Oleh: Maksimus Adil
Panggilan menjadi guru adalah panggilan untuk ada bersama orang lain sekaligus memberikan inspirasi, menjadi agen perubahan yang membawa harapan bagi orang yang dilayaninya. Karena itulah, maka pekerjaan sebagai guru harus dilihat sebagai sebuah profesi mulia untuk melayani. Tetapi betulkah profesi sebagai guru masih dilihat sebagai profesi mulia? Realitas yang terungkap dalam acara Mata Najwa di Metro TV barangkali menyebabkan kita ragu akan kebenaran tesis di atas dalam konteks praktek pendidikan di Indonesia.
Acara Mata Najwa di Metro TV pada Rabu malam 2 Mei 2012 mengungkapkan secara gamblang pembodohan sistematis di balik penyelenggaraan UN. Pembodohan itu dilaksanakan dalam rupa modus kecurangan yang terjadi sebelum dan sepanjang UN berlangsung. Modus kecurangan sebelum UN yang paling mencolok adalah "pencucian raport", yakni penggantian raport untuk kemudian menggelembungkan nilai yang didapat siswa (mengganti nilai siswa yang sejatinya rendah menjadi lebih tinggi). Menariknya nilai rekaan ini rata-rata lebih tinggi dari nilai yang didapat siswa pada sekolah unggulan.
Pada hari UN berlangsung, kecurangan dilakukan dengan lebih sistematis lagi. Melibatkan sekolah dan lembaga bimbingan belajar. Pagi-pagi lembaga bimbel berusaha mendapatkan lembaran soal UN lalu men-scan lembaran soal itu dan mengerjakannya untuk kemudian mendistribusikan jawabannya ke peserta bimbel atau kelompok siswa yang mau membeli kunci jawaban melalui sms. Modus lain adalah pihak-pihak dari sekolah mengumpulkan peserta UN di salah satu ruangan, lalu membagi-bagikan jawaban kepada siswa. Selain itu, kadanga-kadang Kepala Sekolah atau guru-guru masuk ke dalam ruag ujian ketika ujian sedang berlangsung dan memberikan jawaban atau setidaknya membiarkan siswa membagi jawaban yang mereka sudah peroleh atau memindahkan jawaban yang sebelumnya sudah mereka terima ke lembaran jawaban UN. Pada saat itu, para pengawas bertindak pura-pura tidak tahu.
Proyek Pemicu Kecurangan
UN telah menjadi proyek untuk para pejabat. Kepala Daerah dan Dinas Pendidikan di daerah menjadikan hasil UN sebagai indikator kesuksesan mereka dalam mengelola pendidikan. Oleh karena itu, agar dianggap sukses Kepala Daerah menekan dinas pendidikan untuk mencapai target tertentu dalam UN. Selanjutnya kepala dinas pendidikan mengumpulkan para kepala sekolah dan memberikan instruksi tentang target-target yang harus mereka capai dibarengi dengan ancaman bila gagal mewujudkan target-target itu. Sanksi yang didapat kepala sekolah bila gagal memenuhi target dari kepala dinas dan kepala daerah adalah pemecatan dari posisi mereka sebagai kepala sekolah, penundaan kenaikan pangkat atau dimutasikan ke sekolah lain.
UN juga telah lama menjadi proyek bagi lembaga-lembaga bimbingan belajar. Proyek itu memiliki satu tujuan, berhasil lulus UN dengan nilai tertinggi sehingga bisa diterima di perguruan tinggi negeri ternama. Karena itu tidaklah heran bila setelah UN berlangsung, media cetak banyak berisi iklan dari lembaga bimbel yang berisi laporan hasil UN para siswa bimbingannya. Hasil yang dicapai peserta bimbel pada UN menjadi semacam pengukuhan eksistensi dan jaminan kesuksesan untuk lembaga bimbel yang bersangkutan.
Bila kondisinya demikian, maka kita bisa paham mengapa kecurangan-kecurangan yang disebut di atas terjadi. Semua bentuk kecurangan itu dilakukan karena sekolah dan bimbel tidak ingin kehilangan muka di depan masyarakat dan terutama di depan siswa dan orang tua siswa yang mereka layani. Dengan demikian, kecurangan-kecurangan itu dilakukan demi mencari nama bagi mereka sendiri.
Sikap mencari nama yang tidak didasari kejujuran atau tidak membiarkan kenyataan yang sesungguhnya prestasi belajar siswa menyatakan dirinya apa adanya ini merupakan bentuk pembodohan dibalik UN. Akibat dari tindakan pembodohan baik oleh sekolah maupun lembaga bimbel, tujuan utama terselenggaranya UN menjadi tidak tercapai atau setidaknya diragukan hasilnya. Maka, informasi yang terhimpun dari hasil UN pun menjadi tidak valid dan dengan demikian menjadi tidak credible untuk dijadikan dasar pemetaan kualitas pendidikan nasional.
Paparan yang dikutip dari acara Mata Najwa Metro TV di atas adalah bentuk negatif yang bisa disebarkan guru dalam konteks ada bersama orang lain sekaligus tantangan bagi profesi guru yang memang dipanggil untuk benar-benar ada bersama orang lain dan melayani mereka demi kebaikan dan tujuan luhur. Pelayanan seorang guru adalah pelayanan yang sifatnys memberi inspirasi dan harapan, sehingga guru harus menjadi model bagi orang yang dilayaninya.
Ada Bersama Orang Lain untuk terus belajar
Seluruh civitas di sekolah adalah orang-orang yang tidak berhenti belajar. Para guru terus-menerus belajar sambil melayani sepanjang tahun-tahun pelayanan mereka sebagai guru. Para siswa yang mereka layani pun demikian. Mereka terus belajar dan sejatinya para guru yang mereka jumpai di sekolah menjadi model bagi mereka.
Para guru di sekolah menjadi model perilaku sekaligus model dalam belajar. Lebih dari itu, merekalah yang menjadi fasilitator utama dan agen pembelajaran. Agar dapat menjadi fasilitator yang baik bagi para siswa dan menjadi inspirasi bagi mereka, seorang guru tidak boleh berhenti belajar, baik belajar konten atau isi pelajaran yang diampuhnya maupun juga metode, cara atau strategi dalam memberi atau menyampaikan pelajaran.
Pepatah mengatakan, Seorang guru yang hebat menuntun (siswanya), membuka pikiran (siswanya), dan menyentuh hati (siswanya). Guru yang hebat memberi inspirasi (kepada para siswanya). Untuk dapat menjadi guru yang hebat, tidak ada jalan pintas. Seseorang harus belajar terus-menerus, terus mengembangkan dirinya agar dapat melayani siswanya dengan kualitas yang terbaik.
Justin Tarte dalam blognya (http://justintarte.blogspot.com) memberikan daftar sepuluh jalan atau cara untuk menjadi guru yang hebat. Berikut adalah 10 jalan atau cara menjadi guru yang hebat menurut Tarte yang disusun secara terbalik (dalam kurung dari penulis):
10. Guru yang hebat memilih dan menentukan "perang" mereka. Jika segala sesuatunya penting dan menjadi prioritas utama, berarti tidak ada yang sungguh penting atau menjadi prioritas utama. (Jadi, guru yang hebat tahu menentukan prioritas).
9. Guru yang hebat jarang berada di balik (belakang) meja mereka dan jarang duduk. Guru yang hebat mengetahui bahwa pekerjaan yang sesungguhnya dilakukan dikerjakan di lorong-lorong (trenches), dan lorong-lorong itu terletak di dalam ruangan kelas, di antara (sisi) para siswa. (Guru harus selalu berinteraksi dengan para siswa di dalam ruang kelas).
