Masih segar dalam ingatan saya, sejak awal ketika rindu dan harapan, cita-cita dan perjuangan dimulai di atas bukit "Sandar Matahari Ledalero". Ketika itu situasi Covid-19 masih sedang panas-panasnya membungkus hasrat bertegur sapa, menahan langkah melawat perjumpaan. Seminari Tinggi Ledalero mencoba mencairkan suasana. Membuka pekan olahraga bersama: mengasah bakat, menyapa saudara yang sempat alpa berjumpa, menguji tak-tik dan merebut juara.Â
Waktu itu saya baru ganti atap rumah dan pelindungnya. Di bawah naungan seorang Bapak Yosef Freinademetz, saya mendengar dengan jelas, membaca dengan lantang, menyimak penuh perhatian selama pekan olahraga komunitas. Kalimat pujian/sanjungan, rasa bangga yang dalam, serentak menebar ketakutan dengan cuitan-cuitan sederhana tetapi menggigit tentang "Black Eagle" dan sederetan punggawanya.Â
Sederetan nama yang masih segar dalam ingatan saat ini menjadi buah bibir di antara para Konfrater. Skiil, kecepatan, pertahanan hampir menjadikan mereka yang sempurna. Berhadapan dengan kesebelasan Black Eagle lawan cukup kewalahan dan ketar-ketir menahan kekalahan termasuk anak-anak asuhan bapak Yosef. Kebanggaan atas kehebatan dan kemenangan kala itu dikompori cuitan sederhana yang muncul dari gagasan kreatif anggota black eagle yang lain. Black eagle menjadi primadona.Â
Waktu berlalu, nama Black Eagle kian redup. Nama yang dulu pernah menjadi primadona kini seolah dilupakan. Saya menduga, generasi sebelum tidak sempat membakar api semangat dan tak-tik untuk diwariskan. Mereka yang dulu menguasai si kulit bundar dan meraciknya dalam berita yang  dimaksudkan untuk mempertegas kemenangan kini alpa dipublilasi. Kemarin, desas-desus generasi black eagle saat ini sempat didengar. Sikap optimis yang dibalut semangat ambisius untuk merebut kemenangan. Seperti elang yang mengira dapat merebut mangsa dari mulut anak harimau yang baru berumur beberapa bulan, mesti menelan pil pahit atas kekalahan. Saya ingat kemarin, situasi yang sama terjadi ketika Barca ditundukkan El Real dengan skor yang sama antara Black Eagle vs Mikhael,  yakni 3:4. Dugaan saya, redupnya Barca dimungkinkan mempengaruhi generasi black eagle saat ini. Semoga itu hanya dugaan.Â
Fu Shen Fu sebaliknya, tetap mencoba untuk tetap tenang. Dicurangi dalam turnamen kali lalu, menjadi pembelajaran baru untuk mengubah gaya dan pola/tak-tik. Kini, penghuni Fu Shen Fu sedang duduk menanti akhir. Masuk ke babak final adalah kemangan yang mengobati ketertundaan-ketertundaan sebagai "the real Winner".Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H