Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bapak Itu Curhat tentang Kehidupan dan Rejekinya

20 Oktober 2018   09:11 Diperbarui: 20 Oktober 2018   10:18 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yaa ... Alhamdulillah masih dapat rejeki, Pak," jawabku sekenanya.

Dari sini Aku mulai tahu ke arah mana pembicaraan bapak ini selanjutnya.

"Seusia panjenengan ini, kalau saya sudah punya pekerjaan sendiri, seperti sekarang ini. Saya dapat lebih banyak dari pendapatan saya dulu waktu masih di kantor. Di luar sana masih banyak rejeki, Mas ... harus berani berusaha. Rejeki itu dari langit ... yang memberi yang Maha Kuasa." Cas cis cus ... bla bla bla ... dan seterusnya ....

Nah ... benar juga dugaanku. Begitu panjang lebar beliau menjelaskan tentang rejeki dan kehidupannya.

"Tapi jalannya harus bener, harus halal ... supaya tidak jadi penyakit bagi anak istri. Sayang ya, panjenengan tidak 'berani' untuk itu."

... Mak jlebb ...!!!

Memang benar rejeki itu dari langit, tapi cara turunnya berbeda-beda. Seperti hujan ... ada hujan gerimis, hujan deras, hujan angin, bahkan hingga terjadi puting beliung. Dan setiap orang punya alasan dan cara pandang sendiri-sendiri tentang pekerjaan yang sedang ditekuninya. Seperti seseorang dalam menyikapi turunnya hujan. Ada yang memakai payung, jas hujan, berteduh, atau bahkan nekat berhujan-hujanan.

Karena tuntutan dan keinginan istrinya yang 'sakdeg sak nyet' itu tadi beliau harus 'berlari' mengejar rejeki yang lain. Beliau harus keluar dari zona nyamannya yang menurutnya sudah tidak nyaman lagi. Sekarang beliau menekuni makelar, setelah keluar dari pekerjaan tetapnya.

Dan memang Aku tidak seberani beliau, karena bagiku cukup 'berjalan' saja dalam mencari rejeki.

Berkaca dari pengalaman bapak tadi untuk menyikapi bahwa rejeki itu memang berasal dari Yang Maha Kuasa. Sebegitu kerasnya usaha beliau untuk mencari rejeki sampai harus keluar dari pekerjaan tetapnya.  Itu dapat dipahami karena memang rejeki itu harus diupayakan untuk mendapatkannya meskipun hingga ke penjuru dunia.

Tetapi haruskah beliau keluar dari pekerjaannya dahulu untuk mengejar rejeki yang lain yang menurutnya akan lebih besar hasilnya? Sepertinya beliau lupa bahwa Allah akan memberi rejeki pada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun