Mohon tunggu...
Bona
Bona Mohon Tunggu... Politisi - Ideapreneur dan Penikmat Persahabatan

Bekerja sebagai entrepreneur dibidang teknologi informasi, berkesempatan mengenyam pendidikan formal hingga tingkat tertinggi (S3) dan menyukai politik dan sdm. Dapat dihubungi melalui email aku [at] bona [dot] web [dot] id

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tak Lebih 100 Miliar? Modus Sedot Pulsa Bisa Lebih dari Itu!

12 Oktober 2011   01:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:04 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Menkominfo Tifatul Sembiring yang mengatakan bahwa kasus pencurian pulsa tak sampai Rp 100 miliar, sepertinya tidak mendasar dan bisa membuat masyarakat semakin resah di tengah "kepanikan" akan kasus pencurian pulsa. Padahal jika kita menilik lebih jauh dapat di sampaikan bahwa kejahatan ini telah berlangsung sejak tahun 2007 sebagaimana disampaikan oleh pihak kominfo sendiri. Jika operator mempunyai 10 juta pelanggan yang terkena modus penipuan ini maka terdapat untuk tariff premium minimal ada 2000 x 10 jt  atau sebesar 20 Miliar uang pelanggan yang di "rampok" akibat dari berbagai modus yang dilakukan yang tentunya "seijin" dan diketahui oleh operator. Bayangkan bila hal itu terjadi di lebih dari 5 operator besar di Indonesia dan dilakukan setiap hari maka dalam toleransi 1 tahun maka berapa uang masyarakat yang diambil dari 5 operator yang besar dengan diasumsikan mempunyai 10 jt pelanggan aktif setiap hari setiap hari ? Kasus perampokan berkedok SMS Premium hanya sebuah pengalihan besar yang paling mudah di lakukan oleh regulator karena ketidakmampuannya untuk membuka kasus ini lebih dalam lagi. Sebut saja istilah "silent charging" yang di kenal oleh para Content Provider (CP) dan Operator dalam melakukan modus penggerusan pulsa untuk keuntungan yang pastinya lebih besar di sisi operator (40 - 60). Modus dengan silent charging ini adalah melakukan pendaftaran secara "paksa" yang bila di telisik terkesan random padahal terstruktur rapi dengan berbagai metode filtering yang sebetulnya bisa di kaji lebih lanjut. Salah satu metode filtering tersebut adalah memilih daftar pelanggan yang paling "rajin" mengisi pulsa dan kemudian mempetakannya berdasarkan daerah serta sub metode lainnya yang pada akhirnya terbentuklah sebuah data target yang valid dan bisa di "rampok" bersama. Modus lainnya adalah sistem Smart Charging yang sebetulnya penjelmaan dari metode penggerusan pulsa terhadap pelanggan yang benar ingin mengikut layanan tetapi tidak terus menerus. Aturan yang ada jelas ketika pelanggan tidak memenuhi persyaratan yang telah di tentukan dalam hal ini pulsa yang ada tidak memenuhi standar yang di berikan maka layanan harus di hentikan. Tetapi dengan mekanisme apa yang di istilahkan dengan smart charging ini justru pelanggan akan di charge dengan paket yang lebih murah dan terus menurus terpotong hingga benar benar "habis". Mekanisme ini masih dalam perdebatan apakah bisa di kategorikan dengan modus atau bukan tetapi bisa di bayangkan apabila terjadi pada masyarakat dengan kelas ekonomi pas-pasan dan di tambah dengan mekanisme UNREG yang sengaja di persulit. Kominfo melalui BRTI harusnya lebih jeli melihat hal ini dan berani melakukan penelusuran lebih lanjut bahkan bisa menetapkan aturan main yang lebih jelas untuk melindungi masyarakat dan industri kreatif kita dan tidak sekedar menyalahkan Content Provider yang notabene merupakan sapi perahan dari para operator yang terkesan di lindungi oleh para regulator. Bona Simanjuntak Aktifis Teknologi Informasi dan Komunikasi Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur Founder Indonesia Center For ICT Law Studies

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun