Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekeliruan Pemahaman tentang Pramuka di Balik Musibah Susur Sungai Sempor

23 Februari 2020   11:18 Diperbarui: 23 Februari 2020   11:20 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dok. BNPB/Kompas.com

Anugerah dan bencana adalah kehendakNya. Begitu kata Ebit G. Ade dalam sebuah lirik lagunya yang berjudul Untuk Kita Renungkan. Sebuah petuah yang begitu dalam maknanya untuk menyikapi peristiwa yang tengah terjadi dalam kehidupan manusia. Seperti halnya musibah yang tengah menimpa siswa-siswa SMPN 1 Turi, Sleman, saat mengikuti acara susur Sungai Sempor pada hari Jumat, 21 Feb 2020 yang lalu.

Tetapi tidaklah bijak jika kita hanya berserah diri pada kehendak-Nya saja tanpa berupaya berintrospeksi diri untuk menelaah kembali peristiwa itu. Mencari sebab-sebabnya untuk dijadikan pelajaran agar peristiwa itu tidak terulang kembali.

Logika sederhananya adalah kita jangan melakukan kegiatan di sungai saat musim hujan. Karena sungai bisa saja meluap airnya dan itu tidak bisa diprediksi secara tepat. Tetapi kegiatan itu tetap saja dilakukan oleh siswa-siswa SMPN 1 Turi Sleman. Dan ironisnya mereka adalah anggota gerakan Pramuka, yang nota benenya mempunyai kecakapan yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut.

Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah mereka, para peserta susur sungai termasuk pembinanya sudah mempunyai bekal tentang prinsip-prinsip dasar untuk menyelenggarakan kegiatan di alam terbuka?

Mungkinkah mereka lupa bahwa semua kegiatan di alam terbuka harus mengutamakan keselamatan anggota Pramuka itu sendiri, seperti yang telah disebutkan dalam Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Pramuka yang ketiga. Yaitu peduli terhadap diri sendiri.

Dalam hal ini semua peserta susur sungai harus peduli dengan keselamatan dirinya mengingat kegiatan itu mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi, bahkan sampai pada tingkat membahayakan keselamatan jiwa para peserta.

Selain itu, sebagai anggota Gerakan Pramuka juga harus peduli pada sesama hidup dan alam seisinya (Prinsip Dasar kedua). Para kakak pembina harus peduli pada keselamatan adik-adiknya. Dan  mereka juga harus memperhatikan kondisi cuaca saat itu. Jika tidak memungkinkan dan beresiko membahayakan keselamatan peserta, seharusnya ditunda pelaksanaannya. 

Manajemen resiko harus diterapkan secara ketat untuk kegiatan di alam terbuka seperti ini. Kita tidak bisa memprediksi secara akurat perilaku sungai pada saat musim hujan. Kapan akan turun hujan, apakah hujan akan mempengaruhi debit sungai, kapan akan terjadi banjir, semua itu unpredictable. 

Jika berdasarkan manajemen resiko kita tidak bisa mengatasi ketidakpastian tersebut, alangkah baiknya kegiatan itu ditunda. Dan dapat dilakukan pada kesempatan yang lain, saat tidak musim hujan misalnya. Kecakapan seperti itu yang harus dimiliki oleh setiap anggota Gerakan Pramuka, terutama para pembina dan pihak sekolah sebagai penyelenggara kegiatan.

Ada informasi menarik yang sempat penulis baca dari laman Tempo.com (22 Feb 2020), salah seorang siswa sekolah itu mengatakan bahwa dalam kegiatan itu siswa benar-benar tak tahu dan (tidak) belajar sebelumnya apa itu susur sungai. Yang mereka ketahui, kegiatan Pramuka itu mengenal alam walaupun tanpa satu alat pengaman apapun.

"Enggak pakai pelampung dan alat pengaman, langsung terjun ke sungai dan berjalan sampai airnya lama-lama tinggi dan teman teman hanyut," kata Rameyza Widya Elya (13).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun