Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen Jogja 1990] Remaja Bertatto

12 Oktober 2018   07:59 Diperbarui: 9 April 2019   00:10 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ig @kratonjogja

"Aku melihat puncak Tugu Pal Putih di ujung utara jalan ini, Son. Terus terlihat Gunung Merapi di latar belakangnya. Puncak tugu tepat dibawah puncak Merapi," kata Sono dengan pandangan mata penuh konsentrasi, "benar-benar satu garis lurus. Sekarang apa yang kamu lihat, Ton?"

"Aku seolah-olah berada di antara dua Pohon Beringin Kembar di tengah Alun-Alun Utara itu, Son. Kemudian aku lewat di tengah Bangsal Pagelaran," jawab Tono.

"Berarti satu garis lurus juga ke selatan. Bagaimana dengan Panggung Krapyak, Ton?"

"Samar-samar bayangan Panggung Krapyak sekilas muncul di tengah Bangsal Pagelaran, Son. Benar-benar mistis di sana."

"Ya iyalah, Ton. Namanya juga garis imajiner ...."

Mereka kemudian berbaur dengan orang-orang menikmati suasana senja di bundaran. Tetapi sekarang sudah tidak ada lagi bundaran air mancur di tengah perempatan tersebut. Warga Kota Jogja pun menyebut perempatan itu dengan nama Perempatan Kantor Pos Besar karena di pojok tenggara perempatan itu terdapat bangunan tersebut. Di pojok timur laut perempatan ada Monumen Serangan Umum 1 Maret, di pojok barat laut terdapat Gedung Negara tempat menginap Presiden dan Wakilnya jika sedang berkunjung ke Jogja. Sedangkan di pojok barat daya terdapat gedung Bank Negara Indonesia (BNI 46). Dan sekarang perempatan tersebut lebih dikenal dengan nama Jogja Titik Nol Kilometer.

Dari bundaran air mancur tersebut sudah terasa suasana Pasar Malam dan Perayaan Sekaten. Terlihat para pedagang kaki lima musiman sudah menggelar lapak-lapak untuk dagangan mereka di sepanjang jalan menuju Alun-Alun Utara. Jalanan menjadi terasa sempit dan padat karena aktivitas para pedagang dan pejalan kaki.

Tak ketinggalan pula alat transportasi tradisional khas Jogja ... becak dan andong berderet di sana menunggu calon penumpang. Sepeda dan motor pun hilir mudik hingga membuat jalanan terkesan semrawut. Belum lagi banyak kotoran kuda dan sampah yang tercecer di jalanan. Begitulah suasana jalan menuju Alun-Alun Utara Kota Jogja pada saat itu. Meskipun begitu Jogja tetap menjadi magnet bagi para pelajar maupun wisatawan dalam dan manca negara.

Hari pun semakin sore dan lalu-lintas di bundaran air mancur semakin ramai. Suasana gelap sebentar lagi akan menggantikan terang. Burung-burung Sriti terbang rendah bersahutan. Sebagian dari mereka bertengger pada kawat-kawat baja yang melintang di jalanan. Dan sebagian yang lain terlihat terbang berbondong-bondong memasuki bangunan Gedung Bank Negara Indonesia 46. Lampu-lampu kota pun mulai menyala mempertontonkan keindahan sinarnya. Sebentar lagi Jalan Malioboro, bundaran air mancur, dan sepanjang jalan menuju Alun-Alun Utara akan bermandikan cahaya.

Sono dan Tono yang masih asyik di tepi bundaran segera mengambil sepedanya dan berputar-putar kembali di bundaran air mancur. Sebentar kemudian mereka membelokkan sepedanya ke arah selatan meninggalkan bundaran air mancur. Sejenak mereka terlibat dalam pembicaraan.

"Ton, aku tadi dimarahi Bu Wiwik, guru matematikaku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun