Setiap generasi lahir dengan segala kisah yang menyertai. Generasi Baby Boomers adalah generasi yang lahir periode antara tahun 1940-1960. Disusul kelahiran generasi X yang tumbuh pada periode tahun 1961-1980.
Kemudian, terlahir generasi Y -- milenial kelahiran berkisar pada periode tahun 1981-1994. Mulai tahun 1995-2010 adalah periode generasi Z. Ditutup oleh generasi Alpha yang lahir mulai 2011 -- sekarang.
Pemetaan berdasarkan tahun kelahiran dipelopori oleh ilmuwan Amerika Serikat, Strauss-Howe. Untuk konteks Indonesia, Muhammad Faisal dari Youth Laboratory Indonesia, memetakan generasi Indonesia berdasarkan masa remaja mereka (Nasvian,2020). Menurut versi Faisal, ada empat generasi di Indonesia, yakni Alfa, Beta, Omega, dan Phi.
Fokus tulisan ini mengangkat tentang generasi Phi. Generasi ini lahir sekitar 1982 sampai 2004, (18-24 tahun). Menurut Faisal, Phi adalah simbol yang mewakili generasi milenial yang kerap diangap irasional dalam bertindak. Mereka terlahir dalam keadaan sosial politik yang dipenuhi dengan perkembangan digital, radikalisme, korupsi besar dalam pemerintahan, dan pasar bebas. Kekhasan dari generasi ini, mereka lebih cenderung tertarik pada industri kreatif. Â
Generasi Phi dan Teknologi
      Generasi Phi (gen Phi) di Indonesia adalah generasi yang mengalami berbagai kemunculan teknologi digital. Sejak belia gen Phi sudah akrab dengan beragam piranti digital. Penulis memiliki teman yang anaknya (usia 3 tahun) akan tenang dan duduk manis saat di tangannya sudah ada saluran acara di Youtube.
      Ada juga beberapa kisah yang penulis dengar. Anak balita akan berhenti menangis saat sudah diputarkan lagu atau film kartun dari Youtube. Beberapa balita ini melalui metode mimikri dapat mengoperasikan gawai tanpa tutorial dari siapa pun.
Muhammad Faisal, orang di balik layar yang mengenalkan istilah gen Phi mengungkapkan bahwa ia lebih suka menggunakan sebutan generasi Phi (phi, nama huruf ke-21 dalam abjad Yunani) daripada generasi milenial. Ia menegaskan tentang Phi yang menyimbolkan harmoni dan kesempurnaan. Singkatnya, generasi milenial di Indonesia saat ini menampilkan dua sifat itu, yakni harmoni dan kesempurnaan.
GenDuk: Generasi MenundukÂ
      Gen Phi identik dengan GenDuk. Istilah GenDuk merupakan akronim kreatif dari penulis. GenDuk menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan gawai. Penulis pernah melakukan perjalanan dari Serpong hingga Garut dengan satu orang GenDuk. Nyaris sepanjang waktu dalam perjalanan, ia habiskan untuk menatap satu acara di Youtube. Jadi, dalam perjalanan tersebut ia paling sering menatap gawai dibandingkan kegiatan lain.
      Aktivitas makan dan minum pun hanya selingan. Aktivitas utamanya adalah menonton Youtube. Tertidur pun gawainya masih dalam posisi menyala. Jika awalnya ia menonton nonstop dalam gawai. Kini ia ditonton oleh gawai sebab ia jatuh tertidur.
      Gawai dan GenDuk bagai sisi dua mata koin. Dua sisi saling melengkapi. Berkat gawai, GenDuk dapat lebih cepat mengakses beragam sumber informasi. Melalui gawai, GenDuk dapat memilih konten tutorial yang paling disuka.
Pada topik membuat permainan digital. Beberapa siswa sudah mampu membuat permainan digital secara rapi, meskipun permainan tersebut dibuat dari aplikasi gratis. Ternyata usai pembelajaran, beberapa siswa tersebut mencari video tutorial di Youtube, bagaimana cara membuat permainan digital. Usai menyaksikan video dan menyimak pembelajaran di kelas, mereka perlahan namun pasti mampu membuat sebuah permainan digital sederhana.
Pedagogi Gen Phi/GenDuk
      Sebagai generasi yang melek digital sejak usia belia. Diperlukan pemilihan metode yang tepat saat mendidik GenDuk. Pembelajaran konvensional kemungkinan besar akan mereka jauhi. Sebaliknya, mereka akan meminati pembelajaran yang berbasiskan teknologi digital dan pembelajaran yang dibawakan secara kreatif.
Masa pandemi lalu, penulis melakukan pembelajaran daring untuk jenjang kelas 8. Kebetulan materi awal adalah drama. Saat situasi normal, biasanya penulis akan membagi dalam kelompok per 5-7 orang untuk membuat naskah drama. Naskah yang sudah diperiksa dan layak, maka akan dipentaskan. Pementasan dapat secara langsung atau rekaman video.
      Masalah muncul saat situasi pandemi. Pementasan drama secara konvensional sulit dilaksanakan. Penulis mendapat ide cemerlang. Para siswa yang penulis dampingi adalah gen Phi/ GenDuk. Mereka akrab dengan gawai sejak usia dini.
      Penulis meminta para siswa untuk berlatih suatu ekspresi terlebih dahulu. Usai ekspresi yang telah ditentukan, mereka memilih satu pose yang menggambarkan suatu cerita. Lalu, mereka diminta untuk memotret ekspresi dirinya. Hasil pemotretan dikirim ke penulis untuk diberikan krisan.
Dari berlatih ekspresi dan memotret hasil ekspresi, lalu para siswa penulis minta untuk membuat serial foto diri tentang suatu tema. Serial foto tersebut agak mirip dengan konsep membuat meme. Berikut contoh meme seorang siswa:
      Meme ini mengisahkan dirinya yang memiliki cukup banyak koleksi buku. Ia pun gemar membaca buku. Seringkali ia tenggelam begitu dalam terhadap buku-buku yang dibaca. Di akhir meme ia sangat kreatif menggambarkan dirinya yang sudah berubah tua. Wajahnya mengeriput dan rambut memutih. Dua hal yang menandakan betapa ia sampai lupa waktu saat sudah membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H