Mohon tunggu...
Bonaventura P S
Bonaventura P S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ketika percaya dan terus berjuang, maka tidak ada jalan yang tak bisa dilewati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Buah Simalakama Putusan MA, Masyarakat Bertanya-tanya

19 September 2018   12:05 Diperbarui: 19 September 2018   13:40 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.mahkamahagung.go.id

Dalam Undang-Undang Pemilu tidak ada larangan mengenai mantan narapidana koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Hanya saja disebutkan pada Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-undang Pemilu bahwa syarat bakal calon legislatif ialah tidak pernah melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana.

Artinya, mantan narapidana korupsi bisa mencalonkan dirinya asalkan secara terbuka mengemukakan pada publik bahwa ia pernah menjadi narapidana korupsi. 

Jelas pasal tersebut tidak melarang eks koruptor mencalonkan kembali sebagai anggota legislatif. Sedangkan Pasal 4 ayat (3) PKPU secara jelas menyatakan melarang eks koruptor mencalonkan sebagai calon legislatif.  

Diajukan uji materi, MA sebenarnya seolah diuji dengan keadaan. Masyarakat sudah tidak lagi mentolerir eks koruptor kembali melenggang di lembaga legislatif karena maraknya praktik korupsi yang merongrong bangsa ini. 

Ketakutan untuk kembali melakukan praktik korupsi itulah yang membuat masyarakat dan sejumlah kalangan menolak eks koruptor mencalonkan diri.

Namun, MA dengan segala resikonya harus memutuskan berdasarkan kewenangan dan fungsinya. Maka dengan berdasar hak uji materi, MA menguji isi atau materi PKPU apakah bertentangan dengan Undang-Undang di atasnya yaitu Undang-Undang Pemilu. 

Pada akhirnya MA memutuskan membatalkan isi dari Pasal 4 ayat (3) PKPU dengan dasar bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu yang ada.

Diyakini MA sebenarnya tidak mendukung korupsi merajalela di negeri ini. Sebab, sebagian kasus korupsi juga bermuara ke tingkat Kasasi atau Peninjauan Kembali dimana MA yang akan memutus perkara ditingkat itu. Terbukti sebagian besar hukuman terhadap koruptor juga diperberat. Maka, dikatakan oleh MA (melalui juru bicaranya) bahwa perlu terlebih dahulu mengkritisi sumber PKPU yaitu Undang-Undang Pemilu supaya tidak bertentangan.

Apapun putusannya, masyarakat harus menghormati dan menerima. Begitu pula dengan berbagai LSM, KPK, maupun KPU sendiri juga harus menerima putusan tersebut yang kemudian dijalankan. Alternatifnya, KPU dapat menghimbau partai politik untuk melakukan kaderisasi yang baik dan mengurungkan niat mencalonkan eks koruptor sebagai bakal calon anggota legislatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun