Assalamualaikum Bapak Ibu Guru.
Salam Pembelajaran.
Pada tulisan saya yang pertama ini, saya ingin bercerita mengenai pengalaman saya mengikuti perlombaan inobel dikdas. Perlombaan ini merupakan perlombaan inovasi pembelajaran yang diadakan oleh Subdit Kesharlindung Dikdas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan tujuan untuk memotivasi para guru pendidikan dasar berkarya inovatif. Karya inovatif tersebut terdiri dari karya inovatif dalam bentuk media pembelajaran, model pembelajaran, maupun evaluasi pembelajaran.
Saya adalah seorang guru Sekolah Dasar (tentunya boleh ikut karena sasaran Inobel Dikdas ini adalah para guru SD dan guru SMP secara terpisah) yang pernah mencoba-coba mendaftar dan mengupload naskah pada tahun 2018 silam. Saya hanya mencoba-coba, lho Bapak Ibu. Ceritanya begini saya mendapat informasi perlombaan dari berselancar di dunia maya memakai peramban di laptop saya. Saya mendapat informasi kalau sebelum mencoba mendaftar perlombaan tersebut, terlebih dahulu harus mendaftar terlebih dahulu pada website Kesharlindung Dikdas.
Dari website tesebut, saya tahu kalau saya harus mengupload segala dokumen yang diperlukan. Singkat cerita saya sudah mengupload segala dokumennya, dan dokumen tersebut sudah disetujui oleh admin website-nya, saya diminta mengupload naskah artikelnya. Nah, di sinilah kebingungan mulai merayapi benak saya. Lha saya nggak pernah membuat karya tulis sekelas inobel, e aduh!
Tapi dengan bermodal kenekatan saya coba menulisnya. Selama ini yang saya tahu Karya Tulis Ilmiah itu ya PTK alias Penelitian Tindakan Kelas. Saya baca-baca tuh pedoman inobelnya yang sudah diupload pada website Kesharlindung Dikdas. Setelah saya baca saya paksa-paksakan sendi-sendi PTK masuk ke dalam karya tulis inovatif saya. Maka, taraaaang, jadilah karya inobel saya yang pertama di tahun lalu.
Setelah saya upload naskah artikel saya tersebut, lumayan lama juga saya nunggunya sampai ada pengumuman. Singkat cerita lagi nih, pada suatu malam, pengumuman naskah yang lolos keluar di website Kesharlindung Dikdas. Saya baca-baca eh ternyata ada nama saya. Saya sempat tidak percaya lho. Bagaimana tidak, lha kaidahnya saja belum tentu benar hehehe. Peserta yang lolos artikelnya kemudian dipanggil untuk mengikuti workshop inovasi pembelajaran.Â
Pada workshop tersebut, saya mendapatkan pengalaman yang berharga mengenai tata cara penulisan artikel inovasi pembelajaran yang benar. Pada workshop itu juga saya dapat informasi bahwa ternyata artikel yang lolos itu belum dinilai oleh para juri, tetapi baru melalui seleksi similarity naskah. Jadi naskah saya ternyata tidak sampai 13% similarity-nya. Alhamdulillah.
Setelah workshop, saya diminta untuk memperbaiki naskah untuk selanjutnya dinilai para juri. Naah, pada tahap inilah saya gugur. Saya tidak jadi finalis Bapak Ibu. Â Jadi cerita saya tidak bisa nih saya lanjutkan. Tapi semangat saya untuk mengikuti perlombaan ini tetap membara. Saya lihat-lihat ternyata ada juga rekan-rekan yang sampai membuat gambar-gambar inspiaratif untuk mengajak para guru dikdas mengikuti perlombaan Inobel Dikdas. Salah satunya seperti ini.
Saya jadi tambah semangat tuh Bapak Ibu. Ternyata saya tidak sendirian yang tergila-gila dengan Inobel Dikdas. Apakah Bapak Ibu guru juga sama? Kalau sama, jangan-jangan kita malah lagi sama-sama menunggu hasil seleksi naskah inobel tahun 2019 ini ya?
[**]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H