8. Guru yang hebat tidak takut untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan atau kegagalan mereka. Guru yang hebat memahami pentingnya mengambil resiko di dalam ruang kelas, dan lebih penting lagi guru yang hebat melibatkan siswa dalam mengambil keputusan, utamanya dalam mencoba sesuatu yang baru di dalam ruang kelas. (Guru yang hebat berlaku sportif terhadap siswanya).
7. Guru yang hebat reflektif secara ekstrim dan memperlakukan pekerjaan mereka secara personal. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana atau seperti yang dimaksudkan pada awalnya, guru yang hebat mengambil waktu untuk berefleksi dan mempertimbangkan cara-cara alternatif dalam melakukannya agar lebih baik pada kesempatan berikutnya. (Guru yang hebat mampu melakukan refleksi terhadap proses belajar yang dibangunnya, kemudian siap mengambil langkah alternatif).
6. Guru yang hebat adalah pembicara yang sangat baik. Guru yang hebat mampu membuat semua siswa dalam kelas berbicara atau berdiskusi secara relatif mudah. Guru yang hebat ahli dalam memimpin diskusi dan mengajukan pertanyaan yang bisa membawa siswa ke level pemikiran dan refleksi yang tinggi. (Guru yang hebat mampu mengarahkan kelas bergerak ke level yang tertinggi).
5. Guru-guru yang hebat selalu dapat membenarkan dan menjelaskan keputusan yang mereka buat atau sesuatu yang mereka lakukan yang mempengaruhi siswa-siswi mereka. Guru-guru yang hebat tidak akan pernah melakukan sesuatu hanya karena demikianlah hal itu selalu dilakukan. (Guru yang hebat mampu memberikan alasan yang masuk akal terhadap segala sesuatu yang mereka lakukan).
4. Guru-guru hebat tidak peduli dengan seberapa bagus mereka lakukan atau seberapa keras mereka bekerja. Guru-guru yang hebat peduli dengan seberapa banyak siswa mereka belajar dan seberapa banyak siswa mereka bertumbuh. Guru-guru yang hebat mampu untuk memindahkan focus dari diri mereka sendiri dan menjaga fokusnya tetap pada siswa mereka. (Fokus perhatian guru-guru hebat adalah pada siswa mereka).
3. Guru-guru yang hebat mengharapkan dan menunutut banyak dari rekan-rekan guru mereka. Guru-guru yang hebat ingin menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri, dan mereka yakin bahwa melalui kolaborasi dan kerja tim, semua, secara bersama-sama memperoleh banyak. (Guru-guru yang hebat menuntut keterlibatan semua (kolega/rekan guru) dalam mewujudkan cita-cita atau misi bersama. Ada sinergi di situ).
2. Guru-guru yang hebat selalu mencari cara untuk memperbaiki kemampuan dan mengasah skil mereka. Guru-guru yang hebat tidak tertarik untuk menemukan piranti baru yang kecil, mereka tertarik untuk menemukan piranti baru yang kecil yang bisa memperbaiki pembelajaran dan kesuksesan siswa. (Guru-guru yang hebat tidak berhenti untuk mencari cara untuk memperbaiki kemampuan dan keterampilan mereka).
1. Guru-guru hebat akan selalu menghargai hubungan mereka dengan para siswa di atas segalanya. Guru-guru hebat paham bahwa ketika siswa tahu guru peduli dan tahu bahwa guru ada untuk membantu mereka, tidak ada satu hal pun yang tidak dapat dikerjakan atau diselesaikan. (Guru-guru yang hebat selalu ingin para siswanya tahu bahwa dia mencintai dan peduli pada mereka).
Para guru dapat saja mempunyai daftar sendiri tentang kriteria guru yang hebat untuk melayani. Daftar di atas dapat dilihat sebagai model atau panduan saja. Intinya jelas, sebagaimana digambarkan dalam pepatah yang dikutip di atas, bahwa seorang guru yang hebat harus mampu menjadi inspirasi bagi para siswanya. Guru yang hebat pasti bukan seorang guru yang datang ke sekolah untuk sekedar menjalankan tugas untuk kemudian menunggu pembayaran gajinya. Guru yang hebat harus menjadi model bagi siswa dengan memberikan contoh bagaimana mengembangkan diri secara terus-menerus lewat kegiatan belajar-mengajar yang diampuhnya.
Falsafah A.B. Combs, seperti dikutip Stephen R. Covey (2008, 70), dalam memperlakukan siswa di kelas patut juga untuk diikuti oleh para guru, yakni bahwa "bila anda memperlakukan siswa seolah-olah mereka berbakat, dan Anda memandang mereka sebagai individu yang berbakat, setidaknya dalam aspek tertentu, mereka akan bangkit dan memenuhi harapan tersebut". Untuk itu, ciptakan kondisi sedemikian rupa di dalam kelas atau di lingkungan sekolah agar siswa mengetahui bahwa para gurunya menyayanginya.
Ada banyak kisah sukses para guru memberi inspirasi bagi para siswanya. Kisah Bu Mus dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata adalah salah satunya yang terkenal di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini. Secara umum, seorang guru yang ingin menjadi inspirasi bagi para siswanya harus memiliki prinsip di dalam dirinya dan setia menjalani prinsip itu tanpa harus menyimpang dari visi dan misi sekolah secara keseluruhan.
Salah satu kisah guru yang memberi inspirasi kepada para siswa yang menjadi kesukaan saya adalah kisah Pak Paul Khulman, seorang guru yang menjadi "guru terbaik" di negara bagian South Dakota, pada tahun 2009 (Jack Canfield, cs: 2009, 162- 165). Paul Khulman adalah guru mata pelajaran matematika dan IPA (sains) untuk kelas 7, 9-12. Adalah murid Pak Khulman yang menjadi saksi betapa inspiratifnya Pak Khulman. Sang murid datang dari keluarga yang sangat miskin, terlibat menjadi anggota geng, minum alkohol dan kecanduan obat, hamil di luar nikah ketika masih duduk di bangku SMA dan harus menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atasnya melalui sekolah informal sebagai home school student.
Bekas murid Pak Khulman itu sangat mengidolakan Pak Khulman oleh karena sikap profesioanlitasnya dalam mengajar. Dia memperlakukan semua muridnya sama, lepas dari apa pun masalah mereka. Dia tidak terpengaruh untuk membeda-bedakan murid berdasarkan latar-belakang mereka, sebagaimana kerap dilakukan para guru yang lain. Hal inilah yang membuat si murid yang terlibat banyak masalah itu menghormatinya dan melakukan yang terbaik dalam pelajarannya.
Setelah tidak lagi menjadi murid Pak Khulman, si murid tetap mengidolakan bekas gurunya itu dan berusaha untuk menjadi seperti gurunya, menjadi ahli dalam bidang sains. Di kemudian hari, bekas murid Pak Khulman berhasil meraih impiannya, menjadi dosen sains dan sekaligus menjadi idola para siswanya dan bahkan meraih gelar doktor hukum di luar profesinya sebagai dosen mata kuliah sains agar dapat membantu lebih banyak orang yang membutuhkannya, terutama anak-anak dari keluarga tidak mampu seperti dirinya. Inspirasi dia dalam melakukan itu tetap saja sang guru sains di SMA-nya, Paul Khulman.
Kisah Paul Khulman adalah kisah seorang guru yang telah menjadi inspirasi bagi para siswanya. Sikap Pak Khulman dan profesionalismenya ternyata mampu menyelamatkan seorang siswa dari keluarga yang sangat miskin dan terlibat banyak masalah ketika sedang belajar di SMA. Semua guru akhirnya harus memapu menjadi teladan bagi para siswanya dan mempunyai idola sendiri yang dapat menjadi model bagi dirinya sendiri dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H