Mohon tunggu...
Bonar Hamari
Bonar Hamari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi Memetik Angin dan Matahari untuk Indonesia

3 Juli 2018   09:54 Diperbarui: 3 Juli 2018   10:13 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi selain membangun pembangkit listrik pemerintah lebih dulu memberesi jalan dari pelabuhan menuju lokasi kincir angin akan dipasang. Yang diuntungkan adalah masyarakat. Sudah listrik di rumahnya nanti tidak byar-pet lagi, usahanya lancar, jalanpun jadi jauh lebih bagus dan lebar.

Entah kenapa, belakangan kita sering terkaget-kaget dengan kemampuan Indonesia membangun. Soal pembangkit listrik tenaga terbarukan saja, sepertinya sudah lama jadi wacana tetapi realisasinya nol. Padahal kita sudah tahu gak mungkin lagi mengandalkan minyak dan batubara untuk membangun pembangkit listrik. Sebab pada waktunya minyak dan batubara akan habis. Harganya juga tidak menentu.

Indonesia ini negeri tropis. Sibar matahari memimpah dan gratis. Panas Bumi dan Angin juga gak gratis. Kekuatan alam ini yang selama ini diabaikan. Alasannya, investasi yang mahal dan segala macam alasan tetek bengek lainnya.

Nyatanya alasan itu hanya karena kemalasan saja. Ok, investasinya memang lebih mahal ketimbang pembangkit minyak atau batubara. Tapi, toh bukan kendala juga. Justru ketika dioperasikan biaya operasionalnya jauh lebih murah. angin dan sinar matahari gratis. Ini juga yang membuat pihak swasta yang berminat membangunnya. Toh, pasokan listriknya nanti akan dibeli PLN juga. Jadi masalahnya dimana?

Masalahnya ada di isi kepala pemimpin. Jika pemimpinnya tidak punya visi jauh ke depan, pembangunan kita hanya akan seperti tambal sulam saja. Butuh listrik, beli genset. Atau bangun pembangkit batubara. Murah investasinya. Saat itu masalah selesai. Tapi biaya operasionalnya selangit. Ketika harga batubara melambung, kontinuitas pasokan listrik bisa terganggu. Proyek pembangkit listrik akhirnya mangkrak.

Ini yang menjadi masalah dulu. Ada puluhan proyek pembangkit listrik dibiarkan jadi bangunan kosong dan besi tua. Duit negara terbuang percuma.

Berbeda dengan angin dan sinar matahari. Memetiknya mudah dan gratis. Pasokannya setiap hari. Jika diusahakan dengan baik ujung-ujungnya rakyat diuntungkan dengan harga listrik yang bisa lebih murah.

Di Janeponto, selain pembangkit tenaga angin, juga sedang dibangun PLTU (uap) dengan kapasitas 2 x 135 MW dan  PLTU Punagaya dengan kapasitas 2 x 100 MW. Pembangkit ini dibangun sendiri oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Sulawesi Selatan.

Sekali lagi, ini soal visi seorang pemimpin. Jokowi memiliki visi yang jauh ke depan. Kini dia sedang meletakkan pondasi bangunan untuk sebuah Indonesia baru. Visi bukan cuma soal impian, tetapi juga bagaimana merealisasikannya.

 Di tangan seorang Jokowi, kini kita bisa memetik angin dan matahari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun