Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hutan Lestari: Pendekatan Kearifan Lokal dan Ajaran Agama

14 Maret 2014   08:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia masih belum luput dari berbagai bencana alam. Bencana yang hampir merata di berbagai belahan wilayah nusantara. Ada bencana alam yang sulit untuk dihindari seperti tsunami dan letusan gunung berapi. Dua bencana tersebut hanya dapat dihindari, jika batas zona aman yang disarankan tidak dilanggar oleh masyarakat. Selain itu, ada pula bencana alam yang sebetulnya dapat dihindari oleh manusia seperti banjir, banjir badang dan tanah longsor.

Bencana alam seperti banjir, banjir badang dan tanah longsor bermuara dari keserakahan manusia dalam mengeksploitasi hutan, daerah aliran sungai dan daerah resapan hijau. Ruang terbuka hijau suatu wilayah yang minimal 20%, justru seringkali dikurangi dengan alasan kepentingan ekonomis sesaat.

Kepentingan Ekonomis dan Penggundulan Hutan

Kepentingan ekonomis sesaat yang dilandasi untuk meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) seringkali mengalahkan kepentingan jangka panjang. Kelestarian hutan, kelestarian daerah aliran sungai dan kelestarian daerah resapan hijau sebagai sabuk pengaman lingkungan, justru makin merana keadaannya. Kepentingan ekonomi sesaat dan lemahnya penegakan hukum bagai lingkaran setan yang makin mencengkeram. Daerah-daerah yang dianugerahi sumber daya alam dapat membuat jajaran pemerintah daerah (pemda) kurang berinisiatif dan kurang kreatif dalam meningkatkan PAD. Dalam benak mereka hal yang paling mudah untuk menggenjot PAD lewat cara eksploitasi sumber daya alam seperti pertambangan dan penggundulan hutan.

Penggundulan hutan dan eksploitasi pertambangan di dalam kawasan hutan lebih sering digerakkan oleh kepentingan orang luar (cukong). Mereka menggunakan cara-cara manipulasi dan menyuap pejabat pemda agar memberikan hak untuk mengeksploitasi hutan dan segenap isinya. Para cukong perlu mendapat dukungan aparat pemda agar kegiatan eksploitasi tersebut berkekuatan hukum. Lemahnya penegakan hukum terhadap para cukong penggundulan semakin membuat mereka berekspansi menjarah hutan dengan skala masif. Ujung dari eksploitasi hutan tanpa henti sudah dapat diduga. Bencana alam seperti banjir, banjir badang dan tanah longsor akan menghiasi layar kaca dan lembar koran baik tingkat lokal maupun tingkat nasional.

Laju kerusakan hutan membuat bulu kuduk merinding. Penggundulan hutan dan alih fungsi hutan Indonesia sudah menjadi sorotan publik internasional. Hutan Indonesia merupakan aset dunia. Hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia, namun kini nasibnya sedang nestapa.

Berikut ini akan penulis paparkan kebijakan-kebijakan untuk menjaga kelestarian hutan, jika menjadi presiden RI.

Kearifan Lokal dan Kelestarian Hutan

Sebelum kepentingan ekonomis mengambil porsi dominan dalam kepala pejabat pemda ataupun pemerintah pusat, kelestarian hutan relatif terjaga. Masyarakat di masing-masing daerah sudah hidup bersama dengan hutan. Mereka memiliki aturan atau hukum adat yang pro kelestarian lingkungan hidup. Hutan dan alam yang lestari merupakan sumber penghidupan bagi mereka. Sebaliknya, hutan dan alam yang rusak mendatangkan sengsara.

Penggunaan kearifan lokal perlu menjadi alternatif solusi dalam rangka pelestarian hutan. Di beberapa daerah di Indonesia sudah menjadi tradisi turun-temurun suatu kearifan lokal mampu menjaga harmoni kehidupan antara manusia dengan sumber daya alamnya. Kearifan lokal sasi merupakan salah satu contoh. Sasi berupa larangan untuk mengambil hasil sumber daya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumber daya alam tersebut. Ada beberapa kawasan yang dikenai hukum adat sasi. Pelaksanaan hukum adat sasi terdapat di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Masyarakat di sana sangat patuh dalam melaksanakan sasi.

Masyarakat Haruku mengenal empat jenis sasi: sasi laut, sasi hutan, sasi kali dan sasi dalam negeri. Dilihat dari namanya, jelas bahwa tradisi sasi berfokus pada kelestarian lingkungan, termasuk kelestarian hutan di dalamnya. Sasi dapat berlangsung secara berkelanjutan, karena semua masyarakat di Pulau Haruku bahu-membahu melaksanakan dan mengawasi. Sasi dapat berlangsung baik, karena para anggota kewang dipilih dari setiap soa (marga) yang ada di Haruku. Sedangkan, kepala kewang darat dan kewang laut diangkat menurut warisan atau garis keturunan dari datuk-datuk pemula pemangku jabatan tersebut sejak awal-mulanya dahulu.

Pengawas pelaksanaan sasi berada di tangan para anggota kewang. Batas wilayah sasi ditentukan oleh mereka. Batas-batas tanah, hutan, kali dan laut yang termasuk wilyah sasi ditandai oleh tanda-tanda yang terpancang. Siapapun, termasuk keluarga tokoh adat setempat maupun keluarga kewang sendiri yang melanggar batas wilayah sasi, maka dikenakan sanksi. Penggunaan kearifan lokal dalam menjaga hutan perlu lebih dimaksimalkan, karena komunitas adat daerah-daerah Indonesia terbukti mampu menjaga kelestarian hutan dengan aturan adat. Komunitas warga Kasepuhan, wilayah Gunung Halimun, Provinsi Jawa Barat; Kampung Naga, Suku Baduy Dalam; Suku Tepera, Kabupaten Jayapura; Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis dan masyarakat Haruku merupakan sedikit contoh komunitas adat yang mampu menjaga kelestarian hutan dan sumber daya alam dengan kearifan lokal yang dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh masing-masing anggota masyarakat di sana. Penetapan batas-batas hutan terlarang, sumber air terlarang, kali terlarang dan laut terlarang yang berakar dari kebudayaan suatu daerah perlu terus diciptakan agar laju perusakan hutan dan sumber daya alam dapat dikurangi. Masyarakat di masing-masing daerah perlu diedukasi terus-menerus bahwa kerusakan hutan dan sumber daya alam akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan kehidupan.

Banyak kearifan lokal yang sebenarnya mencerminkan sikap yang bijak dalam pengelolaan hutan dan sumber daya alam. Kearifan lokal tersebut dapat menjadi modal utama bangsa Indonesia dalam mengelola dan menjaga kelestarian hutan dan sumber daya alam. Kearifan lokal yang berlandaskan nilai-nilai etis filosofi yang mengakar dan dekat dengan masyarakat tidak menimbulkan kecanggungan atau gegar budaya saat masyarakat diminta untuk menjalankan aturan-aturan adat yang berkaitan dengan pelestarian hutan dan sumber daya alam.

Selain itu, kearifan lokal mampu menjawab kebuntuan hukum positif yang terkadang setengah hati menghukum para perusak hutan atau sumber daya alam. Aturan-aturan adat di suatu komunitas tegas menghukum bagi para pelanggar aturan adat yang berkaitan dengan kelestarian hutan dan sumber daya alam. Ketegasan hukum yang tanpa pandang status di suatu komunitas adat dapat membuat kesadaran masyarakat tumbuh bahwa kelestarian hutan dan sumber daya alam merupakan kewajiban bagi masing-masing warga di komunitas untuk menjaga, melestarikan, melakukan pengawasan dan penegakan aturan.

Penggunaan ajaran lisan di suatu komunitas adat pun perlu diwariskan dalam rangka internalisasi nilai-nilai pelestarian hutan dan sumber daya alam kepada warga yang lebih muda. Salah satu contoh pikukuh (adat yang kuat) Suku Baduy yang diturunkan dari generasi ke generasi berbunyi:

”Gunung teu meunang dilebur, Lebak teu meunang diruksak, Larangan teu meunang dirempak, Buyut teu meunang dirobah, Lojor teu meunang dipotong, Pondok teu meunang disambung”

(Gunung tidak boleh dihancurkan, Lembah tidak boleh rusak, Larangan tidak boleh dilanggar, Amanat tidak boleh dirubah, Panjang tidak boleh dipotong, Pendek tidak boleh disambung)

Landasan Agama dan Pelestarian Hutan

Selain penggunaan kearifan lokal, pelestarian hutan dan sumber daya alam dapat pula menggunakan ajaran-ajaran yang bersumber dari agama. Penggunaan dalil ajaran-ajaran agama dalam pelestarian hutan dan sumber daya alam merupakan suatu alternatif, karena masyarakat Indonesia sebagian besar memeluk agama yang diakui oleh pemerintah RI. Peran pemuka agama dapat dimaksimalkan lewat mimbar ceramah, kajian atau silaturahmi antar umat beriman dalam rangka menyebarluaskan ajaran-ajaran yang ramah lingkungan.

