Mohon tunggu...
Boly Uran
Boly Uran Mohon Tunggu... Human Resources - Seorang Petani yang suka melakukan kajian sosial budaya untuk membantu pembangunan Desa

hasil kajian sosial budaya telah dibukukan dalam buku perdana dengan Judul Di Balik Kesunyian Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wurin

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kami Menyembah Batu

17 November 2020   10:45 Diperbarui: 17 November 2020   11:18 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diam sepanjang waktu

Setia dalam garis waktu

Terkikis pelan, ada lubang

Batu di ladang petani menuturkan ribuan kisah

Ada batu more, materai batas lahan

Materai abadi terhormat, agung

Ada batu nuba, wadah kurban menyembah wujud tertinggi.

Batu.....

Kami menyembah Pencipta

Batu wadah menatap alam

Menggurat musim

Ada simbol kesatuan

Batu batu kami juga telah diambil

Membangun rumah ibadah

Rumah layak menyembah Tuhan

Tapi batu Penjuru telah dikapling

Hanya pemilik surga empunya wadah

Menumpahkan segala kebencian caci maki

Serentak kebohongan

Tapi batu kami,

Wato more

Wato nuba

Tetap setia dalam kesunyian di keheningan musim

Terus berganti musim kami tetap setia

Menyembah Mu Pemilik Musim

Pencipta waktu

Dalam wujud Batu

Engkau hadir jadi Penjuru

Penutun batas batas nilai kehidupan

Cara sederhan kami beriman

Jauh dari suarah kebohongan pengkapling surga

Batu

Sunyi....

Kesunyian Iman......

Penyair Ladang batu.....

Note :

wato More ; adalah kumpulan batu batu sebagai tanda batas sebuah areal pertanian. Tanda ini sebagai materai akta lahan pertanian. Jika tanda ini dipindahkan maka resiko  bencana bagi yang memindahkan.

Wato Nuba, batu yang digunakan sebagai wadah untuk menyembelih hewan sebagai kurban bagi wujud tertinggi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun