sesederhana itu, saudara. Upah Minimum yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah tentunya telah melewati tahapan tahapan perbandingan, bahasan bahasan mengenai kelayakan serta pertimbangan yang matang. Kepentingan pengusaha sebagai majikan yang memberi upah kepada buruhpun harus diamankan, karena dari kegiatan usaha itulah pundi pundi pendapatan daerah ikut membiayai ongkos managerial birokrsi pemerintahan dalam mengelola wilayahnya. Efek kegiatan usaha itulah yang menggerakkan roda ekonimi diwilayah yang dipimpinnya. Dilihat dari mekanisme yang dipakai dalam menentukan besaran angka, upah minimum sebenarnya adalah kesepakatan antara perwakilan buruh dan perwakilan majikan. Pengertian seperti itu tidak semua buruh dapat memahami; tetapi mereka tahu bahwa angka itu tidak sepadan dengan ongkos hidup. Bagi buruh, angka angka itu memang vital, lebih dari sekedar periuk nasi. Kebutuhan hidup layak tidak hanya makan, tempat tinggal, dan sandangan layak.

Ada tiga faktor inti yang menjadi pemantik pertikaian buruh di Batam; Pertama, zaman telah banyak merubah barang barang yang dulunya dianggap mewah menjadi biasa. Sementara ongkos kehidupan dan biaya pergaulan turut menanjak naik seiring membengkaknya volume komunitas mereka. Kedua, gaya hidup hedonis pejabat negara yang jauh dari kesederhanaan diam diam menjadi racun moral bagi masyarakat awam menengah, yang kemudian disimpulkan sebagai sebuah sikap tidak adil yang dipertontonkan. Ketiga, teknologi informasi yang sedemikian pesat ikut menyeret hampir sebagian masyarakat kepada dunia konsumtif dan imitatif.

Kaum buruh, sebagai komponen manual dari alat alat industri banyak direpresentasikan secara statistik dan menomor duakan aspek sosialnya. Sambil terus bekerja mereka menanggungkan beban mental atas rasa ketidak adilan majikan pemberi kerja, dan mencoba mengadu kepada pemerintah sebagai pemomongnya. Ketidak adilan dan ketidak bijaksanaan yang menjadi biang dari kekerasan. Tindakan represif petugas Polisi beralasan juga karena mengemban kepentingan tugas sekaligus melindungi harga diri mereka sebagai petugas. Sayangnya, demo yang tujuannya mulia itu akhirnya berakhir dengan anarkisme, tidak ada konklusi, dan merugikan semua pihak; bahkan pihak yang tidak ikut ikutan dalam aksi itu.

Batam saat tegang, sementara nusantara memperingati Hari Guru Nasional, berbarengan lagi dengan pawiwahan agung kepala negara yang ngrabekke anaknya. Segitiga psikoligis; teriakan lapar, krisis tauladan, dan pembororosan seperti berebut perhatian dari rakyat Indonesia dewasa ini. Rakyat Indonesia yang tak berhenti berharap akan terciptannya negeri gemah ripah loh jinawi, aman, toto, titi, tentrem dan kerto raharjo. Barangkali, cita cita itu akan cepat terwujud jika setiap manusia lebih banyak bersyukur atas hidup hingga hari ini.

Selamat berjuang para buruh!

Selamat berulang tahun Bapak dan Ibu Guru!

Selamat ngrabekke pak SBY!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun