Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen Jogja 1990] Perayaan Sekaten

17 Oktober 2018   08:19 Diperbarui: 19 Januari 2019   05:37 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sono dan Tono ikut berdesak-desakan bahkan harus rela antri agar dapat memilih-milih kaos kesukaannya. Dengan susah payah akhirnya pilihan Sono tertuju pada sebuah kaos hitam bertuliskan metalica. Rupanya dia begitu tertarik dengan kaos itu.


"Hmm ... bagus juga kaos ini. Keren, Ton! Biar kelihatan sebagai anak gaul dan modern," kata Sono sambil menengok ke arah sahabatnya.


"He he he ... mau terlihat gaul dan modern? Itu tuh ... lebih keren, Son!" Tono tersenyum menunjuk kaos bergambar wayang Bima, tokoh wayang kesukaannya.


"Hmm ... benar juga. Kita harus mencintai dan melestarikan budaya sendiri," kata Sono dalam hati.


Dilihatnya Tono masih asyik melihat-lihat kaos dengan bermacam-macam gambar wayang. Ada juga kemeja dengan motif batik. Rupanya sahabat yang satu ini tidak  kehilangan akar budaya dan adat istiadat bangsanya sendiri.
Dari arah depan Sono kembali memperhatikan sekeliling stand itu. Dan tanpa sengaja tatapan mata Sono tertuju pada seorang tua yang duduk beralas tikar di samping stand pakaian tersebut. Di hadapannya banyak terdapat potongan bambu yang berbentuk tabung tertutup dengan sumbu dari bilah bambu juga. Potongan-potongan bambu itu berwarna kuning gading dengan corak hiasan berwarna coklat.


"Itu gangsing! Ya ... gangsingan! Permainan tradisional yang sering diceritakan kakek," kata Sono dalam hati.


Sono memperhatikan Pak Tua yang duduk melamun sendirian di belakang setumpuk gangsingan dagangannya. Caping tuanya masih setia bertengger di kepalanya. Sebatang sigaret kretek yang masih menyala terselip di jari-jemari keriputnya. Sesekali pandangan matanya mengikuti orang-orang yang lewat di depannya. Dia tak peduli dengan debu-debu yang beterbangan karena jejak-jejak kaki pengunjung Sekaten pada malam itu.


Perlahan-lahan Pak Tua mengangkat tangannya dan memasukkan sigaret kretek ke dalam mulutnya. Dihisapnya sigaret itu dalam-dalam dan dihembuskan asapnya. Dia memandang langit lepas. Seolah-olah sedang menunggu suatu keberuntungan dengan datangnya pembeli di tempat dagangannya itu.


Tak beberapa lama berselang Sono melihat Pak Tua tersenyum ketika seorang balita lepas dari gandengan ibunya dan menghampiri Pak Tua. Diambilnya sebuah gangsingan dan diberikan pada ibunya. Mungkin dia menginginkan mainan itu. Tapi rupanya Sang Ibu tidak menyetujuinya.


"Ayo di kembalikan. Kamu belum bisa menggunakan mainan itu," kata Sang Ibu sambil mengembalikannya.


Anak itu hanya diam sambil memandangi ibunya. Dia ambil lagi gangsingan itu dan diberikan lagi pada ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun