Tetapi Sang Ibu tetap memaksanya untuk segera pulang. Dengan wajah cemberut akhirnya Putri menuruti keinginan ibunya. Mereka kemudian pergi meninggalkan tempat itu. Sementara Tono hanya bisa tertawa melihat tingkah sahabatnya yang baru saja di goda oleh seorang anak gadis.
"Hai, Ton, kenapa kamu tertawa?"
"Kamu itu ... benar apa yang dikatakan Putri tadi. Kamu beli dua gangsingan, satunya untuk siapa coba?"
"Oo ... ini. Aku kasihan sama penjualnya. Katanya dari kemarin belum ada yang beli. Jadi aku beli dua."
"Untung kamu tidak beli lima atau sepuluh gangsingan bambu, Son. Bisa dikira punya banyak pacar," kata Tono sambil tertawa lagi.
"Dasar itu, Putri ...." kata Sono sambil memperhatikan Putri dan ibunya yang belum pergi jauh meninggalkan mereka.
Tiba-tiba Putri menoleh ke arahnya. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Sono tertegun sejenak, seperti ada sesuatu yang meluncur cepat dari mata Putri dan menghujani lubuk hatinya. Hatinya menjadi gundah gulana melihat kepergian Putri. Dia tidak menyangka pertemuan singkatnya memberikan kesan mendalam di hatinya.
Sepertinya Sono tidak mau merelakan kepergian Putri. Sono merasakan ada suatu perasaan yang baru pertama kali dia rasakan selama ini. Rasa penasaran dan tak ingin berpisah dengan Putri merasuk ke dalam palung hatinya. Sifat Putri yang periang telah mengusik hati remaja kelas tiga sekolah lanjutan tingkat pertama itu. Tanpa menghiraukan Tono dia pun berlari mengejar Putri dan berusaha untuk menghentikan langkahnya. Sekali lagi Tono dibuat heran oleh tingkah sahabatnya itu.
"Putri ... tunggu!" teriak Sono
"Ada apa, Kak?" tanya Putri terkejut dan menoleh ke arah suara yang memanggil namanya. Putri menghentikan langkahnya dan dilihatnya Sono sudah berdiri tak jauh dari tempatnya.
"Ibu, tunggu sebentar. Sepertinya Kakak itu akan menyampaikan sesuatu."