Pendekatan pelestarian hutan dan sumber daya alam dengan menggunakan ajaran agama dapat dilakukan di semua agama. Bumi dan alam semesta dipercaya sebagai hasil ciptaan Allah. Menjaga kelestarian hutan dan alam semesta dapat pula dianggap sebagai ibadah pada sang pencipta. Sebaliknya, merusak kelestarian hutan dan alam semesta dapat dianggap sebagai bentuk ketidaktaatan pada sang pencipta. Kerap terlontar pendapat bahwa saat terjadi bencana alam, manusia mengkaitkan dengan kemurkaan Allah, sebab merusak hutan dan alam semesta ciptaan-Nya.

Menurut pandangan agama Islam, manusia dan alam merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara Tuhan, manusia dan alam berkaitan erat. Manusia dan alam semesta sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan. Alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan diperuntukkan bagi kepentingan manusia. Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang untuk mengelola dan mengolah serta memanfaatkan alam semesta.

Dalam pandangan agama Kristen, Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang penciptaan manusia: “Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah” (Kej 2:7), seperti Ia juga “membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara” (Kej 2:19). Manusia dan alam semesta hidup saling bergantung sesuai dengan hukum ekosistem. Oleh sebab itu, jika manusia merusak alam semesta maka secara otomatis berarti ia juga merusak dirinya sendiri.

Dalam agama Hindu, relasi Tuhan, manusia dan alam dijelaskan dalam konsep kosmologi Tri Hita Karana. Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keanekaragaman budaya dan alam semesta.  Jika pemeluk ajaran agama Hindu taat menjalankan ajaran Tri Hitta Karana maka keseimbangan kosmologi tercapai. Sebaliknya, jika keharmonisan kosmologitersebut dirusak oleh tangan-tangan jahil, bukan mustahil alam semesta akan murka dan memusuhi.

Ajaran agama Buddha mengajarkan sebab akibat bahwa keseluruhan alam semesta merupakan jaringan sebab dan akibat yang saling berhubungan. Ketidakseimbangan kosmologi sedikit banyak dipengaruhi oleh perilaku makhluk hidup di bumi. Alam semesta pada suatu titik akan mengeliat untuk menyeimbangkan diri. Kegiatan penyeimbangan alam semesta secara alami yang dalam pola pikir manusia dianggap sebagai bencana.

Sumbang Gagasan dan Kelestarian Hutan

Beberapa ajaran agama yang dibahas secara singkat menunjukkan bahwa Tuhan, manusia dan alam semesta memiliki keterkaitan satu sama lain. Menjaga, melestarikan hutan dan alam semesta merupakan salah satu bentuk ibadah kepada sang pencipta. Seseorang dapat terukur kadar keimanannya melalui ibadahnya menjaga dan melestarikan hutan dan alam semesta. Pendekatan ajaran kearifan lokal danpendekatan ajaran agama patut dijadikan suatu alternatif dalam rangka proses penyadaran akan pentingnya menjaga, melestarikan hutan dan alam semesta di pemerintah daerah atau pemerintah pusat mendatang.

Bangsa Indonesia yang masih kental memegang nilai-nilai budaya leluhur dan umat beragama dapat lebih merasa akrab dan lebih mudah menerima, jika nilai-nilai menjaga, melestarikan hutan disebarluaskan melalui pendekatan kearifan lokal dan pendekatan ajaran-ajaran dalam agama. Masyarakat perlu terus-menerus disadarkan bahwa menjaga, melestarikan hutan dan alam semesta merupakan salah satu ibadah kepada Tuhan serta penghormatan kepada ajaran-ajaran leluhur (kearifan lokal).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun