SIARAN PERS
Aliansi mahasiswa Pemuda dan rakyat Papua Selatan ( AMPERA PS )
"Pemerintah Segera Hentikan Aktivitas Perusahan diatas Wilayah Adat Marga Moiwend, Gebze dan Kwipalo di Merauke"
Penolakan-demi penolakan terus dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat di Papua Selatan terkait Proyek Strategis Nasional  Swasembada Gula dan Bio etanol serta Program Cetak Sawah yang dianggap merampas Hak Hidup Masyarakat Adat di Papua Selatan dan juga menghilangkan Hak Masyarakat Adat atas Hak Ulayat.  Saat ini setidaknya ada tiga  Marga yang secara konsisten menolak kehadiran perusahan diatas tanah mereka yaitu marga Kwiplao dari Distrik Jagebob dan juga dua marga dari Distrik Ilwayab yaitu marga Gebze dan Moiwend. Perlu untuk diketahui bahwa Marga Moiwend dan Gebze pada hari jumat 13 September 2024 telah menyurati uskup Agung Merauke untuk turut menyuarakan Penyerobotan dan penggusuran paksa yang dilakukan oleh PT. Jhonlin Group atas hutan dan Tanah Adat marga Moiwend dan Gebze. Sikap menyurati  Keuskupan Agung untuk bersuara karena  sikap  pasif  pemerintah yang  tidak menggubris suara-suara penolakan dari masyarakat adat
Dengan melihat situasi dan kondisi Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Rakyat Papua Selatan ( AMPERA PS), sebuah Aliansi yang aktif menyuarakan Hak-hak Masyarakat Adat dan Penyelamatan Lingkungan yang dibentuk pada tahun 2023 di Merauke,  turut bersuara  menyikapi persoalan yang ada. Ambrosius Nit selaku ketua AMPERA PS menyampaikan bahwa,   Pemerintah dan PT.Jhonlin Grup agar segera hentikan pengusuran tanah Adat pembongkaran hutan  milik masyarakat adat maraga Gebze dan moiwend, karena aktifitas tersebut melanggar hak-hak masyrakat Adat mengingat tidak ada proses Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA)  dengan marga Moiwend dan Gebze pemilik hak Ulayat, karena seharusnya masyarakat diberikan ruang untuk menentukan terima atau tolak.  " Kami  Aliansi Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Papua Selatan (AMPERA-PS) Mendesak Pemerintah agar segera menghentikan pembongkaran hutan adat milik marga Gebze dan Moiwend karena tidak melalui  proses PADIATAPA dan  jelas-jelas telah melanggar Hak-hak Masyarakat Adat dan ini merupakan penyerobotan dan penggelapan tanah Adat, sehingga kami mendesak kepada  pemerintah agar  melindungi  dan menghormati hak-hak kesulungan masyarakat adat khususnya marga Moiwend dan Gebze". tuturnya.
Selanjutnya Ambrosius menegaskan bahwa AMPERA PS siap mengawal perjuangan Marga Gebze dan Moiwend  bersama LBH PAPUA dan para aktivis lingkungan lainya untuk berjuang mempertahankan hak-hak masyarakat Adat. Ambros juga juga mengajak semua masyarakat Papua dan Indonesia untuk mengawal Perjuangan masyarakat  marga Gebze, Moiwend dan Kwipalo untuk menolak kehadiran perusahan yang masuk dalam  Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terbukti melanggar Hak-hak Masyarakat Adat Papua.Â
Selanjutnya Frederikus Stanislaus Awi selaku anggota Aliansi, Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Papua Selatan (AMPERA-PS) mengatakan bahwa,Tindakan yang dilakukan oleh PT. Jhonlin Grup, merupakan bentuk perampasan hak masyarakat adat marga Gebze dan Moiwend di distrik ilwayab kabupaten Merauke, yang mana telah merusak sumber mata pencaharian masyarakat adat marga Gebze dan Moiwend serta merusak  Alam yang Allah telah ciptakan dan titipkan kepada luluhur marga Moiwend dan Gebze di ilwayab.Â
Frederikus menegaskan bahwa Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten, harus segera menghentikan pembongkaran hutan yang saat ini sedang dilakukan oleh PT.Jhonlin Grup di hutan adat milik marga Gebze dan Moiwend, karena telah melanggar hukum dan hak-hak masyarakat adat marga Gebze dan Moiwend. "Pemerintah pusat dan daerah baik provinsi maupun kabupaten juga harus segera mencabut izin dan hentikan semua aktivitas PT. Jhonlin di atas tanah adat milik marga Moiwend dan Gebze". Ungkapnya.Â
Stanis juga mengingatkan salah satu kasus yang lagi viral hari-hari ini adalah terkait Penanaman patuk yang di lakukan oleh PT.Murni Nusantara Mandiri di atas tanah marga di Kwipalo di Jagebob Merauke. Menurut Stanis tindakan sepihak tersebut  merupakan  penyerobotan Tanah  masyarakat adat marga Kwipalo. "penanaman patuk tersebut tanpa sepengetahuan pemilik tanah yaitu masyarakat adat marga kwipalo, maka kami meminta kepada pemerintah dan pihak PT.Murni Nusantara Mandiri agar segera mencabut patuk ilegal yang sudah di tanam oleh pihak PT.Murni Nusantara Mandiri, kami juga menegaskan kepada PT.Murni Nusantara Mandiri agar segera angkat kaki dari tanah milik marga kwipalo karena Marga Kwipalo tidak perna mengijinkan PT.Murni Nusantara Mandiri untuk beroperasi diatas tanah adatnya". Ungkap StanisÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H