Ini adalah pemahan yang sangat fatal keliru. Alam ini tidak pernah bisa ditaklukkan oleh manusia, meski dengan peralatan dan kemampuan manusia secanggih apapun.Â
Menjadi seorang anggota Gerakan Pramuka tidak untuk gagah-gagahan dengan melakukan kegiatan di alam terbuka, misal susur sungai, caving, cross country, arung jeram, mendaki gunung, berkemah di alam terbuka, dan kegiatan lainnya, hanya untuk menaklukkan kondisi ekstrim alam di sana.
Dia harus bisa menentukan dan mengambil keputusan secara pribadi maupun kelompok/tim bahwa kegiatan yang akan dilakukan itu membahayakan keselamatan atau tidak. Dia harus bisa meminimalisir resiko dan seandainya terjebak dalam situasi ekstrim (kondisi berbahaya dan mengancam keselamatan jiwanya) selama kegiatan apakah cukup pengetahuan dan kecakapannya untuk bisa survive (bertahan hidup) dan keluar dari kondisi itu atau sampai bantuan datang.
Sepertinya semua itu tidak dipersiapkan oleh kakak-kakak pembina di SMPN 1 Turi Sleman. Dan tidak menutup kemungkinan juga terjadi di sekolah lain karena Pramuka telah menjadi kegiatan ekstrakurikuler. Pengetahuan tentang manajemen resiko dan teknik survival (bertahan hidup di alam terbuka/bebas) harus diberikan secara benar agar peserta didik mempunyai kemampuan dan kecakapan untuk itu.Â
Bahwa harus sesegera mungkin dibenahi pemahaman tentang Gerakan Pramuka dan pendidikan kepanduan bagi peserta didik di tingkat sekolah menengah. Harus ada pemahaman yang benar tentang Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Pramuka dan Metode Kepramukaan sesuai dengan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka.Â
Supaya Pramuka sebagai sebuah gerakan juga tidak merasa ikut dirugikan, mengingat kegiatan susur Sungai Sempor yang dilakukan siswa-siswa tersebut mengatas namakan dan memakai atribut kepramukaan.
Seperti kata Guritno, Kepala Pusat Informasi Nasional Gerakan Pramuka, "Kalau yang dirugikan selain korban, tentu saja organisasi Pramuka sendiri, karena kalau setiap kegiatan mengikuti dan patuh terhadap aturan main atau petunjuk penyelenggaraan yang sudah ditetapkan Kwarnas, seharusnya bisa meminimalisir risiko." (Kompas.com, 22 Feb 2020)
Akhir kata penulis menyampaikan rasa dukacita yang mendalam bagi para korban dan keluarga korban. Semoga kedepannya
musibah itu tidak akan terulang kembali, minimal bisa diminimalisir.
Salam
Solo.23.02.20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H