Mohon tunggu...
Bomi Sai
Bomi Sai Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Media Rakyat Papua Selatan

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Polemik Pengangkatan Anak Adat Malind Anim

31 Januari 2025   18:27 Diperbarui: 31 Januari 2025   18:27 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERIHAL PENGANGKATAN ANAK DALAM BUDAYA MALIND ANIM

(Oleh Natale More Buer)

Pendahuluan

Mengangkat anak dalam adat istiadat dan budaya orang Malind Anim sebenarnya tidak ada. Proses pengangkatan anak dalam tradisi Malind Anim sangat-sangat sakral dan sangat rahasia. Dalam proses mengangkat anak sekali lagi tidak ada istilah MENGANGKAT ANAK secara adat. Anak yang diangkat secara adat pertama-tama tidak boleh diketahui oleh banyak orang melainkan hanya oleh keluarga bersangkutan antara keluarga asali dan keluarga yang mengambilnya.

Sejak memasuki era 2000-an bangsa Malind Anim sudah memasuki masa kehancuran yang mana hutan, tanah, nama leluhur dan marga telah menjadi bahan eksploitasi demi kepentingan korporat dan alat komoditas bagi para penguasa lokal maupun nasional. Sebelum Korindo Group beroperasi di tanah Malind Anim dengan dalil mengubah wajah kota Merauke menjadi kota agro metropolitan marga Gebze menjadi taruhannya untuk menjadi alat komoditi yaitu dengan diangkatnya Salah seorang pengusaha menjadi anak angkat dalam marga Gebze. Di tahun 2019 sebelum Ajang pemilihan Umum Kepala Daerah (Kabupaten) marga Kaize menjadi alat komoditi politik dengan diangkatnya Salah seorang politikus senior menjadi anak adat dalam marga Kaize dengan pemberian nama salah satu kepala perang di kepala kali kumbe. Di awal tahun 2025 salah seorang Prajurit TNI berpangkat Kolonel kemudian diangkat secara adat dalam marga Mahuze dengan memberikan nama leluhur yaitu salah satu panglima kepala perang Malind duf (Malind pantai). Tentunya semakin ke sini masyarakat adat Malind semakin kehilangan jati dirinya yaitu dengan melupakan aturan-aturan dalam adat istiadat mereka.

Melihat tiga marga besar yaitu Gebze sebagai marga pertama, Kemudian Mahuze dan Marga Kaize tinggal tersisa empat marga besar untuk memporak-porandakan bangsa Malind Anim. Secara logika marga Gebze mengangkat anak adat dalam marga nya menunjukkan bahwa tanah mereka sudah habis di kuasai dan dieksploitasi sehingga yang hanya bisa di uangkan adalah marga. Hal yang sama terjadi dengan marga Mahuze dan Kaize. Kemungkinan besar setelah proses pengangkatan anak selesai makan anak-anak perempuan akan menjadi bahan komoditas terakhir lalu bangsa ini akan punah dan manusia malind akan menjadi cerita rakyat dan legenda dalam sejarah Papua, Sejarah Indonesia dan Sejarah dunia. 20 tahun kedepannya akan ada cerita di kalangan anak-anak peranakan Malind bahwa leluhur dan moyang mereka memiliki postur yang tinggi, Hidung mancung-mancung, sering jual-jual tanah, jual marga dan kemudian hilang dari muka bumi ini.

Selamat ini praktek-praktek pengangkatan anak adat dalam setiap marga khususnya tiga marga besar yaitu Gebze, Mahuze dan Kaize harusnya dilakukan sesuai dengan Asas dan aturan adat Masyarakat Malind namun, pada prakteknya adalah orang Malind mengimplementasikan apa yang menjadi tuntutan dalam undang-undang otonomi khusus Papua secara keliru yakni harusnya mengangkat anak yang berasal dari rumpun dan ras Melanesia bukan asal mengangkat anak dari Ras Polinesia, Ras dan Melayu. Kenapa tidak mengangkat anak secara adat dari Tabi, Mamta, Saireri, Bomberay, Domberai, Lapago, Mepago atau dari Ha-Anim sendiri? Atau Kepa tidak angkat anak secara adat dari PNG, Vanuatu, Solomon Island dan negara-negara di Pasifik yang rata-rata berasal dari rumpun dan ras Melanesia?

Perlu ada kajian-kajian ilmiah tentang prosedural pengangkatan anak secara adat di seluruh tanah air West Papua khususnya di tuju wilayah adat Papua agar hal ini tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan tertentu. Perlu ada pembatas untuk memproteksi marga-marga atau klan-klan orang asli Papua.

Info Papua Selatan (IPS) Komandan Kodim 1707/Merauke, Letkol Inf Johny Nofriady, S.E., M.Han secara resmi diangkat menjadi anak adat suku Malind dalam
Info Papua Selatan (IPS) Komandan Kodim 1707/Merauke, Letkol Inf Johny Nofriady, S.E., M.Han secara resmi diangkat menjadi anak adat suku Malind dalam

 

A.Anak yang diangkat secara adat.

Secara hukum adat Malind bahwa anak yang diangkat secara adat memiliki status sebagai anak kandung dalam keluarga yang mengangkat maupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Anak yang diangkat pertama-tama tidak diketahui oleh siapapun selain keluarga yang mengandung dan berdasarkan permintaan keluarga yang menginginkan anak misalkan anak laki-laki ataupun anak perempuan. Tentunya sebelum dilahirkan tanggung jawab keluarga yang menginginkan anak tersebut mengambil peran ayah biologis seperti mencari makan, mencari kayu bakar (kayu api), air minum dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari si ibu hamil agar anak yang akan lahir tetap sehat hal ini juga bertujuan bahwa anak yang dikandung merupakan anaknya (anak keluarga yang menginginkannya).

Setelah anak dilahirkan si ibu akan memberikan anak setelah melahirkan anak tanpa memandikan anak tersebut kepada orangtuanya yang sudah siap. Biasanya anak di keluarkan dari celah atap dinding atau jendela. Dengan demikian informasi tentang anak tersebut akan selesai dirumah bersalin dan tugas terakhir si ibu yang melahirkan anak tersebut adalah mengabarkan kepada keluarganya bahwa anak yang telah dilahirkan sudah meninggal dunia dan telah di kuburkan. Tentu keluarga memercayai informasi itu. Pernyataan si ibu akan dikuatkan oleh Ibu-ibu yang membantu dalam proses persalinan. Biasanya ibu-ibu yang membantu proses persalinan selain menguburkan ari-ari juga menguburkan batang pisang sebagai pengganti anak bahwa anak tersebut memang dilahirkan telah meninggal dunia.

Dalam Proses pertumbuhan lanjutan si anak tetap menjadi tanggungjawab orangtua sebab hak orangtua biologis dengan sendirinya tidak melekat untuk anak tersebut. Selain pemberian nama, marga, dan kekayaan serta kepemilikan hak atas harta orangtua tetap menjadi hak waris anak tersebut bila ia seorang. Tetapi, bila ia memiliki saudara-saudara kandung dari orangtua pihak kedua tentunya warisan tersebut akan dibagi sama rata namun, bila dia hanya seorang diri anak laki-laki maka, secara hukum adat hak waris akan jatuh kepadanya sebab saudari-saudarinya yang perempuan akan menjadi orang luar yang notabene memiliki sedikit hak waris sebab mereka adalah perempuan dan tentunya mereka akan mengikuti suami mereka.

B.Proses pengangkatan anak secara adat

Seperti ini telah dijelaskan di poin A diatas oleh penulis, yang perlu digarisbawahi di sini adalah tidak ada proses pengangkatan anak diatas usia 2 tahun atau bahkan lebih sebab anak tersebut tentunya akan ia akan kembali dengan sendirinya kepada keluarga biologisnya dan belum tentu orang tua angkatnya memberikan nama maupun marga mereka.

Secara hukum adat masyarakat adat Malind adalah anak diangkat minimal sejak usia kandungan 1 bulan sampai 9 bulan sebelum anak lahir dan maksimal anak diangkat mulai dari usia kandungan 9 bulan hingga usia 0 tahun. Sementara untuk anak gadis yang belum bersuami tetapi, memiliki anak dan dibesarkan oleh orangtuanya maka, status anak tersebut adalah adik dari ibu yang melahirkan anak tersebut. Anak itu akan memanggil ibu kandungnya dengan sebutan kakak dan memanggil opa (tete) dan neneknya sebagai bapak dan mama. Selain itu ia juga memanggil para paman dan tante dari ibu kandungnya dengan sebutan sebagai Kaka laki-laki atau kakak perempuan. Secara hukum adat masyarakat Malind Anim itu sah dan secara hukum tata negara pun tetap sah.

C.Hak-hak anak yang diangkat secara adat

Hak-hak anak tentunya diwariskan dari harta benda dan harta kekayaan orangtuanya. Secara hukum anak yang di angkat secara rahasia (lihat poin B usia anak) memiliki tanggung jawab orangtua yang membesarkannya sebab ia pertama-tama mewarisi marga orang tua yang membesarkannya, memiliki hak yang sama dalam keluarga besar orangtua yang membesarkannya, memiliki hak waris milik orangtua yang membesarkannya. Yang paling penting yang perlu di perhatikan dan digarisbawahi adalah ia tidak memiliki hak didalam keluarga biologisnya sebab statusnya adalah anak orang lain. Anak tersebut juga selain memiliki hak waris dan hak-hak lain statusnya bukan sebagai anak angkat melainkan sebagai anak kandung dalam keluarga tersebut.

D.Tanggung jawab keluarga biologis

Keluarga biologis secara umum memiliki tanggung jawab moril dalam sosial masyarakat adalah mengakui bahwa mereka bukan orang tua anak tersebut. Mereka secara umum tidak memiliki hak dan tanggung jawab atas tumbuh kembang anak tersebut bahkan ketika si anak rewel atau di pukuli bahkan dianiaya pun mereka tidak memiliki hak untuk membela si anak apalagi sampai mengeluarkan kata-kata yang menyinggung status anak tersebut. Alasannya sederhana yaitu anak tersebut bukan anak mereka melainkan anak orang lain. Bila mereka melenceng dari hal itu misalkan memberitahukan kepada orang lain maka, sanksinya adalah mati. Hal ini berlaku secara umum bahkan bagi masyarakat umum sanksinya tetap sama.

E.Tanggung jawab keluarga yang mengangkat

Secara umum tanggung jawab keluarga yang mengangkat anak tersebut adalah berperan layaknya keluarga biologis anak tersebut bahkan bila ia merupakan satu-satunya anak laki-laki ataupun anak perempuan ataupun merupakan anak tunggal maka, semua kasih sayang, cinta dan kehangatan keluarga harus di berikan kepada anak tersebut. Orang tuanya berhak mendidik, menjamin, menjaga dan merawat serta melindunginya. Di sisi lain semua hak waris orangtuanya wajib didapatkan oleh si anak bila ia merupakan anak tunggal, ataupun bila ia memiliki saudara laki-laki ataupun perempuan maka, ia wajib mendapatkan bagian yang sama dengan saudara-saudaranya.

F.Tanggung jawab sosial

Semua orang yang mengetahui status anak tersebut dalam keluarganya berkewajiban untuk tidak menyebarkan informasi tersebut ataupun tidak memiliki hak untuk memberitahukan kepada si anak bila ia dewasa atau pada saat ia sudah mampu membedakan baik ataupun buruk juga saat ia sudah mampu menggunakan logikanya.

Tentunya hal ini juga berkaitan dengan hukum sosial yang berlaku yaitu kematian bagi orang yang memberikan informasi terkait identitas anak tersebut.

G.Sanksi sosial

Dalam hal mengangkat anak dalam adat istiadat masyarakat hukum adat Malind Anim adalah sesuatu yang sangat-sangat sakral dan sangat rahasia oleh sebab itu hukuman yang sangat pantas dan diberlakukan selama ini sejak zaman dahulu hingga sekarang adalah hukuman mati. Barang siapa yang dalam keadaan sadar maupun tidak sadar, secara langsung maupun secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi membongkar rahasia tersebut adalah wajib menerima hukuman dan tentunya hukum adat memiliki mekanismenya tersendiri. Hingga saat ini sistem ini masih berkembang namun, semakin ke sini banyak orang tua di Malind semakin bingung dan lupa diri dengan sedikit kreatif yaitu mengangkat anak secara sembarangan dan takaruang tanpa melihat prosedural adat istiadat justru yang diterapkan selama ini adalah praktek dari perintah undang-undang otonomi khusus di Papua. Tentunya hal ini mencoreng asas dan dasar hukum adat masyarakat Papua secara umum dan secara khusus masyarakat hukum adat Malind Anim.

H.Kesimpulan

Secara umum, kepemilikan marga adalah sertifikat mutlak yang dikaruniakan oleh Tuhan yang Maha Esa kepada manusia sebab, marga adalah lambang kemuliaan manusia itu sendiri. Kepemilikan Marga adalah lambang dan sertifikat resmi hukum adat tentang kepemilikan hak dan harta benda marga mulai dari hutan, Sungai, Rawa, Savana (tanah Lapang) kali, dan secara umum marga adalah simbol pertahanan diri bahwa manusia yang empunya marga tidak punah. Di Indonesia 96% suku-sukunya tidak memiliki marga maupun nama leluhur. Kebanyakan memiliki nama agama, nama warisan kolonial dan sebagainya. Marga sebenarnya adalah identitas mutlak bagi suku dan bangsa yang mendiami wilayah tertentu dan tentunya sebagai manusia-manusia yang berakhlak, bermartabat, beretika dan berbudi pekerti harus menghormati hal itu. Dalam penyebutan marga orang akan tauh asal usul keberadaan orang tersebut tanpa perlu bertanya lebih. Indonesia secara umum adalah negara yang majemuk dan memiliki ratusan suku dan bahasa harusnya sebagai warga negara yang baik menghormati hal itu apalagi oleh orang-orang yang mengendalikan, menjaga dan mengayomi masyarakat Adat tersebut. Tidak mungkin orang Malind ada yang bermarga Sinaga atau Fernandes, atau Betaubun atau Kogoya dan lain sebagainya. Semuanya sudah ditempatkan di wilayah dan daerahnya masing-masing dengan dimeteraikan dengan marga.

Penulis berharap, tulisan ini pertama -- Tama dapat memberikan pencerahan kepada kita semua khususnya saudara-saudara Nusantara di luar rumpun Ras Melanesia. Kedua penulis berharap semoga tulisan ini menyadarkan kita semua khususnya pribadi-pribadi yang memiliki mimpi untuk mendapatkan marga di Tanah Papua ini khususnya di atas Tanah Malind. Ketiga penulis berharap kepada orang-orang tua dan pemuka-pemuka marga di Tanah Malind semoga kalian sadar dan berani membedakan mana suku Malind dan yang mana yang buka. Keempat, penulis berharap agar kasus pengangkatan anak secara adat tidak dilakukan lagi demi harga diri Leluhur Bangsa Malind dan generasi Malind mendatang.

Akhir kata, ribuan tanah kita sudah hilang dicuri atas nama pembangunan Jutaan hektar hutan telah di gusur dan di deforestasikan untuk kepentingan global atas nama pembangunan, Kampung-kampung lokal kita saat ini berada dalam konsesi perusahaan dan target-target penggusuran untuk kepentingan eksploitasi korporat, Marga-marga kita hari ini di eksploitasi untuk kepentingan politik praktis. Mari kita berbenah diri dan renungkan, jangan biasakan berdiam diri dan malas tauh, angkat suara sama-sama melawan ketidakadilan ini. Tuhan dan Leluhur Bangsa Malind Anim dari Kondo sampai Digoel, dari Tanjung Akos Sampai Baidub menyertai kita selalu.

Merauke, 27 Januari 2025

*Penulis adalah salah satu mahasiswa di Merauke juga merupakan pemerhati masyarakat Adat Malind serta aktivis Lingkungan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun